Headlines
Loading...
Oleh. Yuniarti Dwiningsih

SSCQMedia.Com- Indonesia darurat bencana. Bagaimana tidak? Hampir sepekan lebih, bencana banjir, pergeseran tanah, longsor, dan jalan amblas melanda di beberapa wilayah di negeri ini. Bencana alam ini belum akan usai mengingat musim hujan masih akan berlangsung untuk beberapa waktu ke depan. 

Bencana pada akhir tahun sepertinya bukanlah hal yang baru di negeri ini. Pasalnya, dengan pergantian musim dari kemarau menuju musim hujan selalu diawali dengan hujan lebat yang mengakibatkan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Sering kali manusia menganggap bahwa bencana alam ini terjadi sebagai fenomena alam akibat pergantian musim yang tidak bisa dihindari kedatangannya. Manusia hanya bisa pasrah dan menerima apa pun yang terjadi. Benarkah demikian?

Bencana Alam Akibat Ulah Manusia

Kenyataannya, bencana alam tidak hanya karena fenomena alam, tetapi juga akibat ulah manusia sendiri. Bencana alam terjadi karena manusia yang tidak bertanggung jawab dalam ilmu mengelola alam. Penebangan hutan tanpa menanam kembali, pembangunan di daerah resapan air, dan aktivitas merusak lingkungan lainnya tentu saja akan memberi dampak pada alam dan manusianya. Perbuatan semacam ini sejatinya merupakan pelanggaran terhadap syariat yang akan menimpakan derita pada manusia itu sendiri.

Sebagai contoh adalah bencana banjir yang terjadi di Sukabumi. Disinyalir bahwa banjir bandang di Sukabumi disebabkan oleh pendangkalan sungai yang sangat parah akibat pengendapan partikel padat yang terbawa oleh arus sungai. Sebelumnya pun, Wakil Menteri Pekerjaan Umum, Diana Kusumastuti, menemukan adanya hutan gundul tepat di atas tanah longsor di Jalan Pelabuhan Ratu, Tanah longsor tersebut diduga terjadi sebagai akumulasi dari hutan yang gundul dan hujan yang turun dengan intensitas tinggi. Dari pengamatan diketahui bahwa terdapat dalam radius 500 meter di Jalan Akses Pelabuhan Ratu terdapat tiga titik longsor. Di salah satu titiknya dengan tingkat kelongsoran yang paling parah terlihat hutan gundul. (jawapos.com, 7-12-2024)

Pelanggaran Syariat Mengundang Bencana

Bencana alam yang terjadi akibat perbuatan manusia semestinya masih dapat dicegah andaikan saja pemerintah mau melakukan antisipasi. Sebagai pihak yang memiliki kewenangan dan kekuasaan, pemerintah harusnya bisa membuat kebijakan yang membawa kemaslahatan bagi semua. 

Sayangnya, kepemimpinan saat ini merupakan kepemimpinan sistem kapitalisme yang menuhankan materi dan mengabaikan syariat Allah. Pemimpin negara yang harusnya menjadi raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung) bagi rakyatnya, malah menjadi sosok yang sebaliknya. Negara membuat kebijakan yang seolah-olah pro terhadap rakyat, tetapi nyatanya malah menjadi regulator untuk kepentingan para pemilik modal.

Adanya penebangan hutan secara berlebihan dengan mengatasnamakan pembangunan terus terjadi. Pemeliharaan sungai yang seharusnya bisa dilakukan untuk mencegah banjir malah anggarannya dikorupsi dengan dalih untuk tunjangan pejabat negara. Semua itu merupakan bentuk kezaliman dari seorang pemimpin yang menjalankan amanahnya tidak sesuai dengan syariat Islam.

Pelanggaran terhadap hukum syariat inilah yang membuat bencana tak henti melanda negeri. Allah telah memperingatkan agar manusia bertaubat dan kembali kepada-Nya dengan meninggalkan kemaksiatan sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Qur’an surah Ar-Rum ayat 41, "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)".

Muhasabah

Berbagai bencana yang terjadi seharusnya membuat kita sadar dan introspeksi. Kita harus bermuhasabah bersama. Bencana merupakan teguran dari Allah karena kita telah menyimpang dari aturan-Nya. Karena itulah, seharusnya kita bersegera untuk kembali pada syariat-Nya.

Kembali pada syariat-Nya dengan menerapkan Islam secara kaffah melalui institusi negara. Dengan tegaknya negara yang menjalankan Islam sebagai aturannya, maka akan melahirkan pemimpin yang taat pada syariat. Pemimpin yang taat syariat pasti akan amanah. Ia menjalankan kekuasaannya untuk menegakkan hukum Allah. 

Pemimpin yang taat syariat juga akan mengatur urusan rakyatnya agar meraih kemaslahatan, termasuk dalam menanggulangi bencana. Korban bencana alam akan mendapatkan pertolongan dengan segera. Rumah-rumah yang rusak akan segera diperbaiki. Demikian pula dengan fasilitas yang mengalami kerusakan juga akan segera dibangun kembali sehingga tidak mengganggu aktivitas warga.

Aspek pencegahan akan dilakukan. Tidak perlu menunggu terjadi bencana dahulu baru bergerak. Negara akan melakukan antisipasi untuk menghindarkan bencana atau untuk meminimalisir korban atau dampak jika terjadi bencana. Misalnya dengan tidak membangun di daerah resapan air agar air hujan dapat terserap ke dalam tanah sehingga mengurangi potensi banjir atau tanah longsor.

Dengan kepemimpinan Islam, pembangunan juga akan dilakukan secara terukur. Pembangunan tidak akan dilakukan dengan merusak lingkungan. Tidak boleh melakukan eksploitasi alam demi mendapatkan keuntungan maksimal tanpa mempertimbangkan dampak buruknya bagi masyarakat secara luas.

Islam juga memiliki konsep konservasi atau upaya melindungi dan melestarikan berbagai hal yang penting bagi kehidupan manusia, yang disebut hima. Di dalam hima diterapkan aturan pelarangan terhadap pemburuan binatang dan perusakan tanaman demi menjaga ekosistem. Manusia juga dilarang dalam memanfaatkannya untuk selain kepentingan bersama.

Seluruh anggaran untuk bencana, baik pencegahan dan penanggulangannya diperoleh dari Baitulmal. Kas negara ini memiliki alokasi khusus untuk bencana atau kondisi darurat. Negara akan segera mengucurkan dana untuk keperluan tersebut sehingga para korban tidak akan menunggu lama tanpa kepastian di tengah bencana yang menimpa mereka.

Hal ini dapat terwujud melalui negara yang menerapkan Islam secara menyeluruh dalam kehidupan. Penerapan syariat Islam hanya dapat direalisasikan oleh negara sehingga kemaslahatan seluruh rakyat dapat tercipta.
Wallahualam bissawab. [My]

Baca juga:

0 Comments: