Cinta Bertepuk Sebelah Tangan, Pelajar Tega Hilangkan Nyawa Korban
Oleh. Vivi Nurwida
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com-Cinta bertepuk sebelah tangan, nyawa korban dihilangkan. Inilah yang dilakukan AI (16), seorang pelajar dari Lamongan, Jawa Timur yang tega menghilangkan nyawa VPR (16), seorang pelajar SMK, karena cintanya bertepuk sebelah tangan atau ditolak korban.
Pelaku menghilangkan nyawa korban dengan cara menjerat leher korban menggunakan kerudung milik korban. Pelaku juga memukul korban berulang kali di bagian perut dan mata kanan, lalu membenturkan kepala korban ke tembok hingga mengakibatkan pendarahan. Pelaku sempat menyampaikan kepada teman-temannya bahwa jika cintanya ditolak, ia akan membunuh korban. (Beritasatu.com, 17-01-2025).
Problem Serius
Pelajar menjadi pelaku kejahatan sudah terjadi berulang, ini menunjukkan bahwa remaja Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Realitanya, pelajar yang menjadi pelaku kejahatan terus meningkat dari tahun ke tahun dan terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Tidak lagi kasuistik, tetapi menjadi fenomena rusaknya generasi di Indonesia. Ini merupakan fenomena gunung es, sebab tidak semua kasus yang terjadi dilaporkan dan tercatat. Hal ini jelas menunjukkan adanya problem yang sangat serius, baik pada keluarga, lingkungan, maupun negara.
Keluarga adalah lingkungan terdekat anak-anak. Keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak-anak. Sayangnya, hari ini peran keluarga terutama ibu sebagai sekolah pertama dan utama bagi anak, tidak dapat berjalan optimal. Banyak faktor yang menjadikannya demikian, salah satunya adalah maraknya ibu bekerja, baik karena arus kesetaraan gender maupun keterpaksaan karena faktor kemiskinan. Tingginya angka perceraian juga memberikan pengaruh pada kepribadian anak.
Sementara itu, lingkungan hari ini, baik lingkungan sekolah dan masyarakat merupakan lingkungan toxic, yang banyak memberikan contoh tidak baik bagi generasi. Begitu juga dengan media, media banyak menayangkan konten berisi kekerasan, pornografi, dan berbagai kemaksiatan, yang kini sangat mudah diakses oleh anak-anak melalui gadget. Hal ini jelas memberikan dampak pada keluarga. Dan semua itu terkait dengan peran negara, karena negaralah yang menentukan semua kebijakan.
Buah dari Sistem Kapitalisme
Penerapan sistem kapitalisme sekularisme sebagai asas pembuatan kebijakan negara, jelas sangat berdampak pada semua bidang kehidupan. Sistem ini tidak menjadikan aturan agama sebagai tuntunan hidup. Akibatnya, generasi tidak menjadikan halal dan haram sebagai standar perbuatannya. Di sisi lain, sistem ini menjadikan ukuran kebahagiaan hanya dari materi atau terpenuhinya keinginan. Demi meraih tujuan, banyak orang menghalalkan cara. Emosi dilampiaskan begitu saja demi memuaskan hawa nafsu belaka.
Kurikulum pendidikan hanya berorientasi materi, sementara pendidikan agama hanya sebagai formalitas. Hal ini membuat anak jauh dari kepribadian Islam yang luhur. Sistem informasinya liberal, memperbolehkan membuat berbagai konten kekerasan, pornografi, dan hiburan yang mudah diakses oleh anak-anak di bawah umur.
Lemahnya sistem sanksi juga semakin membuat kemaksiatan merajalela. Tidak bisa dimungkiri jika perilaku buruk tersebut menjadi tuntunan untuk anak-anak yang belum utuh cara berpikirnya. Lebih parahnya lagi, negara juga membiarkan masuknya gaya hidup Barat, seperti hedonisme, liberalisasi pergaulan, dan lainnya merasuki benak generasi dan masyarakat. Negara justru mengadopsi berbagai pemikiran sesat yang diaruskan secara global, seperti HAM, kesetaraan gender, dan moderasi beragama yang nyata-nyata merusak tata kehidupan masyarakat.
Harus Diatur dengan Islam
Fenomena rusaknya generasi tidak akan terjadi ketika kehidupan diatur dengan Islam secara kafah. Ketika akidah Islam dijadikan asas kehidupan, ketakwaan akan tercermin pada keluarga, sekolah, masyarakat, juga negara.
Pendidikan anak menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena anak adalah generasi masa depan yang akan membangun dan menjaga peradaban tetap mulia. Demikian juga lingkungan sekolah dan masyarakat, akan menjadi lingkungan yang kondusif untuk membangun kepribadian generasi yang luhur.
Kebijakan negara akan menjaga fitrah anak sehingga tumbuh kembang anak bisa optimal dan memiliki kepribadian Islam. Negara akan mewujudkan kesejahteraan rakyat sehingga para ibu bisa menjalankan perannya secara optimal sebagai madrasah pertama dan utama. Di sisi lain, negara juga tidak akan menghalangi kiprah perempuan sepanjang tidak bertentangan dengan hukum syariat.
Negara akan mewujudkan sistem informasi yang aman, yang dapat menjamin kebersihan pemikiran generasi dan masyarakat. Selain itu, negara akan membentengi generasi dari masuknya pemikiran yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Sistem sanksi Islam yang tegas dan menjerakan juga akan diterapkan oleh negara guna mencegah terjadinya kemaksiatan dan kejahatan.
Islam memiliki aturan yang jelas terkait pergaulan laki-laki dan perempuan untuk mencegah timbulnya fitnah dan perilaku yang melampaui batas. Sistem sosial Islam ini akan menjaga pergaulan sesuai dengan tuntunan syariat, di antaranya kewajiban menutup aurat, menjaga pandangan, larangan mendekati zina, berduaan (khalwat), campur baur laki-laki dan perempuan (ikhtilat), dan sebagainya. Dengan aturan sedemikian rupa, hubungan remaja laki-laki dan perempuan diarahkan agar tetap dalam batas yang wajar, hal ini dapat mencegah terjadinya hubungan yang merusak moral serta memicu konflik emosional.
Dengan dukungan penerapan syariat Islam dalam segala aspek kehidupan secara kafah, kasus tragis seperti fakta di atas dapat dicegah mulai dari akar permasalahannya. Pelajar dapat mengoptimalkan potensinya untuk kebaikan dan amal saleh, sehingga menjadi generasi cemerlang yang cerdas, taat syariat dan paham ilmu.
Sejarah panjang peradaban Islam telah melahirkan banyak generasi berkualitas yang banyak berkarya untuk kejayaan Islam. Ali bin Abi Thalib yang dijuluki Rasulullah saw. sebagai ‘Pintunya Ilmu’, Shalahuddin al-Ayyubi pembebas Masjidilaqsa, Sultan Muhammad al-Fatih sebagai penakluk Konstantinopel pada usia 21 tahun, Imam Syafi’i yang mendapat julukan Nashih al-Hadits (pembela sunah Nabi), dan masih banyak lagi.
Generasi berkualitas seperti merekalah yang hari ini sangat kita rindukan. Semua itu hanya akan terwujud ketika negara menerapkan Islam kafah dalam bingkai Khilafah. Sudah saatnya umat Islam bersatu untuk memperjuangkannya.
Wallahu a'lam bishawab. [Ay]
0 Comments: