Kisah Inspiratif
Mamah, The Best Inspiration
Oleh. Rina Herlina
SSCQMedia.Com- Aku terlahir sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Kedua adikku semuanya berjenis kelamin laki-laki. Aku terlahir dari seorang ibu dan ayah berdarah Sunda. Ya, tempat lahir bapak Tasikmalaya, sementara mamah lahir di Ciamis, tepatnya di Desa Patakaharja.
Seingatku, saat kecil dahulu, kehidupan keluargaku sangatlah sederhana bahkan pas-pasan. Kata mamah, saat mamah menikah dengan bapak, qadarullah setelah menikah tidak langsung diberikan momongan. Mamah dan bapak harus bersabar menunggu selama empat tahun, sampai akhirnya aku hadir dalam perut mamah.
Saat usia kehamilan mamah sudah mulai besar, mamah memilih pulang ke Ciamis karena ingin dekat dengan nenek. Mungkin karena saat itu kelahiran anak pertama, jadi mamah ingin didampingi nenek. Apalagi melahirkan anak pertama, tentu mamah belum berpengalaman.
Alhamdulillah tepat 36 tahun yang lalu, aku lahir ke dunia dengan selamat. Kata mamah, saat usiaku baru tiga bulan, aku diboyong ke Tasikmalaya. Jadi, di Ciamis aku cuma numpang lahir saja. Sebagai seorang istri, tentu saja mamah ingin menjadi istri yang baik. Maka, mamah rela hidup jauh dari keluarga besarnya di Ciamis. Alhamdulillahnya, abah, kakekku dari pihak bapak katanya sangat menyayangi mamah. Jadi, setiap ada pertengkaran yang terjadi dalam rumah tangga mamah dan bapak, abah selalu hadir menengahi. Bahkan, abah selalu membela mamah dan selalu menyalahkan bapak yang notabene adalah anaknya.
Perjuangan mamah dalam membesarkanku sungguh tidak mudah. Seperti yang kukatakan di awal, keluargaku memang cukup prihatin untuk urusan ekonomi. Sampai-sampai mamah akhirnya harus turun tangan membantu perekonomian. Ya, aku ingat betul saat aku kecil aku selalu menemani mamah berjualan gorengan keliling kampung setiap pagi.
Saat itu, adikku yang pertama juga sudah hadir. Jarak usiaku dengan adik hanya satu setengah tahun. Bisa kubayangkan repotnya mamah dalam mengurusi kami yang masih kecil-kecil. Apalagi mamah tiap pagi mulai pukul tiga sudah bangun untuk menyiapkan adonan gorengannya. Untuk selanjutnya menggorengnya sampai akhirnya semuanya siap untuk dibawa keliling. Saat itu kami tidak punya kendaraan bermotor, jangankan motor, sepeda pun kami tidak punya. Jadilah setiap pagi kami berjalan kaki berkeliling kampung berharap orang-orang kampung mau membeli gorengan mamah.
Ya, namanya juga jualan, kadang habis kadang bersisa. Kalau ada sisa, maka itulah yang jadi sarapan kami pagi itu. Mamah itu tipikal perempuan yang tidak suka banyak mengeluh. Mamah juga jarang membagi kesedihannya ke sembarang orang termasuk kepada pihak keluarga baik keluarga mamah ataupun bapak. Jadi kalau ada masalah, mamah lebih suka menyimpannya rapat-rapat. Mamah juga jarang pulang ke Ciamis, bahkan nyaris tidak pernah pulang. Padahal aku yakin jika mamah rindu keluarganya di sana. Aku yakin mamah sebenarnya nelangsa, tapi mamah gak mau orang tahu. Cukup semua luka yang dirasakan, ia balut sendiri.
Jatuh bangun mamah mendampingi bapak, menghadapi keras kepalanya, dan sifat dominannya bapak. Bapak tipikal orang yang tidak mau mendengarkan nasihat. Bapak selalu merasa punya pendapat sendiri tentang apa pun. Dalam hal apa pun, bapak nyaris tidak pernah melibatkan mamah. Apalagi saat bapak tahu mamah bisa mencari penghasilan sendiri dengan berjualan gorengan, bahkan berikutnya mamah secara berangsur bisa membuat warung kecil-kecilan. Itu menjadikan bapak sedikit abai dalam memberikan nafkah untuk mamah. Parahnya, karena merasa mampu menghasilkan uang sendiri, maka mamah juga membiarkan saja perilaku bapak yang seperti ini.
Jadi, meski keduanya terikat oleh pernikahan, namun dalam urusan keuangan mereka masing-masing. Sepertinya hal ini berlanjut sampai kami besar. Apalagi warung kecil-kecilan mamah pernah mencapai masa kejayaannya. Mungkin saat itu, karena baru mamah yang membuka warung, alhamdulillah memang rame. Mamah juga ternyata punya bakat dalam berdagang. Puncaknya, tanah yang dijadikan warung kecil-kecilan tersebut mampu mamah dan bapak beli, sampai akhirnya bisa mendirikan rumah di atasnya. Tentu saja ini adalah pencapaian besar untuk keluarga kami terutama mamah. Saat itu perekonomian keluargaku memang mulai membaik. Ini terjadi semata-mata berkat Allah dan juga berkat kesabaran dan kegigihan mamah dalam membesarkan warung dan menjalani kehidupan rumah tangga bersama bapak yang super keras kepala.
Bagiku mamah memang the best inspiration. Sosoknya yang sederhana dan mampu bersabar dalam sulitnya kehidupan yang harus dijalani, menjadikannya tumbuh menjadi seorang ibu sekaligus isteri yang kuat. Maka wajar rasanya jika kaum perempuan dijuluki ras terkuat di bumi, karena mamahku adalah buktinya. Aku banyak belajar tentang sebuah kesabaran dari sikap mamah dalam menghadapi perangai bapak yang terkadang sangat keterlaluan dan melampaui batas. Aku tidak tahu alasan pasti kenapa sejauh ini mamah masih bertahan, namun satu yang menjadi kepastian adalah karena Allah-lah yang menguatkan mamah sampai sejauh ini.
"Aku menyayangimu, Mah. Terima kasih karena sudah berjuang untuk membesarkan aku dan adik-adik. Maaf jika kami belum bisa membahagiakan. Namun, do'a terbaik dari kami senantiasa mengalun indah dalam syahdunya sepertiga malam."
"Terima kasih atas segala pengorbanan yang sudah Mamah lakukan dalam membesarkan kami. Terima kasih karena masih setia bersabar dalam menjalankan peranmu sampai sejauh ini. Aku tidak bisa membalasnya dengan hal serupa, tapi aku berdoa dan meminta kepada Allah, agar selalu menjagamu dan membimbingmu kepada kebaikan. Impian terbesarku adalah ingin membahagiakanmu baik di dunia maupun di akhirat. Mah, aku ingin sekali menjadi sumber kebahagiaanmu."
Payakumbuh, 17 Desember 2024
0 Comments: