Kisah Inspiratif
Kasih Mama Sepanjang Masa
Oleh. Hanif Eka Meiana, SE
SSCQMedia.Com- Hujan turun dengan derasnya. Kadang ia berisik namun rintiknya menentramkan hati. Memandangnya saja membuat siapapun betah berlama-lama. Dan indahnya lagi, setelah hujan reda pelangi muncul dengan sangat indahnya, memberi harapan bagi hati-hati yang gelisah oleh kehidupan.
Ya seperti itu pula aku melihat mama. Seorang ibu yang membesarkanku dengan penuh kesabaran. Ketegarannya dalam menghadapi kenakalanku membuat aku selalu merasa bersalah atas perlakuan burukku padanya. Nasehat dan petuahnya selalu mengiringi langkahku kemanapun aku berada. Doa-doa yang ia panjatkan menghantarkanku pada kehidupan yang lebih mudah untuk dijalani. Saat aku merasa takut dan gelisah, untaian kasihnya membimbingku untuk lebih kuat menghadapi kenyataan. Walau kadang mama sering mengomel, hal itu sesungguhnya untuk kebaikan anak-anaknya.
Sepanjang hidupku, orang luar biasa yang ingin aku bahagiakan ialah mama. Ia menjadi daftar orang yang menguatkanku dan menjadi tujuan dari kesuksesanku. Mama yang juga yang selalu ada saat aku butuh. Ia yang menjadi motivator ulungku dalam menapaki kerasnya hidup. Walau pemahaman agamanya masih minim, karena beliau mualaf dan baru belajar Islam setelah menikah, tetapi nilai-nilai Islam berusaha beliau tanamkan kepada anak-anaknya. Seperti mengajarkan akhlak yang baik, adab-adab yang baik, menjauhi pacaran, bersikap sopan-santun kepada siapapun, dan menjadi manusia yang bermanfaat bagi yang lainnya.
Dari beliau aku belajar untuk mengalahkan diriku sendiri. Tak ada yang mendorongku untuk menjadi terbaik di bidang akademik. Motivasiku untuk menjadi yang terbaik ialah karena ingin membahagiakan mama dan keluarga. Sebagai wujud syukurku, aku belajar dengan giat. Berusaha memperoleh nilai terbaik pada setiap mata pelajaran.
Hingga aku mengikuti beberapa perlombaan. Pernah satu saat, aku mengikuti lomba akuntansi di Jawa Timur. Aku sudah berusaha yang terbaik, dan kondisiku saat itu sangat mencemaskan. Aku mengikuti lomba dalam kondisi yang kurang sehat, minder dengan para pesaingku, juga keinginan untuk bisa lolos SNMPTN di malang seminggu kemudian. Aku menangis dan merasa kacau saat itu. Hingga mama datang dan menghiburku. Beliau berucap, "Nek kowe ditakdirke menang, yo kowe pasti menang mbak. Ndak peduli mereka belajar koyo opo, nek Allah gak nakdirke mereka menang yo gak bakalan menang" (Kalau kamu ditakdirkan menang, ya kamu pasti menang mbak, tidak peduli mereka belajar seperti apa, kalau Allah tidak menakdirkan mereka menang ya tidak bakal menang).
Kata-kata itu yang akhirnya menguatkanku. Hingga aku mendapat juara 3 di tingkat Provinsi Jawa Timur, dan mendapat nilai ujian terbaik ketiga di sekolahku. Walau pada akhirnya aku tidak lolos masuk perguruan tinggi negeri, mama kembali menguatkanku. Berkat doa-doanya aku mampu diterima di perguruan tinggi swasta di Jogja dan aku memulai perjalanan hijrahku dari sana.
Dari mama aku juga belajar untuk mencintai ilmu. Kala aku duduk di bangku sekolah mama sering meminta untuk dipinjamkan buku-buku agama. Aku pun juga ikut menyukai buku-buku dan membaca setiap jenis buku. Mulai dari novel, komik, buku agama, buku pengetahuan hingga buku filsafat. Kegiatan yang asyik saat di rumah yakni membicarakan buku yang kami baca. Hal ini pun terbawa hingga aku dewasa. Aku sering haus ilmu, datang ke kajian, menyimak, hingga membaca buku-buku terkait yang aku pelajari.
Apalagi ketika kami bergabung dalam sebuah jemaah dakwah. Mama akhirnya mau mulai belajar iqra dan bisa lancar membaca Al Qur'an setelah beliau ikut dalam aktivitas dakwah. Kami sekeluarga masuk secara bersama-sama walau terpisah tempat. Aku mengaji dan kuliah di Jogja, adikku di Solo, sementara papa dan mama masih di Pasuruan. Hingga akhirnya kami dapat kumpul kembali dan tinggal bersama di Klaten.
Hal menariknya ialah kami disatukan dalam satu kelompok kajian Islam (halqoh), ya kecuali papa. Berangkat ngaji bersama-sama, berdiskusi bersama hingga mengatur strategi dakwah bersama-sama. Pengetahuan mama yang luas soal sejarah karena beliau telah lama membaca dari berbagai sumber buku, membuat kami tertarik untuk selalu bertanya kepada mama baik saat halqoh maupun di luar halqoh. Beliau menjadi rujukan saat guru ngajiku tak paham akan sejarah.
Mama juga tak pernah menuntut apa-apa kepada kami anaknya. Yang ia inginkan adalah anaknya bahagia dengan apa pun keputusan dan pilihan hidupnya. Asalkan anaknya selalu dekat dengan Allah, tetap menjaga salatnya dan menerima ketetapan Allah dengan baik, bagi mama itu sudah cukup.
Aku pernah berdebat dengan mama soal pengasuhan anak, yang kemudian hal itu membuat jarak di antara kami. Tapi sesungguhnya mama hanya menginginkan yang terbaik untuk putri dan cucunya. Anak-anakku pun akhirnya lebih dekat dengan neneknya. Pada akhirnya aku mengakui, beberapa hal ternyata aku salah.
Mama juga selalu mengutamakan anaknya dibandingkan dirinya sendiri. Saat beliau sakit, masih saja memikirkan anaknya. Mama juga jarang meminta apa pun kepada kami. Hingga akhirnya kami sebagai anak selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk mama kami. Saat kami dewasa, masih saja aku dan adikku bergantung pada mama.
Mama juga mengajariku cara bergaul yang baik. Beliau selalu bisa diterima oleh siapapun. Tak ada yang memusuhi atau menjaga jarak kepada mama kecuali hanya karena pemikiran Islam yang tak disukai oleh beberapa orang. Akupun akhirnya belajar untuk bergaul dengan siapapun asalkan mereka juga baik. Kami bertukar pikiran untuk bisa mendakwahkan Islam kepada masyarakat. Saling bersinergi dalam dakwah. Kala mama sedang lelah, aku yang menggantikannya mengisi kajian, begitu pula sebaliknya, saat aku tengah sibuk mama yang menggantikanku.
Di tengah gempuran pemikiran kapitalisme sekuler, mama selalu mengarahkan kami pada jalan yang lurus. Walau dahulu beliau termasuk orang berada, namun mama mengajari kami untuk hidup sederhana. Ketika masa sulit, mama membantu papa bekerja. "Pernah mbak, aku ora mangan telung dino karo bapakmu, mung karo sego karo kerupuk tok. Pas iku kowe karo adikmu butuh kiriman gawe kuliah". Subhanallah. Baru tahu aku kalau ada kejadian seperti itu.
Banyak hal yang aku pelajari dari mama. Sikap sabarnya, istikamahnya belajar Islam, kecintaannya akan ilmu, silaturahimnya, sedekahnya, salat sunahnya, puasanya, dan lainnya. Walau aku sering salah dan menyakiti mama, tetapi mama selalu memaafkanku.
"Mama, terimakasih atas segalanya. Kasihmu yang tulus akan selalu mengiringi langkahku. Hanya memikirkanmu saja membuatku menangis, mengingati dosa dan kesalahanku padamu. Maafkan anakmu ini, Ma, yang belum bisa membahagiakanmu. Semoga doa-doa yang engkau panjatkan dikabulkan oleh Allah Swt. Allah curahkan kasih sayangnya, dan berikan takdir terbaik padamu ma. Bismilah, semoga di masa tuamu, aku mampu berikan kebahagiaan dan berusaha menjadi anak yang berbakti padamu. Yuk, Ma, kita berlomba menuju jannah-Nya, berlomba merebut rida-Nya dan semoga kita dipertemukan kembali kelak di surgaNya. Amin."
Klaten, 17 Desember 2024
0 Comments: