Headlines
Loading...
Oleh. N.S. Rahayu (Pengamat Sosial)

SSCQMedia.Com- Angin segar terkait info kenaikan gaji, begitu dinanti-nantikan oleh para guru. Baik yang sudah ASN (Aparatur Sipil Negara) dan belum ASN. Wajar, jika semua guru menantikan, mengingat kenaikan harga kebutuhan hidup sudah melaju lebih dulu, jauh sebelum janji kenaikan diopinikan.

Gayung pun bersambut. Harapan berubah menjadi impian, saat bapak Presiden Prabowo Subianto, mengumumkan akan menaikkan gaji guru pada puncak Hari Guru Nasional (28/11/2024).

Melalui organisasi guru dan aktivis pendidikan, Satriwan Salim, sebagai Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), belakangan mempertanyakan rencana kenaikan ini. Ia mengungkapkan, pernyataan Prabowo tersebut, dapat dimaknai berbeda oleh para guru di lapangan. Karena belum ada kejelasan, sehingga menimbulkan multi tafsir dan harap-harap cemas dari para guru ASN (detik.com, 30-11-2024).

Pernyataan Presiden Prabowo Subianto, yang disampaikan pada Puncak Peringatan Hari Guru di Velodrome Rawamangun, Jakarta Timur, adalah untuk meningkatkan kesejahteraan guru (kompas.com, 28-11-2024).

Dibandingkan tahun sebelumnya, ia telah menaikkan alokasi anggaran untuk kesejahteraan guru ASN dan non-ASN pada 2025 menjadi Rp81,6 triliun, naik sebesar Rp16,7 triliun.

Simpang siur berita kenaikan gaji, dari naik 100% (ditambah satu kali gaji untuk guru ASN), kenaikan Rp2 juta bagi non ASN yang bersertifikasi atau kenaikan tunjangan lain, justru membuat makin tidak jelas. Jadi naik atau tidak? Kenaikan gaji atau tunjangan? Masih multi tafsir.

Jelas, ragam reaksi bermunculan. Apalagi, setelah ada penjelasan bahwa yang naik bukan gaji, melainkan tunjangan kesejahteraan yang diperoleh setelah lolos program sertifikasi guru melalui PPG. Harapan para guru lainnya, kandas di tengah impian. Merasa kena tipu.

Kenaikan Tunjangan Menyejahterakan?

Apakah kenaikan tersebut mampu meningkatkan kesejahteraan? Sementara kondisi ekonomi saat ini, sedang terpuruk dan krisis. Harga kebutuhan pangan melejit. Belum di tambah harga kebutuhan-kebutuhan lain yang sangat tinggi, biaya pendidikan, pajak, biaya kesehatan dan lainnya. 

Kenaikan tunjangan itu, tidak akan mampu meningkatkan kesejahteraan mereka. Karena banyak kebutuhan hidup yang juga membutuhkan biaya besar dan harus ditanggung oleh setiap individu, termasuk guru. Juga banyaknya fakta di mana para guru yang terjerat pinjol dan judol. Akhirnya, banyak guru memiliki profesi lain untuk menguatkan hal itu. 

Sistem kehidupan yang diterapkan hari ini, membuat orang hidup serba sulit. Apalagi, dalam kapitalisme, guru hanya dianggap seperti pekerja. Sekadar faktor produksi, dalam rantai produksi suatu barang, yang gajinya juga tidak tinggi. Sehingga, lekat dengan julukan “pahlawan tanpa tanda jasa” atau “Umar Bakri” anekdot dari lagu Iwan Fals, karena belum bisa menikmati kesejahteraan.

Padahal, kesejahteraan guru berkaitan erat dengan kualitas pendidikan. Meskipun kualitas pendidikan, dipengaruhi oleh banyak hal. Guru memiliki peran penting pada masa depan dan pola berpikir para siswanya. Para siswa ini, akan menjadi ujung tombak peradaban.

Kualitas pendidikan sangat dipengaruhi oleh kurikulum pendidikan yang diterapkan negara, penyediaan infrastruktur pendidikan yang merata, kualitas guru, dll. Semua ini harus dipenuhi negara sebagai pengurus seluruh kebutuhan warga negaranya. Sistem yang diterapkan hari ini, menjadikan negara tidak berperan sebagai pengurus (raa'in) dan hanya sebagai regulator dan fasilitator. 

Tak dimungkiri, negara memberikan akses luar biasa bagi para kapitalis melalui regulasi untuk menguasai SDA. Penerapan sistem ekonomi kapitalis, telah menjadikan pengelolaan SDA dikuasai asing dan aseng, liberalisasi perdagangan, kapitalisasi layanan pendidikan dan kesehatan. Makin menjauhkan dari kata sejahtera. 

Pendidikan dalam Islam

Sistem Islam, sangat memperhatikan posisi guru. Karena guru memiliki peran penting yang strategis dalam mencetak generasi berkualitas. Di tangan generasi, pembangunan dan peradaban bangsa dipertaruhkan. Islam pernah menjadi mercusuar bagi peradaban dunia dan akan kembali lagi melalui pemuda yang terdidik. 

Islam telah memberikan contoh pada masa kejayaannya, yaitu Khilafah Islamiyah. Di mana Khilafah Islamiyah telah memberikan pendidikan yang berbasis akidah secara gratis dan berkualitas, bagi seluruh warga negara dengan pembiayaan Baitul Mal. 

Negara Islam, menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai, seperti gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, juga asrama (jika diperlukan) dan akomodasi, sebagai fasilitas umum untuk memudahkan. Jika pun membayar, masih terjangkau. 

Bagaimana dengan para guru? Para guru dalam Khilafah, begitu dimuliakan dan dihargai. Salah satu contohnya pada masa kepemimpinan Sultan Shalahuddin Al Ayyubi, seorang guru digaji dengan nilai tinggi yaitu setara dengan 170 gram emas per bulan, jika sekarang nilai emas 1 gram Rp1 juta maka nominal gaji guru per bulan Rp170 juta. Gaji ini mampu menyejahterakan kehidupan guru secara nyata. 

Berbeda dengan sistem kapitalisme. Aturan Islam diterapkan oleh negara, dalam rangka menjalankan ketakwaan pada Allah Swt.  Penguasa dalam Islam adalah raa'in/pengurus, yang memiliki tanggung jawab mengurus rakyatnya dan seharusnya memiliki kepribadian Islam, khususnya kepribadian sebagai penguasa, akhliyah hukam (penguasa) dan nafsiyah hakim (pemutus perkara). Wallahualam bissawab. [US]

Baca juga:

0 Comments: