Headlines
Loading...

Oleh. Dea Ariska

Persoalan yang di alami Gen Z hari ini sangat beragam mulai dari biaya pendidikan tinggi, pengangguran, mental illness, hingga kenakalan remaja yang semakin merajalela.

Istilah "sekolah gratis", sepertinya tak begitu yang dirasakan wali murid hari ini. Sebab semakin banyak pengeluaran untuk kebutuhan sekolah, khususnya sekolah menengah untuk pembayaran SPP juga pengeluaran lain yang disebut "iuran" meski pungutan liar pun dilarang. Apalagi bagi siswa yang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. 

Alhasil mereka yang kurang mampu harus berusaha lebih keras untuk tetap bisa menempuh pendidikan tinggi dengan beasiswa.

Belum lagi kesulitan untuk mencari kerja yang tidak hanya dirasakan lulusan sekolah menengah namun juga lulusan sarjana. Selain karena kesenjangan jumlah lulusan setiap tahun dengan jumlah kesediaan lapangan kerja, skill yang dibutuhkan di dunia kerja juga masih belum cukup dikuasai siswa melalui pendidikan yang telah ditempuh. 

Sungguh menghawatirkan pula bahwa satu dari dua puluh remaja (2, 45 juta) didiagnosa mengalami gangguan mental berdasarkan panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Health Disorder edisi ke lima (DSM-5).

Selain itu menurut Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023 mengungkapkan bahwa depresi sebagai penyebab utama disabilitas pada remaja dengan Gen Z paling rendah mengakses pengobatan. (timesindonesia.co.id, 02-10-2024).

Lebih dari itu, kondisi tersebut dapat memicu persoalan sosial lain seperti bunuh diri dan penggunaan obat-obatan terlarang. Dikarenakan untuk memahami penyebab depresi atau masalah kesehatan mental lain yang dialami saja masih kesulitan apalagi kesadaran untuk menanganinya dengan benar. Akhirnya semakin kompleks persoalan yang terjadi.  

Jika kita lihat dunia pendidikan hari ini pun, semakin banyak kasus guru yang dikriminalisasi hanya karena menegur siswanya yang berbuat kesalahan. Lalu apa fungsi pendidikan jika guru yang mengingatkan siswa saja dipidanakan hingga akhirnya banyak yang tak berani untuk mengingatkan siswanya lagi. 

Hingga sekolah bagaikan sebatas tempat transfer ilmu antara guru dengan siswa. Urusan nanti siswanya mendengar atau tidak, bahkan seolah-olah jika siswa berbuat kriminal di sekolah sekalipun, guru tak lagi punya wewenang untuk mengingatkan. 

Selain itu kita seperti tak berdaya untuk menolong saudara kita di Palestina yang telah terjajah hingga hari ini. Padahal kita tentu sepakat dengan "penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan, dan peri keadilan". Bahkan beberapa dari kita mungkin telah melakukan berbagai upaya seperti donasi, boikot produk Zionis, julid di medsos, juga berdakwah. Namun sampai saat ini Palestina masih belum terbebaskan.

Harus disadari bahwa kita sedang tidak baik-baik saja dibawah pengasuhan sistem hari ini, yang mengakibatkan berbagai macam persoalan datang dan merenggut masa depan penerus peradaban. Sekalipun masih remaja, rasanya kita sudah sangat sibuk dengan persoalan diri sendiri hingga tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Padahal akar dari beragam persoalan yang kita hadapi hari ini tidak sekedar datang dari diri sendiri atau keluarga. 

Hal ini tak lain merupakan dampak dari penerapan sistem kapitalisme sekuler yang membuat Gen Z terjangkit perilaku konsumerisme,  hedonisme, terjebak gaya hidup rusak, FOMO, sikap individualis, dan sebagainya 

Tipisnya filter yang dimiliki Gen Z hari ini membuat arus perusakan karakter yang sangat masif semakin tepat sasaran. Lantas bagaimana dengan ungkapan Bung Karno "Beri aku 10 pemuda, maka akan kuguncangkan dunia", juga Indonesia yang digadang-gadang akan mengalami bonus demografi pada tahun 2045. Akankah harapan tersebut terwujud dengan kondisi pemuda hari ini?

Keadaan tak pernah berubah jika kita tak mengupayakan perubahan yang diinginkan, tentunya perubahan ke arah yang lebih baik. Pemuda sebagai agen perubahan  seharusnya menyadari hal itu. Karena jika kita biarkan keadaan tetap dengan persoalan kompleks seperti hari ini, maka kita juga yang akan menerima dampak negatif darinya. 

Fakta menunjukkan bahwa sistem kapitalisme demokrasi pun tak lagi bisa kita harapkan untuk mencapai perubahan. Sebab demokrasi merupakan alat Barat untuk menjajah negara-negara lain termasuk negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim. 

Maka tak ada lagi harapan kecuali kepada sistem yang dapat membawa kita kepada perubahan yang hakiki, yaitu sistem Islam. Dalam Islam semua hal diatur dengan pengaturan yang baik dan rinci. Peraturannya dibuat oleh Pencipta manusia dan alam semesta sehingga sudah pastilah Dia yang paling mengetahui keadaan ciptaan-Nya. Serta bagaimana kebaikan dan keadilan tegak karena-Nya. 

Sudah saatnya Gen Z mewujudkan gelar yang telah Allah sematkan kepada kita sebagai khairu ummah dengan mengikuti jejak Rasulullah menyampaikan Islam di tengah masyarakat agar terwujud kehidupan Islam di tengah-tengah kita. 

Seperti yang telah Allah firmankan dalam Q.S. Al-A'raf ayat 96 yang artinya, 

وَلَوۡ اَنَّ اَهۡلَ الۡقُرٰٓى اٰمَنُوۡا وَاتَّقَوۡا لَـفَتَحۡنَا عَلَيۡهِمۡ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَالۡاَرۡضِ وَلٰـكِنۡ كَذَّبُوۡا فَاَخَذۡنٰهُمۡ بِمَا كَانُوۡا يَكۡسِبُوۡنَ

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan".

Maka dari ayat tersebut dapat kita pahami bahwa Gen Z sebagai garda terdepan pejuang perubahan sudah seharusnya bersemangat meraih keberkahan yang Allah janjikan. Agar janji tersebut dapat terealisasikan, salah satunya dalam bentuk penyelesaian berbagai persoalan yang kita hadapi hari ini dengan Islam kafah. Wallahualam bissawwab. [ry].

Baca juga:

0 Comments: