Kisah Inspiratif
Menjadi Ibu Adalah Pilihan
Oleh. Hanif Eka Meiana, SE.
SSCQMedia.Com-
Menjadi wanita yang mandiri, berprestasi, dan berdikari adalah impianku dulu sebelum aku mengenal dakwah kampus. Aku memandang wanita yang mandiri itu keren, bisa membanggakan orang tua, membahagiakan diri sendiri, dan dapat menggali potensinya. Namun jalan hidup tidak selalu seperti yang kita bayangkan. Bahkan sering kali apa yang kita inginkan belum tentu Allah ridai, dan apa yang Allah mau belum kita penuhi.
Waktu pun berjalan, roda kehidupan berputar. Aku lulus sekolah dan melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Titik balik kehidupanku berubah dari sana. Semula aku yang berpikiran liberal dan sekuler menjadi terarahkan dengan pemikiran Islam. Pakaianku berubah, cara pikirku berubah, dan cara pandang akan kehidupan pun berubah. Sedikit demi sedikit aku mulai belajar hijrah, menggali tujuan hidup yang sesungguhnya serta mulai menerima apa pun ketetapan Allah.
Mama dan keluarga tak menuntut apa pun dari diriku. Hanya berharap agar aku mampu menggapai harapan dan mimpiku. Ada rasa tenang dan bahagia saat menjalani proses hijrahku. Namun di sela-sela waktu, aku masih menggunakan media sosial lamaku. Teman-temanku yang dulu menapaki jalan hidup yang berbeda denganku, mereka meraih kesuksesannya di usia muda. Ada perasaan iri dan cemburu melihat kesuksesan itu.
Sejujurnya aku juga masih ingin seperti temanku. Dapat melanjutkan kuliah, diterima di tempat kerja yang bergengsi, menjadi dosen, dan menikmati karir di usia muda. Namun takdir yang kupilih bukanlah seperti impianku yang dulu. Saat aku sadar bahwa hanya rida Allah yang harus kita harapkan, maka pilihan lain tidak akan dinilainya lagi, termasuk impianku dulu. Selepas aku lulus kuliah, aku dilamar teman kampusku sendiri dan beruntungnya sembari menyiapkan akad, aku diterima bekerja di salah satu perguruan tinggi swasta.
Tak berselang lama, setelah menjalani pernikahan, suamiku meminta aku untuk resign dari kantor dan fokus menjadi ummun wa robbatul bait. Tak pernah terpikir betapa melelahkannya berperan menjadi seorang ibu. Sebuah peran yang belum pernah aku jalani, kini aku harus menerima juga berperan optimal di dalamnya. Saat aku jenuh dengan rutinitasku, terpikir jika menjadi wanita yang mandiri akan lebih mudah untuk kujalani.
Namun, pemikiran itu seketika berubah saat teman dekatku bercerita kepadaku tentang kisah seorang perempuan yang mandiri. Beliau bercerita bahwa ada seorang perempuan yang sangat didukung penuh oleh suaminya untuk meraih mimpinya. Ia disekolahkan hingga ke tingkat yang tinggi, meraih berbagai gelar dan menjadi pembicara di berbagai pertemuan. Tak ada yang tak mengenal perempuan ini.
Hingga suatu ketika Allah hadirkan dalam keluarga ini seorang buah hati yang cantik dan menggemaskan. Sayangnya kedua orang tua dari bayi mungil ini sama-sama memiliki kesibukan, hingga akhirnya bayi tersebut diasuh oleh kerabat dekatnya hingga ia beranjak masuk sekolah. Ibu dari gadis kecil itu sangat memedulikan nilai akademik, hingga putrinya pun dibekali dengan berbagai kursus-kursus.
Kata temanku, "Kasihan, Mbak, selama libur sekolah dia belajar terus dan mengurung diri di kamar. Padahal yang lain asyik bermain dan bersenang-senang.”
"Apa dia nggak diajak senang-senang juga?" tanyaku.
"Enggak dibolehin ibunya, Mbak.” jawab temanku itu.
Diketahui mereka juga tinggal sendiri-sendiri. Ayahnya tinggal di rumah, ibunya sering keluar kota dan putrinya mondok di daerah lain. Yang lebih mirisnya lagi, putri kecil itu tumbuh menjadi anak yang manja dan sangat bergantung pada orang terdekatnya.
Beberapa tahun kemudian ayahnya jatuh sakit hingga harus dirawat inap. Putri dan istrinya tidak sepenuhnya bisa mendampingi dikarenakan kesibukan yang dijalani. Tak berselang lama, ayahnya meninggal dunia. Kesedihan menyelimuti keluarga kecil itu.
Sejak saat itu aku jadi sadar bahwa posisiku saat ini merupakan pilihan terbaik yang Allah beri. Rasa syukur menyelimuti relung hatiku. Jika saja aku di posisi perempuan tadi, sungguh bukan yang demikian yang aku inginkan. Tak ingin aku menjadi ibu yang meninggalkan pengasuhan terhadap anaknya, jarang berkhidmat pada suami ataupun melepaskan peran penuhnya sebagai ummun wa robbatul bait.
Kini aku memahami mengapa mamaku memilih untuk tidak bekerja dan berperan penuh di rumah. Masyaallah, selain mendapat rida Allah, anak-anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang baik dan salihah, suami terjaga hak-haknya dan keluarga menjadi sakinah mawadah warahmah. Saat kutanya mengapa mama dulu tidak bekerja, jawabnya, "Aku ndak pengen engko malah gajine luwih gede timbang Bapakmu.”
Mama selalu cukup dengan berapa pun pemberian dari papa. Alhamdulillah keluarga kami menjadi pengemban dakwah semua. Aku dan adikku selalu diikutsertakan dalam aktivitas dakwah. Potensi kami dapat memberikan kontribusi lebih untuk dakwah. Semua juga berkat mama. Aku bersyukur dengan peranku saat ini. Bahagia dengan apa yang kumiliki dan kujalani. Kasih sayang Allah tercurah begitu besar salah satunya karena peran seorang ibu.
Demikianlah bila kita tewarnai oleh Islam. Rida Allah menjadi harapannya, akhirat tujuan akhirnya. Tak perlu risau oleh perkara dunia. Cukup rida dengan ketetapan-Nya, melaksanakan tugas sesuai yang Allah perintahkan. Diam-diam aku bersyukur mama memilih peran sebagai ummun wa robbatul bait. Bisa dibayangkan jika mama melalaikan kewajibannya sebagai seorang ibu, bisa jadi aku tak seperti sekarang ini.
Namun bukan berarti perempuan yang bekerja itu salah. Tetapi yang salah adalah jika dengan bekerja dapat melalaikannya dari peran sebagai ummun wa robbatul bait. Sistem kapitalisme sekuler hari ini memaksa perempuan untuk terlibat aktif dalam mencari nafkah, perannya sedikit demi sedikit mulai diambil oleh dunia kerja. Hingga mampu merusakkan sendi-sendi dalam keluarga.
Setelah mengenal Islam kafah, mama menjadi ibu, nenek, yang sekaligus juga pengemban dakwah. Beliau masih semangat menuntut ilmu dan berdakwah di tengah-tengah umat. Aku pun memilih hal yang sama dengan mama bahkan sedikit tamak dengan menambah peran sebagai guru, desainer, dan penulis. Semoga kita mampu menjalani peran yang dimiliki dengan sebaik-baiknya. [Ni]
Klaten, 18 Desember 2024
0 Comments: