Oleh. Dewi Mujiasih
SSCQMedia.Com-
Isi hati manusia tiada sesiapa bisa menerka. Hanya Allah dan diri sendiri yang mengetahui isi hati. Tetapi sadarilah, perbuatan itu cermin dari isi hati. Hati yang baik akan melahirkan perbuatan baik. Dan sebaliknya, hati yang buruk akan melahirkan perbuatan yang buruk.
Lisan bisa berbohong tetapi hati sanubari akan berkata jujur. Jika ingin berdamai dengan diri sendiri maka jujurlah pada hati sendiri. Jujur pada hati sendiri, apakah berbuat kebaikan atau keburukan? Melakukan perbuatan semata-mata karena Allah ataukah yang lain? Hati bersifat netral, diri kita yang akan memilih kebaikan ataukah keburukan.
Allah Swt. berfirman:
"Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya." (TQS. Asy-Syams, 8).
Dalam diri manusia ada ilham kalau tidak berbuat baik maka dia akan berbuat buruk. Memilih jalan taat atau keburukan (kemaksiatan) tergantung pada dirinya sendiri, karena Allah tidak pernah memaksakan perbuatan seorang hamba. Allah tidak pernah memaksa hamba-Nya untuk berbuat baik atau buruk. Manusia sendirilah yang memilih berbuat baik atau buruk.
Jika memilih jalan ketakwaan maka Allah akan memberikan jalan keluar dari setiap permasalahan hidup. Sedangkan jika memilih jalan keburukan (kemaksiatan) maka keburukan akan kembali pada dirinya sendiri. Kemaksiatan akan menimbulkan kesengsaraan karena kemaksiatan datangnya dari hawa nafsu. Dan hawa nafsu datangnya dari bisikan setan. Setan mengajak pada jalan keburukan, menjauhkan diri dari jalan kebaikan.
"Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya. Dan menganugerahkan kepadanya rezeki dari arah yang tidak dia sangka. Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.” (QS. At-Talaq, 2-3)
Janji Allah bahwa orang yang memilih jalan kebaikan (takwa) maka Allah akan memberikan jalan dari setiap permasalahan hidupnya, memberikan rezeki dari arah yang tidak diduga-duga dan Allah memberikan rasa cukup pada manusia (qona'ah).
Dalam jasad manusia ada segumpal darah yang bernama hati. Jika hatinya baik maka akan baik pula jasadnya. Jika hatinya buruk maka buruk pula perbuatannya. Dia tidak tampak, tetapi perbuatan mencerminkan isi hatinya.
Nabi Muhammad saw., bersabda:
"Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati." (HR. Bukhari Muslim)
Perbuatan manusia tergantung hatinya. Pusatnya pemahaman (akal) berada di hati, bukan di otak. Hal ini juga yang membedakan manusia dengan hewan. Sama-sama mempunyai otak, tetapi manusia mempunyai akal, sedangkan hewan tidak. Akallah yang bisa membedakan baik dan buruk. Maka jika ingin mengubah perilaku seseorang maka ubahlah pemahamannya.
Beberapa pendapat ulama tentang hati yang baik:
1. Hati yang baik adalah hati yang mempunyai rasa takut pada Allah dan siksa-Nya.
2. Hati yang baik yaitu hati yang ikhlas karena Allah, ia tidak melangkahkan dirinya dalam ibadah melainkan dengan niat takarub pada Allah. Dan ia tidak meninggalkan maksiat melainkan untuk mencari rida Allah.
3. Hati yang baik adalah hati yang dipenuhi dengan rasa cinta pada Allah dan Rasulullah dan mencintai ketaatan.
Hati adalah pemegang kendali seluruh jasad. Jika pemegang kendali ini baik, maka baiklah yang dikendalikan. Jika kendalinya rusak, maka yang dikendalikan akan rusak juga.
Nabi Muhammad saw., sering berdoa agar hatinya terus dijaga dalam kebaikan. Beliau berdoa,
"Yaa muqollibal quluub tsabbit qolbi 'alaa diinik."
Artinya: ”Wahai Zat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku dalam agama-Mu).”
Hati adalah tentara tubuh (sultonil jasad). Hati akan memimpin seluruh jasad. Dia akan memerintah tubuh sesuai pemahamannya. Pemahaman yang baik tentang agama (din) akan menuntunnya berbuat baik sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-Nya. Wallahualam bissawab. [Ni]
Klaten, 26 Oktober 2024
0 Comments: