OPINI
Infrastruktur Buruk Jadi Bencana, di Mana Peran Negara?
Oleh. Novi Ummu Mafa
SSCQMedia.Com- Kecelakaan lalu lintas di Indonesia, terus menjadi momok yang mengerikan. Data dari Korps Lalu Lintas Polri, mencatat 3-4 korban meninggal setiap jamnya. Kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab kematian ketiga, setelah penyakit TBC dan HIV/AIDS. Sementara, sebagian besar korban adalah laki-laki. Sehingga, banyak ibu yang kemudian menjadi kepala rumah tangga, setelah kehilangan suami akibat kecelakaan. Data mencatat, ada sekitar 5.000 ibu yang menjadi tulang punggung keluarga akibat hal ini (Tirto.id, 15-12-2024).
Inilah efek domino, yang disebabkan oleh kegagalan pemerintah dalam mengurus rakyatnya. Sayangnya, meskipun korban terus bertambah, respons negara sering kali terkesan defensif dengan menyalahkan rakyat sebagai pengguna jalan. Narasi “kesalahan manusia”, kerap dijadikan pembenaran tanpa diiringi evaluasi serius terhadap pelayanan infrastruktur dan kebijakan transportasi yang diberikan pemerintah.
Faktor Penyebab Kecelakaan yang Saling Terkait
Ada banyak faktor yang menyebabkan tingginya angka kecelakaan dan semuanya saling berkaitan. Salah satu faktor utama, adalah buruknya infrastruktur jalan. Jalan yang berlubang, bergelombang atau tanpa penerangan, sering menjadi penyebab kecelakaan. Terutama pada malam hari.
Namun, perbaikan jalan sering kali terhambat oleh prosedur yang berbelit. Anggaran yang tidak tersedia atau pembagian tanggung jawab antara pemerintah pusat dan daerah, yang tidak jelas. Bahkan, meskipun kerusakan jalan sudah memakan korban, proses perbaikannya tetap saja lambat.
Di sisi lain, kebijakan pemerintah yang membuka lebar-lebar pasar otomotif, juga turut menyumbang maraknya kecelakaan. Mudahnya masyarakat memiliki kendaraan bermotor, tidak diimbangi dengan perbaikan infrastruktur jalan atau pengelolaan lalu lintas yang memadai. Akibatnya, jumlah kendaraan yang memadati jalan semakin meningkat. Sementara, kondisi jalan sering kali tidak layak, tidak aman dan tidak memadai untuk menampung arus kendaraan yang ada.
Negara juga kurang serius, dalam memberikan pendidikan keselamatan berkendara. Proses penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM), sering kali tidak mengutamakan kemampuan teknis pengemudi, melainkan lebih terkesan administratif. Padahal, edukasi mengenai pentingnya keselamatan berkendara dan pengendalian kendaraan secara aman, merupakan tanggung jawab negara untuk mencegah kecelakaan.
Paradigma Negara sebagai Pebisnis, Bukan Pelayan Rakyat
Mirisnya, masalah ini berakar dari paradigma negara dalam sistem Kapitalisme, yang lebih berperan sebagai regulator dan fasilitator bisnis, bukan pelayan rakyat. Infrastruktur jalan diperbaiki atau dibangun hanya jika mendukung keuntungan ekonomi. Misalnya, melalui skema proyek tol berbayar atau kerja sama dengan investor. Sementara itu, jalan-jalan non-tol yang digunakan mayoritas rakyat, sering kali dibiarkan rusak karena dianggap tidak memberikan keuntungan langsung bagi negara.
Ketiadaan dana, sering dijadikan alasan klasik untuk menunda perbaikan jalan atau pembangunan infrastruktur keselamatan lalu lintas. Padahal, ketiadaan dana ini lebih disebabkan oleh salah prioritas anggaran. Banyak anggaran negara yang habis untuk belanja pegawai, proyek mercusuar, atau kepentingan elit politik. Sementara, kebutuhan mendesak rakyat sering kali terabaikan.
Solusi Islam: Negara Sebagai Pelayan Rakyat
Berbeda dengan sistem Islam. Sistem Islam menempatkan negara sebagai pelayan rakyat (raa’in), yang bertanggung jawab penuh atas keselamatan dan kesejahteraan rakyatnya. Dalam Islam, infrastruktur jalan adalah kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi oleh negara demi kelancaran aktivitas masyarakat. Hal ini tidak hanya berlaku untuk manusia, bahkan untuk binatang.
Khalifah Umar bin Khaththab ra. memberikan teladan nyata, bagaimana seorang pemimpin bertanggung jawab atas infrastruktur jalan. Beliau memastikan bahwa setiap jalan dalam kekuasaan Isla, berada dalam kondisi layak dan aman digunakan. Umar bahkan pernah berkata, “Seandainya ada seekor keledai tergelincir di Irak karena jalan yang buruk, aku khawatir Allah akan meminta pertanggungjawaban dariku.” Pernyataan ini menunjukkan betapa besar perhatian Islam terhadap keamanan dan kenyamanan jalan sebagai hak rakyat.
Selain itu, sistem Islam memiliki mekanisme anggaran, yang memungkinkan penyelesaian masalah infrastruktur secara cepat dan tuntas. Dalam sistem ini, kebutuhan mendesak rakyat, seperti perbaikan jalan rusak, tidak terhambat oleh prosedur panjang atau keterbatasan anggaran.
Negara dapat memanfaatkan berbagai sumber pemasukan, dari zakat, jizyah, kharaj, atau hasil kepemilikan umum (tambang, migas, hutan), untuk membiayai kebutuhan tersebut tanpa batas waktu tertentu.
Islam juga memberikan perhatian besar terhadap pendidikan keselamatan berkendara. Proses pengaturan lalu lintas, penerbitan izin mengemudi, hingga edukasi masyarakat dilakukan dengan prinsip menjaga nyawa sebagai salah satu tujuan syariat (maqashid syariah). Dalam sistem Islam, negara tidak akan menyerahkan keselamatan rakyatnya pada mekanisme pasar, tetapi mengambil tanggung jawab penuh untuk melindungi mereka.
Harapan untuk Masa Depan
Tingginya angka kecelakaan lalu lintas, adalah cerminan kegagalan sistem dalam mengelola keselamatan rakyat. Jika ingin melihat perubahan nyata, maka paradigma Kapitalisme harus ditinggalkan. Islam secara nyata memberikan solusi komprehensif dengan menempatkan penguasa sebagai pelayan rakyat, memastikan infrastruktur jalan aman dan layak, serta mendidik masyarakat untuk menjaga keselamatan di jalan.
Kecelakaan lalu lintas bukanlah sekadar angka statistik, tetapi persoalan nyawa yang harus menjadi prioritas utama negara. Jika negara abai, maka rakyatlah yang menjadi korban. Sudah saatnya kita beralih pada sistem yang benar-benar berpihak kepada rakyat dan memberikan perlindungan terbaik bagi mereka. Wallahualam bissawab. [US]
0 Comments: