OPINI
Banjir Menimpa Negeri, Saatnya Umat Muhasabah Diri
Oleh. Ummu Faiha Hasna
SSCQMedia.Com- Di penghujung tahun 2024, hujan dengan intensitas tinggi telah menyebabkan banjir yang menimpa di pelosok negeri. Sebagaimana kabar yang terjadi beberapa hari ini, curah hujan dengan intensitas tinggi mengguyur wilayah Kabupaten Cilacap pada Kamis (5/12) sore hingga menyebabkan Sungai Cibereum dan Cikalong, Sidareja. (tribunbanyumas.com, (10/12/2024),
Bahkan kabarnya, hingga hari keempat banjir, masih ada seratus orang mengungsi. Dan berdasarkan keterangan dari Kepala UPTD BPBD Sidareja Iswanto, ketinggian air pada Senin pagi terpantau mencapai 40 CM di sejumlah titik, termasuk berada di jalan raya, pemukiman warga, hingga terminal Sidareja.(rri.co.id, 9/12/2024).
Manusia sering kali beranggapan bahwa bencana alam yang terjadi karena fenomena alam. Seperti salah satu bencana banjir yang melanda wilayah Kabupaten Cilacap ini. Bencana serupa pun terjadi di wilayah lain di negeri ini seperti longsor, pergeseran tanah dan jalan amblas hingga menyebabkan jalan putus, dan lain sebagainya. Hal tersebut adalah sebuah takdir yang tidak bisa dihindari sehingga manusia hanya bisa pasrah dan berserah menerima apapun yang terjadi. Padahal, manusia sering kali lupa bahwa bencana juga bisa terjadi karena ulah tangan manusia sendiri. Banyaknya pelanggaran syariat disebabkan kehidupan yang tidak diatur dengan syariat yang benar (Islam).
Tak dimungkiri, kepemimpinan hari ini adalah kepemimpinan sistem kapitalisme. Tata aturan dalam asas kapitalisme sejatinya menuhankan materi dan mengabaikan syariat Ilahi, yakni Allah Subhanahu wa Ta'ala. Syara' telah mengatur seorang pemimpin semestinya menjadi pengurus dan pelindung (raa'in dan junnah). Akan tetapi, sistem yang diberlakukan hari ini telah membuat pemimpin menjadi sosok yang populis otoritarian. Dimana dalam kebijakannya dibuat seolah-olah pro rakyat, namun sejatinya mereka hanya regulator kebijakan untuk para kapital. Tak jarang, hutan dieksploitasi secara berlebihan dengan mengatasnamakan pembangunan. Maintenance sungai yang seharusnya bisa dilakukan untuk mencegah banjir, akan tetapi anggarannya justru banyak yang dikorupsi, dialihkan untuk tunjangan pejabat dan sebagainya. Semua itu adalah bentuk kezaliman akibat seorang pemimpin yang tidak menggunakan syariat Islam dalam mengatur negara.
Maka, berbagai pelanggaran hukum syariat yang mengantarkan terjadinya bencana alam di mana-mana ini, bukan sekedar faktor alam saja, hal ini sebagai mana firman Allah dalam surat al Rum ayat 41, bahwa "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka supaya mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Maka, dengan terjadinya berbagai bencana yang mengguyur di sejumlah daerah di negeri ini, mengingatkan kita sebagai manusia yang lemah dan terbatas ini, sebagai umat akhir zaman, agar umat Muhammad saatnya untuk melakukan muhasabah dan bertobat dengan berupaya agar syariat segera tegak di bawah kepemimpinan Islam. Umat harus sadar bahwa hadirnya kepemimpinan Islam tidak akan tegak kecuali Islam ada dalam naungan institusi negara Khilafah. Sebab, hanya dengan Khilafah satu-satunya institusi negara yang menerapkan hukum Islam secara kafah. Inilah satu-satunya negara yang bisa menyelamatkan umat manusia dari bencana yang menimpa di dunia dan di akhirat.
Ketaatan Pemimpin pada Hukum Syariat
Dalam Islam, negara berperan sebagai raa'in dan junnah. Sehingga umat hidup sejahtera penuh berkah sebagaimana dalam firman-Nya di surat al -A'raf ayat 96.
Ketaatan pemimpin pada hukum syariat akan menuntunnya untuk mengatur urusan masyarakat sesuai dengan kemaslahatan mereka. Semisal, untuk mencegah bencana alam hidrometeorologi Islam mensyariatkan untuk melakukan pembangunan terukur, sustainable dan tidak melakukan eksploitasi berlebihan agar bencana bisa diminimalisasi. Islam juga memiliki konsep konservasi yang disebut "hima".
Nabi Muhammad saw., pernah bersabda: "Tidak ada hima dibenarkan, kecuali untuk Allah dan Rasul-Nya".
Peneliti bidang kajian Islam, Syauqi Abu Khalil dalam Atlas Hadits menyebutkan bahwa di lokasi hima diterapkan ada larangan berburu binatang yang merusak tanaman demi menjaga ekosistem. Bahkan manusia dilarang memanfaatkannya untuk selain kepentingan bersama.
Ketika Rasulullah saw., menjadi kepala negara Madinah, beliau pernah menjadikan padang rumput sebagai hima, sehingga tidak boleh seorang pun menjadikannya sebagai tempat menggembala ternak. Beliau bahkan menunjuk beberapa tempat yang dijadikan sebagai hima di dekat Madinah. Bahkan Islam pun sudah mengatur anggaran semisal terjadi bencana. Dalam Baitul mal terdapat alokasi pengeluaran khusus untuk keperluan bencana alam.
Syaikh Abdul Qadim Zallum menjelaskan di dalam kitab al Amwal fi Daulah al Khilafah bahwa pada bagian belanja negara terdapat Seksi Urusan Darurat/Bencana Alam (Ath-Thawaari). Seksi ini memberi bantuan kepada kaum Muslim pada setiap kondisi darurat/bencana yang menimpa mereka. Beberapa konsep syariat tersebut akan diterapkan oleh daulah bahkan dijadikan undang-undang negara. Siapapun yang melanggar akan mendapatkan saksinya. Ketika syariat Islam diterapkan oleh level negara, maka akan hadir kepemimpinan yang mengantarkan masyarakat hidup dalam keberkahan seperti terhindar dari bencana alam.
Bahkan, untuk mewujudkan kepemimpinan Raa'in dan Junnah, Islam memberikan tanggung jawab pada diri seorang pemimpin bahkan dia harus memiliki kekuatan kepribadian Islam ketakwaan, kelemah-lembutan terhadap rakyat, dan tidak menimbulkan antipati. Hal itu sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitab Syakhshiyah Al-Islamiyah Juz 2, hal. 158.
Dengan demikian, bukankah bisa dikatakan bahwa berbagai bencana yang terjadi hari ini menjadi bukti kesekian kalinya umat membutuhkan kepemimpinan Islam di bawah naungan Khilafah? []
0 Comments: