OPINI
Wajah Baru, Harapan Baru?
Oleh. Naila
Kabinet Merah Putih pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka resmi dimulai setelah dilantik sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia di Gedung Nusantara MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta pusat. (presidenri.go.id, 20/10/2024).
Pergantian pemimpin dianggap sebagian orang sebagai harapan baru adanya perubahan ke arah yang lebih baik. Sebagian besar masyarakat beranggapan keberhasilan menuju perubahan negeri menjadi lebih baik adalah berada dalam individu pemimpin. Namun, di sisi lain tak sedikit yang pesimis, terutama kalangan muslim kritis dan juga para intelektual. Pasalnya, pemerintah baru termasuk DPR baru, masih sama dengan sistem yang diterapkan yaitu demokrasi kapitalisme, maka tidak akan mengalami perubahan. Karena sistem yang diterapkan adalah sistem yang cacat sejak lahir, sistem rusak dan merusak.
Faktanya, meski telah sering bergonta-ganti rezim, keadaan negeri ini bukan tambah maju, tetapi malah makin mundur dan terpuruk. Sebelumnya masyarakat menaruh harapan yang begitu besar kepada Presiden Jokowi. Namun, pada faktanya selama dua periode kepemimpinan beliau segala sisi justru makin rusak, kemiskinan tak kunjung teratasi, korupsi makin meningkat, angka pengangguran dan PHK berjumlah sangat banyak, pajak yang makin besar. Sementara itu daya beli masyarakat makin menurun, penguasaan sumber daya alam milik rakyat oleh segelintir orang yang makin tak terkendali, ditambah beban ekonomi masyarakat yang semakin besar, dsb.
Dengan fakta-fakta di atas mungkinkah rezim pemerintahan baru akan membawa perubahan dengan segala warisan beban yang sangat berat dan segudang persoalan yang ditinggalkan rezim Jokowi?
Memang, keberhasilan sebuah negara yang maju, makmur dan sejahtera sangatlah ditentukan oleh individu yang sangat kapabel dalam kepemimpinan. Namun individu, sepandai apapun sekalipun sangat amanah tanpa didukung oleh sebuah sistem yang mampu menjaga dan menerapkan semua keputusannya maka kesejahteraan dan perubahan negeri ini untuk lebih baik tidak akan terwujud.
.
.
Harapan Hanya pada Kekuasaan Islam
Di dalam Islam, kekuasaan adalah amanah, yang bisa menjadi beban pemangkunya sekaligus bisa mendatangkan siksa bagi dirinya. Nabi saw. bersabda, yang artinya "Kepemimpinan itu awalnya bisa mendatangkan cacian, kedua bisa berubah menjadi penyesalan, dan ketiga bisa mengundang azab dari Allah pada Hari kiamat, kecuali orang yang memimpin dengan kasih sayang dan adil (H.R. Ath-Thabrani).
Sikap kasih sayang pemimpin ditunjukkan dengan upaya selalu memudahkan urusan rakyatnya dan tidak menakut-nakuti mereka dengan kekuatan aparat dan hukum. Adapun sikap adil pemimpin ditunjukkan dengan kesungguhannya menegakkan syariah Islam di tengah-tengah masyarakat. Sebab syariah Islam adalah aturan yang langsung datang dari zat yang Maha Tahu akan kebaikan manusia. Karena itulah siapapun penguasanya, jika dia tidak menjalankan pemerintahannya berdasarkan syariah Islam, maka dia berpotensi menjadi penguasa yang zalim dan fasik.
.
Kriteria Pemimpin dalam Islam
Islam menerapkan kriteria pemimpin sebuah negeri, ada tujuh syarat yang harus dimiliki calon pemimpin yaitu: Pertama, muslim. Tdak sah jika seorang pemimpin diserahkan kepada orang kafir; kedua, laki-laki, tidak boleh seorang perempuan; ketiha, baligh; keempat, berakal; kelima, adil, orang fasik tidak sah diangkat sebagai pemimpin; keenam, merdeka; ketujuh, orang yang mampu dalam menjalankan amanah.
.
Tugas Pemimpin dalam Islam.
Dalam Islam, kepemimpinan atau kekuasaan memang sangat penting. Kekuasaan dalam Islam digunakan untuk menegakkan Islam dan menyebarkan dakwah Islam. Mengurusi berbagai urusan rakyat dengan syariah Islam baik warga negara muslim maupun non muslim. Seperti, mengurusi semua kebutuhan hidup rakyat baik sandang, pangan, dan papan. Menyelenggarakan pendidikan yang baik, menyediakan pelayanan kesehatan yang murah tanpa memandang kelas ekonomi. Mengurusi sumber kekayaan alam baik milik umum ataupun milik negara.
Seorang pemimpin dalam Islam tidak akan membiarkan sumber alam milik rakyat (seperti tambang, minyak, gas, batu bara, mineral, emas, perak, nikel, dll) dikuasai oleh swasta apalagi pihak asing. Seorang pemimpin dalam Islam akan menjaga dan melaksanakan hudud (sanksi) untuk melindungi kehormatan, harta dan jiwa masyarakatnya baik muslim dan non muslim.
Pemimpin dalam Islam akan menyebarluaskan Islam ke seluruh dunia dan akan memimpin jihad demi menyelamatkan kaum muslim yang tertindas di berbagai belahan dunia tanpa ada batas wilayah. Seperti di Palestina, Xinjiang, Myanmar, dll.
Demikian mekanisme sistem Islam dalam kepemimpinan bernegara. Dengan penerapan Islam secara kafah ketakwaan hakiki akan terbentuk sehingga harapan kehidupan yang lebih baik dan juga keberkahan akan terwujud. Sebagaimana Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Araf (7): 96 Yang artinya "Andai penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, Kami pasti akan membukakan bagi mereka aneka keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka telah mendustakan (ayat-ayat Kami). Karena itu kami menyiksa mereka akibat perbuatan mereka".
Jadi, jelas sudah untuk menuju perubahan yang lebih baik bukan sekedar ganti orang tetapi juga ada perubahan sistem yaitu sistem Islam yang dengan rinci dan menyeluruh dapat menyelesaikan segala persoalan rakyat negeri ini. Maka, sudah saatnya kita campakkan sistem yang rusak dan merusak saat ini yaitu sistem kapitalisme.
Wallahualam bissawab. [My]
0 Comments: