Headlines
Loading...
Oleh. Utami Ummu Irul

SSCQMedia.Com- Benarlah ungkapan yang selama ini sering kita temui baik tulisan maupun pernyataan bahwa, "Masa anak-anak adalah masa yang paling indah dan menyenangkan." Pasalnya mereka tidak punya masalah yang bikin mereka pusing, yang ada hanya senang tatkala bermain bersama teman-teman.

Begitulah yang saya rasakan kala itu. Ketika teman-teman telah berkumpul, betapa gembiranya hatiku. Memang waktu itu rumahku menjadi basecamp bagi teman-temanku. Bukan karena kemewahannya, bukan pula karena posisinya di tengah-tengah. Namun semua karena aku yang menjadi rebutan teman- temanku. Kepedean aku ya? Tapi memang seperti itu kenyataannya. 

Teringat waktu pulang sekolah (SD) ketika itu, temanku A bilang, "Nduk Sri engko dolan nggonku yo?" (Dik Sri nanti main ke rumahku ya?). Perlu diketahui, Sri itu panggilanku di kampung. Sementara temanku B, juga bilang, "Engko dolan nggonku yo?" (Nanti main ke rumahku ya?). Nah dari situlah, maka aku tetapkan, bahwa mainnya di rumahku saja, kita bisa main bareng-bareng, tidak perlu digeret ke sana ke mari. Dan bersyukurnya, teman-temanku setuju saja. Dengan jawaban kompaknya, "Yo wis nek ngono." (Ya sudah jika seperti itu).

Kembali kepada serunya bermain di masa anak-anak. Demikian sederhana membuat anak-anak bahagia saat itu. Hanya dengan mengumpulkan lemah lempung, daun kecil-kecil dan mendapati debok (pohon pisang, yang sudah ditebang) saja, sudah girang bukan kepalang. Dan ajaibnya? Semua bahan receh di atas, bisa kami sulap menjadi barang berharga. Semua bahan bisa berganti-ganti perannya, sesuai tema. Bermain kok pakai tema ya? He he ... terinspirasi dengan kebiasaan di sekitar. Anak-anak ‘kan peniru ulung.

Misalnya tanah lempung, bisa menjadi beras, kala bermain dengan tema pasar/jual beli. Di lain waktu ia bisa berperan sebagai nasi, ketika bermain dengan tema sedekah (saling memberi makanan). Demikian pula debog, ia pun bisa berperan ganda. Di satu waktu debog bisa di-make up menjadi ikan asin dalam tema pasar, tetapi bisa pula berpredikat ayam goreng di kala tema yang diambil adalah sedekah masakan nasi cething (tempat nasi). Kalau sekarang berbagi nasi boks itu. 

Sungguh, kadang aku berpikir, betapa enak dan sederhananya anak-anak waktu itu. Untuk bisa bahagia, sangat sederhana. Sederhana wujudnya, sederhana pula biaya dan waktunya. 

Oleh sebab itulah aku sangat bersyukur memiliki orang tua yang sederhana, baik cara berpikir maupun tindakannya. Meski aku berlepotan tanah, pakaian penuh getah, karena asyik bermain, tidak pernah memarahiku. Mereka sangat mendukung, asal anak-anaknya bisa tertawa bahagia.

Sangat berbeda dengan kebanyakan anak-anak zaman sekarang. Untuk membuat mereka bahagia, harus keluar biaya yang mahal, dan bahkan perlu waktu yang panjang.

Dari pihak orang tua pun sangat berbeda. Hari ini, banyak orang tua yang terlalu mengekang anak, hingga anak stres dan tidak bahagia. Kebutuhan materi tercukupi namun batin terlukai.

Apakah ini akibat dari sistem yang diterapkan hari ini? Sepertinya betul, semakin sakti saja sistem kapitalisme menjangkiti pemikiran umat. Tak hanya orang tua, remaja yang berhasil dipengaruhi, bahkan anak-anak pun terkena imbasnya. Apakah waktu itu belum ada pengaruh sistem kapitalisme? Pastinya sudah, tetapi belum seluas itu, masih ada daerah-daerah pelosok yang belum terkontaminasi oleh pemikiran Barat. Hal itu karena alat komunikasi dan transportasi belum secanggih sekarang. 

Lantas akankah kita lebih memilih keadaan seperti dulu? Jauh dari teknologi dan transportasi seperti hari ini? Sebagai seorang muslim seharusnya kita bersikap bijak dan  legawa dengan semua keadaan. Sembari berupaya agar tidak semakin jauh dari aturan Islam. Berupaya agar diri kita, keluarga kita, masyarakat dan pemerintah tidak semakin jauh mengadopsi sistem dari penjajah ini. Bahkan kita harus berjuang untuk  menyadarkan umat agar mencampakkan sistem buatan manusia ini, dan menggantinya dengan sistem Islam. Sistem yang telah jelas membawa kebaikan dan kemuliaan serta keberkahan di dunia dan akhirat. Semoga hal itu segera terwujud. Amin.

Wallahualam bissawab. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: