OPINI
Nasib Jaminan Kesehatan Rakyat
Oleh. Dita Septi
SSCQMedia.Com- Negara bertanggung jawab penuh atas berbagai urusan rakyat, tidak terkecuali untuk urusan kesehatan. Setiap rakyat berhak mendapatkan jaminan atas penyediaan fasilitas pelayanan memadai yang dapat menjaga kesehatan dan mengobati penyakit mereka. Namun tampaknya masalah kesehatan rakyat masih menjadi masalah panjang bagi negeri ini.
Pemerintah telah menyediakan program jaminan kesehatan nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan yang berperan dalam penyediaan layanan dan pembiayaan atas fasilitas kesehatan bagi rakyat dengan pembayaran iuran rutin tiap bulan. Awal bulan kemarin, Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizky Anugrah menyatakan bahwa pembayaran beban jaminan kesehatan oleh negara sampai Oktober 2024 tercatat lebih tinggi dari pada besar iuran yang diperoleh, yaitu sebesar 109,62%. Hal ini berpotensi mengakibatkan defisit dana dan aset jaminan sosial mulai tahun depan bahkan juga berisiko menyebabkan gagal bayar oleh negara. Kondisi tersebut menuntut negara untuk mewacanakan kenaikan iuran bulanan di atas 10% agar dapat menutupi defisit anggaran (finansial.bisnis.com, 7/12/2024).
Kenaikan anggaran BPJS Kesehatan bukan terjadi kali ini saja. Terhitung telah terjadi kenaikan sebanyak 4 kali mulai sejak 2016. Anggaran kesehatan yang naik ini merupakan salah satu akibat dari tingginya biaya kesehatan di Indonesia akibat inflasi kesehatan paling tinggi di kawasan ASEAN yaitu sebesar 13,6%. Angka ini bahkan disebut lebih tinggi secara rata-rata global (liputan6.com, 3/10/2024).
Masalah kesehatan lain di negeri ini yaitu ketidakmerataan tenaga kesehatan, terutama pada daerah-daerah terpencil. Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Tengah menyampaikan daerah Kalteng mengalami kekurangan tenaga dokter sebanyak 1.900 orang dari kebutuhan seharusnya sebanyak 2.700 orang (rri.co.id, 1/10/2024). Hal ini dapat terjadi akibat urban sentris menjadikan orientasi para lulusan dokter lebih memiliki penghidupan di perkotaan yang lebih menjamin pemenuhan kebutuhan mereka, sehingga proporsi penyebaran menjadi tidak merata ke seluruh wilayah negeri. Ketidakmerataan ini juga terjadi pada fasilitas kesehatan (faskes) yang memadai.
Ketimpangan kualitas pelayanan dan tenaga kesehatan ini menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap penyedia faskes menurun dan mengganti preferensi masyarakat dalam mengobati penyakit mereka. Sebanyak 80% masyarakat, terutama di pedesaan, lebih memilih pengobatan mandiri atau self-medication yang dianggap lebih murah, praktis, dan cepat (goodstats.id, 6/6/2024). Hal ini menjadi sesuatu yang wajar jika mengingat masih banyak masyarakat yang tergolong miskin dengan pendapatan rendah dan akses faskes yang sulit.
Komersialisasi Kesehatan dalam Kapitalisme
Sederet masalah kesehatan negeri ini tak lepas dari hasil sistem kapitalisme yang menyuburkan komersialisasi pada hak-hak penting rakyat, salah satunya di bidang kesehatan. Komersialisasi ini menyebabkan biaya kesehatan yang semakin tinggi dan penyebarannya tidak merata akibat penguasaan korporat di berbagai titik mulai dari industri obat, alat kesehatan, rumah sakit, dan apotek. Masuknya korporat dalam bisnis kesehatan akan mengutamakan keuntungan dibandingkan jaminan kesehatan dan kesembuhan bagi rakyat.
Bukti lain komersialisasi kesehatan yang ada yaitu tuntutan akreditasi pendidikan, profesi, dan ketenagakerjaan kesehatan yang ditarget agar sesuai standar internasional. Akreditasi oleh lembaga sejatinya hanya menjadi lahan bisnis yang semakin memberatkan biaya pendidikan tenaga kesehatan yang sebenarnya sudah mahal.
Prioritas Kesehatan Rakyat dalam Islam
Pemimpin dalam Islam berkewajiban menjadi raa’in, yaitu pengurus seluruh urusan umat. Pemimpin dan pejabat negara hanya akan menyusun dan melaksanakan program atas tujuan keridaan Allah dan berlandaskan syariat Islam. Pengaturan dalam Islam menjadikan kesehatan rakyat sebagai kebutuhan dasar yang harus disediakan oleh negara dan meniadakan komersialisasi kesehatan bagi bisnis dan korporasi. Rasulullah saw. bersabda, “Imam (khalifah) yang menjadi pemimpin manusia laksana penggembala. Hanya ialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Bukhari).
Implementasi pengaturan oleh syariat tampak pada penyediaan faskes yang berkualitas secara gratis oleh negara. Jaminan ini menjadi hak umum bagi seluruh masyarakat tanpa pandang bulu. Pembiayaan kesehatan ini dipenuhi dari pemanfaatan harta kekayaan umum, termasuk sumber daya alam seperti barang tambang, minyak, gas, dan lain-lain yang masuk pada baitul mal. Pemasukan juga diperoleh dari kharaj, jizyah, ganimah, fai, ‘usyur, serta pengelolaan harta kekayaan negara lainnya. Hal ini dapat menjamin penuh pembiayaan kesehatan sebagai prioritas negara.
Negara juga akan menyediakan tenaga kesehatan mumpuni dengan jumlah yang cukup secara merata di seluruh penjuru negeri. Hal ini didukung dengan kualitas pendidikan kesehatan yang baik dengan harga yang terjangkau bahkan gratis dan pengembangan penelitian yang dijamin pembiayaannya. Orientasi para tenaga kesehatan akan selalu maksimal dalam melayani rakyat atas dasar kepatuhan mereka pada Allah Swt. beserta aturan-Nya.
Aspek paling penting adalah adanya upaya negara secara preventif untuk mencegah rakyat sakit dengan penjagaan terhadap pola konsumsi dan gaya hidup rakyat yang bergizi dan sehat, penyediaan tempat tinggal serta sanitasi lingkungan yang baik, penyediaan air bersih, penyediaan sarana olah raga yang memadai, dan pengelolaan sampah yang baik. Negara juga mengedukasi rakyat untuk selalu hidup sehat dan bersih.
Aksi-aksi tersebut hanya akan terwujud pada balutan sistem Islam dengan payung daulah khilafah yang berporos pada syariat Islam. Tugas terdekat kita adalah berupaya mewujudkan tegaknya penerapan syariat tersebut di negeri tercinta ini melalui dakwah penuh makna.
Wallahualam bissawab. [Hz]
0 Comments: