Kisah Inspiratif
Ridamu, Ma, Jalan Menuju Surgaku
Oleh. Eka Suryati
SSCQMedia.Com-
Katanya, Desember adalah bulannya seorang ibu mendapatkan kasih sayang yang lebih dari anak-anaknya. Ah, kenyataannya tidaklah demikian. Biarkanlah sejarah hanya mencatat, yang perlu kita perbuat adalah tetap mencintai seorang ibu dengan tulus sepanjang waktu yang kita miliki bersamanya.
Ibu, dalam hal ini ia kupanggil dengan panggilan Mama. Sebuah panggilan sayang dari aku dan anak-anaknya. Mama itu adalah sosok yang sulit aku ungkapkan dengan kata-kata, seakan seluruh kosa kata yang ada tak mampu mewakili perasaanku padanya. Aku hanya bisa mengatakan ia adalah wanita yang tulus bagiku. Cintanya sebening air yang mengalir dalam telaga kasih tak bertepi.
Ma, betapa berharganya engkau bagi kami. Betapa juga besarnya jasamu bagi anak-anakmu. Dan surgaku berada di telapak kakimu, Ma. Membayangkan surga, alangkah nikmatnya. Surga yang pernah Mama ceritakan ketika kanak-kanakku dulu. Tak akan ada yang menolak untuk masuk ke sana. Tapi surga itu sulit diraih ya, Ma, butuh perjuangan yang berat untuk meraihnya. Butuh rida Allah untuk menggapainya. Namun berbakti padamu adalah jalanku menggapai surga nan indah itu.
“Oh ya, Ma, saat itu aku bingung, apa sih artinya, surga kok berada di telapak kaki ibu?” Lalu aku bertanya pada Mama.
"Ma, apa artinya surga berada di bawah telapak kaki Mama?" tanyaku dengan mengganti kata ibu menjadi mama.
Jawab Mama, "Itu adalah jalan bagi seorang anak untuk berbakti pada orang tuanya, terutama ibunya."
"Mengapa Ibu, Ma?" jawabku.
"Berbakti pada kedua orang tua, Nak, namun bakti pada ibu lebih utama lagi," jawab Mama atas tanyaku itu.
Aku menyimpan banyak tanya saat itu, Ma. Belum sepenuhnya paham atas obrolan kita. Mau bertanya terus, ada jeda iklan. Kawan-kawan memanggil untuk bermain. Lalu aku pamit main dulu pada Mama.
Banyak tanya kuajukan. Banyak tempat juga untuk mengajukan tanya, namun memahami betapa berharganya Mama adalah, saat aku juga sudah menjadi seorang ibu. Hal itu kurasakan karena aku begitu menghayati peran sebagai tokoh utama seorang ibu.
Mengandung selama sembilan bulan, betapa dahsyatnya proses itu. Terbayang olehku betapa sulitnya masa-masa awal kehamilanmu. Mama mengidam ya saat mengandungku? Sepertinya iya, karena aku mendengar dari cerita, betapa sulitnya Mama mengandungku. Mungkin karena aku anak pertama ya, Ma! Perjuangan Mama makin berat karena Papa sering pergi jauh, menunaikan tugas negara. Maaf ya Ma, atas ketidaknyamananmu dulu.
Kandungan yang membesar, bertambah berat juga beban yang kaubawa. Walau banyak kesakitan yang kaualami, dirimu tetaplah tabah, Ma. Malam-malam yang berlalu, tidurmu ikut terganggu, karena bertambah hari tambah sulit juga kaujalani diri, karena perutmu yang membesar. Mama memang sosok yang istimewa bagiku.
Melahirkan ...!
Takdir itu sakit dirasakan, namun indah dijalankan. Mama memang sosok yang ajaib. Rasa sakit yang mendera kala melahirkanku, berubah menjadi seulas senyum, senyum yang begitu indah, bak kelopak mawar yang sedang merekah. Di balik peluhmu yang bercucuran, kaugenggam asa untukku, anakmu yang baru terlahir ke dunia. Suara tangisku terdengar merdu mampir di gendang telingamu. Ah Mama, entah bagaimana harus kuucapkan rasa terima kasihku karena telah melahirkanku.
Ciuman pertamamu untukku mungkin tak dapat kurasakan lagi, tapi dampaknya tetap terasa hingga kini. Dekapan sayang Mama, saat menggendongku adalah nyanyian ninabobok yang melenakan tidurku. Ditambah nikmatnya ASI menambah sempurna proses pembentukan jasadku. Nikmat Allah yang mana yang harus kudustai, sosok Mama memang begitu berjasa. Melaluimulah mengalir kasih sayang Allah untukku.
Ma, kau banyak berkorban untukku. Bukankah orang yang banyak berkorban itu seorang pahlawan ya, Ma. Tapi sebagai pahlawan memang tak pernah berharap balas jasa, cukup Allah saja yang akan meridai hidupmu, surgalah balasan dari semua itu. Aku ikut ya, Ma, ikut denganmu menuju surga Allah. Di sana aku mau bersaksi, bahwa banyak sudah pengorbanan yang kaupersembahkan bagi kami anak-anakmu ini. Pengorbananmu secara fisik dan emosional. Dan itu sungguh pengorbanan yang tak mampu untuk kuungkapkan lewat kata-kata, hanya mampu dirasa dengan sepenuh jiwa.
Kautitah aku, agar kelak aku bisa berjalan menyusuri lorong kehidupan. Kaugendong aku dalam dekap hangatmu agar rasa takut terhalau dari kalbuku. Tidurmu pun tak lagi lelap, karena aku kadang menangis di tengah malam yang hening. Tapi itu semua tak kaurasakan sebagai beban, karena ada cinta hadir di hati, cinta yang manis, semanis madu murni yang menyehatkan.
Dari mana itu semua kudengar, Ma? Semua pengorbananmu kudengar dari mereka yang bercerita tentang masa kanak-kanakku. Terkadang kau pun bercerita, bukan untuk apa-apa, tetapi untuk rasa bahagia yang kaurasakan setiap menceritakan tentang aku dan adik-adikku. Terkadang secara langsung aku lihat dari contoh yang terlihat, saat kaurawat adik-adikku itu.
"Apakah aku seperti itu, Ma, waktu kecil? Terus Mama memberiku ASI juga?" tanyaku saat adikku menangis karena lapar.
"Ya, Sayang, kau juga akan menangis. Terkadang di tengah malam terbangun, Mama gendong dirimu, dan Mama beri ASI," jawab Mama atas tanyaku itu.
Ah, Ma. Memang sulit diungkapkan setiap jerih payahmu untuk merawatku, membesarkan dan mendidikku. Kau adalah madrasah pertama yang mengenalkan arti kehidupan kepadaku, anakmu ini.
Ma, berjalannya waktu tak menghentikan peranmu dalam membesarkanku. Bahkan semakin aku besar, semakin terasa arti dirimu untukku. Kau selalu hadir dalam setiap cerita suka dukaku. Kau siapkan bahu untuk bersandar saat aku merasa letih, baik itu fisikku maupun psikisku. Perhatian dan kasih sayangmu bukan abal-abal dan tak pernah mengenal pamrih. Tulus, itu yang kurasakan dari semua yang kauberikan padaku.
Teringat aku akan surat Luqman ayat 14 yang aku baca:
"Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu."
Aku bersyukur pada Allah, karena memilikimu, Ma. Semoga baktiku padamu, menjadi jalanku untuk meraih cinta dan rida Allah. Dan saat kau tak ada lagi di sisiku, semoga setiap amal ibadahku bisa membuatmu bahagia di alammu kini. Kini hanya doa-doa yang mampu aku berikan untukmu. Dulu aku memohon ridamu dalam setiap langkah hidupku. Ridamu, Ma, semoga menjadi jalanku menuju surga-Nya. [Ni]
Kotabumi, 18 Desember 2024
0 Comments: