Headlines
Loading...
Kampus, Mencetak Generasi Bermutu atau Uang Palsu?

Kampus, Mencetak Generasi Bermutu atau Uang Palsu?

Oleh. Rina Herlina 

SSCQMedia.Com- Miris. Rasanya ini kata yang tepat menanggapi terkait adanya temuan pabrik uang palsu di kampus II Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin, Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Kampus II UIN Alauddin yang terletak di Jl HM Yasin Limpo, Kelurahan Romangpolong, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan ini, disebut-sebut menjadi tempat mencetak uang palsu. Terbongkarnya pabrik uang palsu ini, menjadi pemberitaan yang cukup menghebohkan sampai viral di jagat maya, (makassar.tribunnews.com, 16-12-2024).

Kampus yang seharusnya menjadi tempat mencetak generasi-generasi cerdas penerus peradaban justru beralih fungsi menjadi tempat mencetak uang palsu. Ternyata sudah serusak ini dunia pendidikan di Indonesia.

Tentu saja ada banyak faktor yang melatarbelakangi adanya oknum yang terlibat dalam praktik pembuatan uang palsu. Terutama sekali adalah faktor politik dan hukum. Ya, lemahnya penegakan hukum di negeri ini membuat berbagai kejahatan menjadi begitu marak termasuk oknum pembuat uang palsu. Apalagi pelaku korupsi juga kian meningkat dan ditambah dengan banyaknya oknum yang sering kali menyalahgunakan kekuasaan sehingga menjadikan negeri ini semakin terpuruk dalam berbagai lini kehidupan. 

Belum lagi keterbatasan regulasi dan pengawasan, juga perubahan politik dan ekonomi yang seringkali tidak stabil, membawa dampak sangat buruk dalam bidang ekonomi, sehingga wajar jika pencucian uang dan kejahatan keuangan marak, juga pembuatan dan peredaran uang palsu kian merebak.

Keberadaan sistem kapitalisme sekuler yang dianut negara, juga memperparah kondisi yang notabene sudah amburadul. Karena asas dari sistem ini adalah materi dan pemisahan agama dari kehidupan. Sehingga wajar jika banyak orang mau melakukan berbagai cara demi tercapainya maslahat dan berharap mendapat kebahagiaan sebanyak-banyaknya. Apalagi ditambah dengan ide dasar pemisahan agama, sehingga agama dalam hal ini Islam tidak dibiarkan mengatur urusan kehidupan. Agama hanya berkutat dalam persoalan ibadah saja. Keberadaan Sang Pencipta dinihilkan perannya dari mengatur seluruh aspek kehidupan.

Maka, adanya oknum-oknum yang menghalalkan segala macam cara untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat materi adalah sebuah keniscayaan dalam sistem yang ada saat ini. Kepuasan mereka hanya jika memiliki materi melimpah. Sehingga oknum tersebut akan rela berbuat apa saja sekalipun melanggar hukum seperti pada kasus pembuatan uang palsu ini.

Baik buruk, benar salah sudah tidak menjadi tolok ukur bagi sebagian besar masyarakat dalam menjalani kehidupan. Apalagi halal haram, semua ini sudah tidak dianggap penting lagi. Yang terpenting hanyalah bagaimana menciptakan kebahagiaan dan mendapatkan materi yang banyak. Betapa pemikiran umat sudah sangat rendah sehingga urusan halal haram tidak lagi menjadi alat penting untuk mengukur perbuatan.

Padahal dalam hukum Islam, pembuatan dan peredaran uang palsu dianggap sebagai tindakan kriminal yang serius dan dapat dikenakan hukuman berat. Hal ini berdasarkan pada firman Allah dalam ayat-ayatnya, seperti dalam surat Al-Baqarah ayat 188: "Dan janganlah kamu memakan harta orang lain dengan cara yang batil."

Atau dalam hadits Nabi Muhammad Saw: "Barang siapa membuat uang palsu, maka dia telah membuat perang terhadap Allah dan Rasul-Nya." (HR. Ibn Majah)

Hukuman untuk pelaku pencetak uang palsu ditentukan oleh penguasa. Hukumannya bisa berupa hukuman cambuk (100-200 kali), jika merujuk kepada hadis Nabi Muhammad Saw., hukuman penjara, atau denda yaitu sebesar nilai uang palsu yang dibuat. Perlu diingat dan digarisbawahi bahwa hukuman tersebut harus diterapkan oleh otoritas yang berwenang dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, dalam hal ini adalah seorang Khalifah (pemimpin). Wallahualam. [My]


Payakumbuh, 17 Desember 2024

Baca juga:

0 Comments: