Headlines
Loading...

Oleh. Ilaaazyy

SSCQMedia.Com- Dia bukan ibuku, tetapi aku memanggilnya dengan sebutan "Ibu bagi anak-anak kecil". Menurutku hidupnya cukup rumit, tetapi ia dengan hati yang lapang selalu tabah dan sabar dalam setiap ujian yang Allah berikan. 

~•~•~•~

  "Ai, kamu gak main hari ini?" tanya ibu yang sedang membuat pesanan kue. Ibuku adalah seorang pedagang kue. Beliau juga menerima pesanan untuk tambahan penghasilan keluarga. 

"Gak ada temennya, Bu!" jawabku sambil terus menekan remot TV. 

"Ibu mau Ai bantuin?" tanyaku pada ibu yang mulai kerepotan karena banyaknya pesanan.

 "Mau dong, masa ada yang mau bantuin malah ditolak," ujar Ibu dari dapur. 

  Aku pun membantu ibu semampuku. Keahlian memasakku cukup baik untuk anak seusiaku. Keahlian itu diajarkan langsung oleh ibu. Kata ibu perempuan itu harus bisa masak. Jadi semenjak umurku menginjak delapan tahun, aku mulai bisa membantu ibu membuat kue. 

Mengingat  umurku yang masih kecil, ibu pernah berkata "Kalau gak ada ibu di rumah, jangan sampe Ai nyalain kompor sendiri ya! Itu bahaya," ucapnya lembut saat mulai mengajarkanku memegang mixer untuk mengaduk adonan kue. 

  "Yey! Sebentar lagi adonannya jadi, Bu!" ucapku kegirangan. Tiba-tiba sayup-sayup terdengar ketukan pintu.

 "Assalamualaikum, Ai." Suara itu sangat familiar di telingaku. Buru-buru aku menghampiri asal suara itu. 

"Tante! Ai lagi bikin kue sama ibu. Ayok kita ke dapur," ucapku sambil menarik lengan sosok tersebut. 

  "Wa'alaikumsalam, eh dateng dia! Sini belajar bikin kue bareng Ai," ajak ibu.

 "Ih ibu, Ana bisa masak kue sampai mateng ..." 

"Kematangan maksudnya!" Ucapan Tante Ana membuat aku dan ibu tertawa. Kami bertiga pun kini berada di dapur membuat kue pesanan itu. Sejujurnya, Ibu yang membuatnya. Sedangkan aku dan Tante Ana lebih banyak mengobrol dan sesekali kami membuat dapur kotor dengan tumpahan tepung. 

  Kini jam menunjukkan pukul satu siang. Semua pesanan kue sudah selesai, tinggal menunggu para pemilik kue itu untuk mengambilnya. 

"Bu, Ana balik ya! Maaf nih malah ngebuat dapur ibu berantakan, ucap Tante Ana.

 "Iya gak apa-apa santai aja, kalau di rumah lagi sepi ke sini aja main sama Ai," jawab ibu lembut. 

"Iya bu, Ana pamit ya! Assalamu'alaikum." Ia menutup pintu rumah kami perlahan.

 "Ai, sebelum tidur siang, harus makan dan sholat zuhur dulu ya?" 

"Iya ibu," jawabku dengan mata yang sudah sangat mengantuk. Ibu memang sangat perhatian.

  ~•~•~•~

  Beberapa hari setelahnya, ibu menyuruhku untuk main ke rumah tante Ana. Aku pun menuruti ibu dan segera pergi ke rumah tante Ana yang hanya berbeda satu gang dengan rumahku. 

  "Assalamu'alaikum, tante Ana!" Aku berteriak. Namun tidak terdengar jawaban. Kuketuk sekali lagi pintu rumah itu, tidak beberapa lama tante Ana membukakan pintu dan mempersilahkan aku untuk masuk. 

"Kata ibu, Ai harus temenin tante Ana, karena tante lagi butuh teman sekarang...." 

"Kita mau mainan apa tante," tanyaku saat memasuki rumah itu.

 "Ai beli dulu gih mainannya, terserah Ai mau beli apa," ucap tante sambil memberikan uang untuk beli mainan. 

  Aku sibuk memilih mainan di warung terdekat. Saat aku kembali ke rumah tante Ana, aku tak melihatnya di ruang tengah. Aku pun pergi menghampirinya yang sepertinya ada di dalam kamar.

 "Tante! Ai udah bawa mainannya." Aku membuka pintu kamarnya. Namun yang kulihat, tante Ana telah tergeletak tak berdaya di atas sejadahnya. Aku langsung lari menuju rumah dan memberi tahu ibu keadaan tante sekarang. 

  Ternyata, sudah lama tante Ana memiliki penyakit ganas di dalam tubuhnya. Sudah dua tahun belakangan beliau bolak-balik rumah sakit untuk melakukan cuci darah. Ternyata kemarin tante baru saja menjalani kemoterapi karena penyakit ginjal yang beliau derita semakin memperburuk kesehatannya. Setiap tante Ana hamil, janin dalam rahimnya takkan bertahan lama, karena asupan nutrisi yang harusnya tersalurkan melalui plasenta ke janin, semua terserap ke dalam tubuh tante, sehingga janinnya tak memiliki nutrisi yang cukup. 

  Tante Ana sudah berkali-kali keguguran, sebagiannya lagi sudah berhasil terlahir. Namun, hanya bisa bertahan hidup kurang dari seminggu. Itu sebabnya tante Ana sangat menyukai anak kecil. Bukan hanya aku, tapi seluruh anak kecil di perumahan kami pun menyukai tante Ana. Coklat buatan tante Ana khusus ia buat hanya untuk anak-anak kecil di sekitar rumahnya. Aku baru tahu kalau sekarang tante sedang hamil besar, dan beliau terlalu lelah hingga membuatnya pingsan. Sekarang, aku sangat terpukul ketika melihat tante harus dirawat di rumah sakit cukup lama.

  Kata ibu, tante Ana sudah melahirkan dan besok akan dibawa ke rumah. Aku ingin sekali melihatnya. Namun ibu melarangku, katanya bayinya terlalu sensitif, dan aku baru selesai main hingga bajuku penuh dengan debu. Ibu takut aku membuat bayi itu sakit. Aku pun hanya tahu bahwa nama bayi itu adalah Fatimah. Beberapa hari selalu itu, ibu terlihat panik sekali mendengar jawaban seseorang dari dalam telepon.

"Ai harus jagain rumah dulu ya. Ibu mau pergi ke rumah tante dulu mau beresin bajunya Fatimah. Karena Fatimah harus menginap di rumah sakit."

  Namun keesokan paginya, ibu mendapat telfon dari suami tante Ana. Katanya Fatimah sudah meninggal. Ibu yang memang bisa memandikan jenazah pun sudah mulai menyiapkan peralatan untuk memandikan Fatimah. Tante pun tidak ada di rumah. Beliau syok berat dan kini dirawat di rumah sakit. Tak beberapa lama, tante Ana ikut berpulang. Beliau sudah tak kuat lagi menahan penyakit yang terus merusak seluruh tubuhnya. 

Saat ibu memandikan jenazah tante Ana, terdapat beberapa saluran medis yang tertanam dalam tubuhnya. Ibu begitu terpukul melihatnya. Suami tante Ana yang ikut memandikan pun sambil terisak berkata, 

"Maaf ya, Dek, kalau sakit. Mas mau lepasin saluran ini. Kamu harus kuat ya." Ibu dan tim yang memandikan pun tak kuasa mendengarnya. 

 ~•~•~•~

   Bertahun-tahun telah berlalu. Sampai sekarang di setiap akhir do'a ibu, ibu pasti menyelipkan satu do'a untuk Tante Ana. Kata ibu keluarga tante Ana sudah tak ada semua, jadi kalau bukan ibu, siapa lagi yang mendoakannya. Setiap aku menyebut namanya, pasti mata ibu sudah mulai berkaca-kaca. 

"Ya Allah berikan kemudahan, kelapangan dalam kuburnya. Dia memang tak sebaik pandangan orang, tapi hamba yakin, dia berusaha menjadi ibu yang baik bagi seluruh anak-anak di sini. Amin." Do'a ibuku setiap selesai salat malam. [My]
  

Note: Diambil dari kisah nyata penulis dan penambahan sedikit cerita. 

Baca juga:

0 Comments: