Headlines
Loading...
Oleh. Widya Sucitra
(Muslimah Peduli Umat)

SSCQMedia.Com-
Persoalan kurangnya akses terhadap air bersih masih menjadi PR bagi pemerintah. Padahal, negeri ini kaya akan sumber daya air. Namun faktanya, krisis air bersih masih menimpa masyarakat, khususnya saat memasuki musim kemarau.

National Geographic Indonesia mengungkapkan bahwa banyak wilayah di NTB dan NTT memiliki akses terbatas terhadap air bersih. Berdasarkan data BPBD NTB, hingga saat ini jumlah warga yang terdampak kekeringan mencapai lebih dari 500 ribu jiwa. Mereka tersebar di 77 kecamatan. Dari 10 kabupaten/kota, sembilan di antaranya telah menetapkan status siaga darurat kekeringan (mediaindonesia.com, 25/9/2024).

Sementara itu, di NTT sejumlah wilayah bahkan mengalami kekeringan ekstrem akibat tidak turunnya hujan selama berbulan-bulan. BMKG telah menetapkan status siaga kekeringan di 225 dari 309 wilayah kecamatan yang tersebar di berbagai kabupaten di provinsi tersebut (okezone.news.com, 6/9/2024).

Kondisi ini berdampak pada kelompok rentan, seperti anak-anak, perempuan, dan penyandang disabilitas. Mereka harus membeli atau mengantre berjam-jam untuk mendapatkan air bersih. Krisis air bersih di tengah berlimpahnya sumber daya air di negeri ini menunjukkan adanya kesalahan dalam tata kelola air yang membahayakan kehidupan. Salah satu penyebab krisis air adalah berkurangnya daerah resapan air di daerah hulu.

Penerapan sistem kapitalisme telah menyebabkan sebagian besar hutan dialihfungsikan menjadi kawasan ekonomi atau dibabat untuk kepentingan industri. Hal ini terjadi karena dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme, liberalisasi menjadi prinsip ekonomi yang mendukung siapa saja yang memiliki modal untuk mengelola sumber daya alam. Liberalisasi ini menyebabkan privatisasi sektor air terus berlangsung. Padahal, air merupakan kepemilikan umum (publik), tetapi berubah menjadi milik swasta.

Negeri ini membutuhkan visi politik sumber daya alam yang berorientasi pada kemaslahatan rakyat. Hal tersebut hanya dapat terwujud dalam kehidupan yang diatur oleh kepemimpinan Islam. Dalam Islam, pemimpin diposisikan sebagai ra‘in (pengurus rakyat), sehingga ia terikat dengan syariat Islam dan menjalankannya dengan penuh tanggung jawab. Pemimpin dalam Islam memahami bahwa kepemimpinannya akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Salah satu tanggung jawab negara adalah menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyatnya, termasuk kebutuhan akan air bersih, individu per individu.

Dalam Islam, sumber-sumber mata air, sungai, laut, selat, teluk, dan danau merupakan kepemilikan umum yang tidak boleh dikomersialisasi. Negara juga bertanggung jawab menentukan himmah (daerah perlindungan) di daerah hulu untuk menjaga daerah resapan air tetap terjaga. Di bawah sistem Khilafah, negara akan mengelola mata air sehingga seluruh rakyat dapat menikmatinya secara gratis. Negara wajib mendirikan industri air bersih dengan sistem perpipaan untuk memenuhi kebutuhan air bersih setiap individu kapan pun dan di mana pun.

Pemanfaatan kemajuan sains dan teknologi, sebagaimana pernah terjadi pada era Khilafah, dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah ini. Semua mekanisme penyelesaian masalah krisis air hanya dapat diterapkan oleh negara yang menjalankan sistem Islam, yakni Khilafah.

Wallahualam bissawab. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: