OPINI
Banjir Melanda, Saatnya Kembali pada Syariat
Oleh. Siti Nur Rahma
SSCQMedia.Com- Musim hujan telah tiba. Angin kencang dan petir menerpa. Di sejumlah daerah di Indonesia hujan yang turun sangat deras, tak terkecuali di Sukabumi. Berita duka terdengar dari kota terkecil ketiga di Jawa Barat itu, yaitu banjir bandang. Pada 4 Desember 2024 pagi, banjir bandang menerjang pemukiman warga setelah dua hari berturut-turut diguyur hujan. Angin kencang merusak atap rumah warga dan fasilitas umum. Terdapat 328 titik bencana yang tersebar di 39 kecamatan. Bencana ini melanda hampir merata di beberapa wilayah di Sukabumi. (detikjabar.com, 8/12/2024).
Selain itu, di Pandeglang, Banten, juga terjadi banjir yang disebabkan luapan air dari Sungai Cilemer sejak 2 Desember 2024. Banjir tersebut merendam pemukiman warga setinggi 1-1,5 m dan akses jalan menjadi terbatas sehingga 202 warga mengungsi di posko darurat (Kumparan.com, 05/12/2024).
Di Mojokerto, pada 10 Desember 2024 juga mengalami bencana banjir, sekitar 2.859 warga terdampak dan mengungsi akibat genangan air yang mulai meninggi. Curah hujan tinggi yang diprediksi masih akan turun, maka Pj Wali Kota Mojokerto, Moh. Ali Kuncoro akan terus melakukan upaya mitigasi untuk penanganan darurat dan pencegahan banjir susulan (Radarmojokerto.jawapos.com, 10/12/2024).
Upaya Mitigasi Seadanya
Tak dapat dimungkiri, Indonesia secara geografis memang terletak di wilayah dengan iklim tropis yakni musim panas dan musim hujan sehingga berpotensi terjadi perubahan cuaca ekstrem, dengan suhu dan arah angin kencang yang menyertainya. Hal ini berpeluang untuk terjadi bencana banjir, tsunami, tanah longsor, kebakaran, kekeringan, gempa, dan gunung meletus.
Selain itu, Indonesia juga berada di wilayah Cincin Api Pasifik yang merupakan daerah yang sering mengalami gempa bumi dan tsunami. Daerah ini juga disebut dengan sabuk gempa Pasifik.
Banjir bandang di Sukabumi dianalisa akibat dari pendangkalan sungai. Oleh karena itu, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) berupaya melakukan pengerukan di sejumlah sungai dengan menggunakan 12 alat berat untuk menormalkan berbagai sungai.
Menurut pakar mitigasi kebencanaan dan perubahan iklim dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI), Institut Sepuluh Nopember (ITS), Dr. Ir. Amien Widodo, M. Si. menjelaskan fenomena tanah bergerak dan longsor disebabkan oleh pengalihan fungsi lahan di pegunungan yang terjadi dalam jangka panjang. Selain itu, juga disebabkan karena adanya pemotongan lahan yang dilakukan masyarakat untuk mengisi lahan dengan pembangunan. Hal Ini membuat kemiringan lahan semakin kritis lantas retakan muncul semakin lebar. Pemanasan global juga menjadi pemicu dari adanya cuaca ekstrem yang menjadikan intensitas curah hujan terus meningkat.
Menurut pakar, untuk mengatasi pergerakan tanah di Sukabumi perlu adanya upaya untuk mengembalikan fungsi hutan di bukit. Penting juga untuk dibuat peta kawasan rawan bencana sebagai cara untuk mengedukasi masyarakat soal daerah rawan bencana di Sukabumi. Regulasi tata ruang yang lebih baik juga disarankan oleh Dr. Ir. Amien kepada pemerintah untuk meminimalkan bencana.
Pemikiran Mendalam Solusi Tuntas Bencana
Sejatinya, penyebab bencana alam bukan sekadar faktor alam semata, melainkan karena adanya ulah tangan-tangan manusia yang banyak melakukan pelanggaran-pelanggaran syariat dari Sang Penciptanya. Termasuk juga pelanggaran terhadap aturan kehidupan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah Yang Maha Pengatur.
Eksploitasi sumber daya alam atas nama pembangunan juga merupakan pelanggaran syariat yang sudah waktunya untuk dihentikan. Dalam syariat, terdapat aturan atas sumber daya alam yang merupakan kepemilikan umum. Misalkan hutan, tambang batubara, laut, dan lainnya yang memiliki deposit melimpah maka harus dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Negara yang mengelola harus berdasarkan syariat Islam bukan hanya untuk memenuhi permintaan oligarki atau hawa nafsu penguasa.
Pengelolaan sumber daya alam harus dilakukan dengan profesional dan tepat. Sistem pemerintahan kapitalisme, hanya akan berorientasi untuk meraup materi sebesar-besarnya demi memenuhi target ambisi tanpa memperhatikan kerusakan yang akan ditimbulkannya. Dalam analisa penyebab dan dampak bencana alam banyak dipaparkan terkait dengan kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Seperti contohnya penggundulan hutan, yang juga ada benang merahnya dengan pembangunan fisik secara besar-besaran. Industrialisasi daerah dan lain sebagainya juga berkutat dengan kepentingan para pemilik modal dan kebijakan pemerintah.
Sementara itu, dalam Islam senantiasa memperhatikan kondisi lingkungan di alam sekitar, tidak dibiarkan merusak atau bahkan menyebabkan bencana alam. Dengan asas akidah Islam, negara sebagai pengurus urusan rakyat, mengatur pengelolaan sumber daya alam dari hulu hingga hilir dengan penuh ketakwaan dan kecermatan ilmu dalam teknisnya. Semua itu dilakukan sebagai bentuk ketakwaan agar tidak mengundang azab Allah yang kemudian menimbulkan bencana.
Allah Swt. berfirman, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS Ar Rum ayat 41).
Maka, sudah saatnyalah kita kembali ke jalan yang benar, Islam rahmatan lil ‘alamin.
Di dalam hadis, Rasulullah saw. juga bersabda, “Jika zina dan riba tersebar luas di suatu tempat, sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah.” (HR. Hakim, Baihaqi, dan Thabrani). Oleh karena itu, masihkah kita enggan untuk kita meninggalkan zina dan riba sehingga mengundang murka Allah?
Telah tampak bencana alam sedari dulu yang telah berkali-kali melanda negeri beriklim tropis ini, pun juga di negeri-negeri lainnya. Tak luput bencana penyakit yang mewabah pun telah menjangkiti, sudah saatnya kita kembali ke jalan yang benar. Maka, sangatlah penting adanya sebuah negara yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh di semua aspek kehidupan baik pengelolaan sumber daya alam maupun tentang penerapan syariat tentang zina dan riba.
Wallahualam bissawab. [An]
0 Comments: