Headlines
Loading...
Infrastruktur Belum Merata, Rakyat Semakin Merana

Infrastruktur Belum Merata, Rakyat Semakin Merana

Oleh. Nur Fitriani

SSCQMedia.Com- Akhir-akhir ini banyak pemberitaan kerusakan jalan yang diunggah warga masyarakat sendiri di media sosial. Warga kampung Bergang, Kecamatan Aceh tengah misalnya, saat ini tengah menghadapi kesulitan besar akibat jalan tanah yang menjadi akses utama menuju desanya, berubah menjadi lumpur setiap kali diguyur hujan. Jalan menjadi sulit dilalui kendaraan maupun pejalan kaki. (gayo.tribunnews.com, 30/10/2024).

Sementara di Kabupaten Pacitan Jawa Timur, jalan raya Ponorogo-Pacitan di kilometer 233, tepatnya di desa ploso, Tegalombo, Pacitan amblas sepanjang 50 kilo meter akibat tergerus air sungai Grindulu. Kerusakan ini terjadi pada sabtu, (17/12/2024) dan menyebabkan hampir setengah badan jalan yang hilang, sehingga mengganggu lalu lintas kendaraan yang melintas di jalur tersebut. (suarasurabaya.net, 9/12/2024).

Selain terjadinya potensi kecelakaan, kerusakan jalan ini berdampak besar pada aktivitas ekonomi masyarakat. Masyarakat sekitar masih terus berharap perbaikan jalan dilakukan secepatnya.

Sungguh miris, pembangunan infrastruktur transportasi yang sangat dibutuhkan masyarakat belum merata di berbagai pelosok daerah. Kita juga menyaksikan ketimpangan pembangunan transportasi antara perkotaan dan pedesaan. Pembangunan yang ada hanya terfokus pada daerah perkotaan. Padahal transportasi merupakan elemen penting sebagai penghubung antar wilayah yang mendukung perkembangan ekonomi dan pembangunan. Bahkan, transportasi merupakan urat nadi ekonomi rakyat.

Karakteristik geografis dan topografi Indonesia yang beragam dan keterbatasan anggaran dalam pembiayaan seringkali di sebut-sebut sebagai kendala yang paling utama. Padahal, masalah sebenarnya adalah gagalnya negara atau kepemimpinan sekuler dalam mengurus dan menjaga rakyatnya.

Selama ini penguasa menempatkan diri sebagai regulator dan fasilitator kepentingan pemodal sekaligus sebagai pebisnis yang menghitung pemenuhan hak rakyat dengan menghitung untung dan rugi. Infrastruktur transportasi hanya akan dibangun negara jika ada keuntungan ekonomi dengan skema investasi yang diperoleh negara. Tidak ditanggapinya usulan perbaikan jalan oleh rakyat yang berulang, bahkan pengajian setiap tahun, menjadi bukti abainya penguasa atas kebutuhan rakyat. Inilah gambaran kepemimpinan populis otoritarian yang seolah mendukung kepentingan rakyat.  Kebijakannya hanya menguntungkan oligarki.

Infrastruktur di Masa Khilafah 

Hal ini berbeda dengan pembangunan infrastruktur transportasi dalam Khilafah Islamiah. Infrastruktur termasuk transportasi termasuk jalan, merupakan infrastruktur yang sangat dibutuhkan oleh rakyat. Menunda pembangunannya akan menimbulkan bahaya atau dharar bagi umat. Oleh karena itu, dalam Islam infrastruktur jalan adalah hak rakyat yang wajib dipenuhi negara dengan kualitas dan kuantitas yang memadai untuk mempermudah kehidupan mereka. Penerapan syariat Islam secara kafah dalam segala aspek akan memungkinkan negara memenuhi hak tersebut tanpa memperhitungkan keuntungan dan tanpa bergantung pada swasta. Dalam sistem ekonomi Islam, infrastruktur masuk dalam kategori milik umum yang harus dikelola oleh negara.

Negara dalam Islam memiliki banyak sumber pemasukan anggaran yang memungkinkan negara membangun sarana transportasi secara mandiri. Salah satunya adalah dari pos kepemilikan umum baitul maal. Bisa juga dari dana milik negara tapi negara tidak boleh mengambil keuntungan dari pengelolaannya.

Walaupun ada pungutan hasilnya harus dikembalikan pada rakyat sebagai pemiliknya dalam bentuk yang lain. Ini juga termasuk membangun infrastruktur atau sarana lain yang menjadi kewajiban negara untuk masyarakat seperti sekolah, rumah sakit, perguruan tinggi, dan jalan umum dan sarana-sarana lain yang lazim diperuntukkan bagi masyarakat sebagai bentuk pengaturan dan pemeliharaan urusan mereka. Dalam hal ini negara tidak mendapat pendapatan sedikit pun. Yang ada, negara memberikan subsidi secara terus-menerus. Negara tidak mendapatkan sama sekali pos pendapatan dari sarana ini. 

Pembangunan infrastruktur jalan dilakukan negara tanpa memperhatikan ada atau tidak adanya dana di baitul maal. Meski dana di baitul maal sedang mengalami kekosongan, jalan harus tetap dibangun. Jika ada dana di baitul maal maka wajib dibiayai dari dana tersebut, akan tetapi jika tidak mencukupi maka negara wajib membiayai dengan memungut pajak dari rakyat. 

Jika waktu pemungutan pajak membutuhkan waktu yang lama sementara infrastruktur harus segera dibangun maka boleh negara meminjam pada pihak lain. Pinjaman tersebut akan dibayar dari dana pajak yang dikumpulkan dari masyarakat. Pinjaman yang diperoleh pun tidak boleh ada bunga. Karena akan menyebabkan negara bergantung pada orang yang memberi pinjaman. Sedangkan pajak hanya boleh dipungut dari warga muslim yang kaya dalam jangka waktu yang ditetapkan negara atau tidak dilakukan secara terus-menerus. 

Semua itu didukung oleh pemimpin dalam Islam yang memiliki kepribadian Islam, dan memahami bahwa tanggung jawab mengurus urusan rakyat akan dimintai pertanggungjawaban hingga ke akhirat. Sungguh, pembangunan infrastruktur jalan terbaik dan merata hanya akan terwujud dalam kepemimpinan Islam. 

Wallahualam bissawab. []

Baca juga:

0 Comments: