OPINI
Jual Beli Bayi Marak, Buah dari Sekularisme
Oleh. Rini (Komunitas Ibu Peduli Negeri)
SSCQMedia.Com- Dua oknum bidan berinisial JE (44 tahun) dan DM (77 tahun) telah ditetapkan sebagai tersangka pelaku jual beli bayi oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Daerah Istimewa Yogyakarta. Kedua tersangka telah melakukan praktik terlarangnya semenjak tahun 2010. Tercatat hingga 4 Desember 2024 keduanya telah berhasil menjual 66 bayi terdiri dari 28 bayi laki-laki, 36 bayi perempuan dan 2 bayi tanpa keterangan jenis kelamin. Dengan jangkauan wilayah penjualan bayi sampai ke Surabaya, Bandung, NTT, Bali, Papua selain Yogyakarta tentunya. Pendapatan yang diperoleh berkisar Rp55 juta hingga Rp65 juta untuk bayi perempuan dan Rp65 juta hingga Rp85 juta untuk bayi laki-laki dengan modus sebagai ganti biaya persalinan. (Republika.co.id, 12-12-2024).
Tindakan Kriminal Mewarnai Kehidupan Sekuler
Kasus penjualan bayi di Yogyakarta ini bukanlah satu-satunya peristiwa yang terjadi. Namun, kasus yang selalu berulang menandakan kasus ini telah tersistem. Setelah dicermati, faktor yang menjadikan kasus penjualan bayi ini yang seakan tidak bisa dihentikan di antaranya adalah problem ekonomi, maraknya seks bebas yang berakibat dengan kehamilan tidak diinginkan, tumpulnya hati nurani, serta pergeseran nilai kehidupan.
Sulit dan kurangnya lapangan pekerjaan yang dibutuhkan menyebabkan angka pengangguran tinggi serta jaminan negara atas kesejahteraan rakyatnya pun sangat minim karena sedikitnya peran negara dalam mewujudkannya.
Kebebasan yang dijunjung tinggi dalam bertingkah laku termasuk di dalamnya kebebasan bergaul dengan lawan jenis menyebabkan maraknya seks bebas. Perbuatan yang dilakukan tanpa batas ini, meskipun harus melanggar norma dan agama selama tidak ada paksaan dan kekerasan hingga berujung pada kehamilan pun banyak terjadi. Hanya demi alasan melanjutkan pendidikan, belum adanya kesiapan dalam mengasuh bayi atau rasa malu atas bayi dari hasil perzinahan banyak pasangan terlarang ini memilih untuk menyerahkan perawatan bayinya pada praktik-praktik ilegal dan tidak bertanggung jawab ini. Seakan tindakan menyerahkan perawatan bayi dari hasil perzinahan ini adalah tindakan yang tepat dalam menyelesaikan kasus kehamilan yang tidak diinginkan.
Jauhnya masyarakat dari aturan Allah Swt. inilah menjadi landasan di dalam setiap perbuatannya tanpa lagi memperhitungkan halal-haram, tetapi hanya berlandaskan manfaat dan nilai materi saja. Ketaatan kepada penciptanya sangat diabaikan bahkan ketakutan terhadap murka Allah Swt. dan membahayakan orang lain tak lagi terpikirkan dalam benak mereka.
Ketidakpahaman terhadap Islam sesungguhnya sudah melanda setiap kalangan. Maraknya tindak kriminal yang tidak lagi melihat status pendidikan seseorang adalah salah satu buktinya.
Tumpulnya hukum yang dijalankan tak juga mampu memberi efek jera bagi pelaku kriminal. Untuk kasus jual-beli bayi ini mereka hanya akan mendapatkan sanksi berupa pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp300 juta sesuai dengan UU Nomor 17 tahun 2016 tentang perlindungan anak serta pasal 76F UU Nomor 35T tahun 2014.
Hukuman ini pun masih bisa ditarik ulur sesuai kesepakatan akibat para petugas peradilan yang kurang amanah sehingga wajar bagi pelaku berinisial JE yang diketahui pernah menjadi residivis pada tahun 2020 dengan vonis penjara 10 bulan di Lapas Wirogunan, Yogyakarta tidak merasa takut dan jera untuk mengulangi perbuatan terlarangnya tersebut.
Peristiwa yang selalu terulang ini tidak bisa dilepaskan dari diterapkannya sistem sekuler kapitalistik. Kecintaan akan harta telah mematikan hati nurani bidan yang seharusnya memegang peran penting dalam pelayanan dan penjagaan kesehatan perempuan saat hamil, melahirkan dan pasca melahirkan. Tertutupnya pintu kebaikan dan terbukanya pintu kejahatan sebagaimana problem jual beli bayi dan tindak kejahatan yang lain akan senantiasa mewarnai kehidupan masyarakat.
Islam Menyelesaikannya dari Akar Masalah
Islam sesungguhnya mempunyai solusi yang fundamental dan revolusioner. Dengan diterapkannya syariat dalam segala sendi kehidupan baik individu, masyarakat dan negara maka akan tercipta suasana keimanan yang kuat. Membentuk dan terbentuknya individu yang beriman dan bertakwa sehingga perilakunya sesuai dengan syariat adalah buah diterapkannya sistem pendidikan Islam dan sistem sosial (pergaulan) Islam.
Dalam Islam ada kewajiban untuk menundukkan pandangan, menutup aurat, larangan bergaul dengan lawan jenis tanpa ada kepentingan yang dibolehkan demi kemaslahatan umat. Misalnya, pendidikan, kesehatan, perdagangan, dll. Islam pun melarang adanya aktivitas campur baur dengan lawan jenis (ikhtilat). Ini sebagian dari syariat Islam sebagai bentuk pencegahan dan demi kemuliaan serta ketinggian martabat manusia itu sendiri.
Adanya jaminan kesejahteraan oleh negara, individu per individu dapat memberikan dampak dalam menjaga diri rakyat dari perbuatan mencari harta dengan cara yang diharamkan. Misalnya dengan membuka lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya bagi pencari nafkah (laki-laki) yang memampukannya untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan bagi keluarganya.
Penerapan ekonomi Islam menjadikan pelayanan akan pendidikan dan kesehatan bisa diakses dengan mudah dan murah oleh semua warga. Begitu pula alat transportasi, air, BBM, gas yang menjadi kebutuhan pokok selain sandang, pangan dan papan pun murah dan mudah didapatkan karena negara menjalankan tugasnya sebagai pelayan rakyat. Sumber daya alam yang ada dikelola dengan amanah dan dikembalikan manfaatnya untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat.
Sanksi yang tegas dalam peradilan Islam mampu mencegah kejahatan serupa sebagaimana yang terjadi pada pelaku jual- beli bayi ini.
Rasul saw. memperingatkan dengan tegas dalam sabdanya, "Ada tiga jenis orang yang Aku menjadi musuh mereka pada hari kiamat, seseorang yang bersumpah atas nama-Ku lalu mengingkarinya, seseorang yang menjual orang yang telah merdeka, lalu memakan hasil penjualannya (harganya) dan seseorang yang mempekerjakan pekerja kemudian pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya, namun tidak memberi upahnya.” (HR Bukhari)
Pemimpin Islam adalah sosok pemimpin yang memiliki hubungan ideal dengan rakyatnya. Keberadaan pemimpin yang melindungi dan menjaga serta menjamin kesejahteraan individu per individu pun mampu mencegah tindak kriminal di masyarakat.
Wallahualam bissawab. [Hz]
0 Comments: