Headlines
Loading...
Oleh. Ummu Fernand 

SSCQMedia.Com- Sekitar 473 juta anak, atau lebih dari satu dari enam anak, diperkirakan tinggal di daerah konflik di seluruh dunia, menurut Badan Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNICEF. Berdasarkan data UNICEF pada tahun 2023 sendiri, populasi anak di dunia yang berusia di bawah 18 tahun adalah 2,4 miliar.

Pernyataan UNICEF sendiri muncul pada hari Sabtu, 28/12 ketika konflik terus berkecamuk di seluruh dunia, termasuk di Gaza, Sudan, Ukraina, dan di sejumlah tempat-tempat lainnya. Dalam perang Zionis yang menghancurkan Gaza, setidaknya ada 17.492 anak dilaporkan tewas dalam hampir 15 bulan konflik yang telah menghancurkan sebagian besar daerah kantong tersebut menjadi puing-puing (cnnindonesia.com, 28/12/2024).

Negara Bungkam

Laporan terbaru dari organisasi kesehatan dunia (WHO) pada hari Jum'at, 28/12/2024, Zionis menyerang rumah sakit Kamal Adwan. Serangan ini merupakan tanda hancurnya fasilitas kesehatan utama yang masih beroperasi di Gaza Utara. Kondisi Gaza, terutama anak-anak, semakin mengenaskan. Karena mereka menghadapi risiko kematian akibat cuaca dingin, karena ketiadaan tempat tinggal yang memadai.

Melihat kenyataan ini, kaum muslimin tidak bisa berharap pada dunia internasional. Faktanya, semenjak isu Palestina membara akibat penjajahan Zionis 1987 lalu, para pemimpin dunia internasional termasuk pemimpin-pemimpin negeri muslim kerap menjadikan isu Palestina hanya untuk pencitraan dengan mengecam ataupun mengutuk kebiadaban Zionis. Seolah-olah mereka telah berupaya keras untuk melawan Zionis, dan menunjukkan keberpihakannya terhadap Palestina.

Yang lebih menyakitkan lagi, para pemimpin tersebut justru mengambil solusi dua negara, sebagaimana arahan Barat, yang notabenenya adalah pengusung kapitalisme, yang jelas tidak bisa menyelesaikan perang ideologi ini.

Penjaga Kepentingan Amerika Serikat

Umat Islam harus ingat bahwa keberadaan Zionis di tanah Palestina adalah hasil dari perjanjian keji internasional negara-negara front Barat. Perjanjian Sykes-Picot, kemudian Deklarasi Balfour dari Inggris, menjadi jalan pembuka penjajahan Zionis di Palestina. Penjajahan tersebut tetap dipelihara oleh negara pengemban ideologi kapitalisme hari ini, yakni Amerika Serikat. Amerika Serikat menjadikan Zionis sebagai penjaga kepentingannya di wilayah Timur Tengah. Sebagaimana diketahui, bahwa Amerika Serikat telah mendukung Zionis sejak tahun 1948 hingga hari ini.

Sementara itu, hubungan diplomatik antara Amerika Serikat dan Zionis terbentuk ketika Duta Besar Amerika Serikat, James Grover McDonald menunjukkan kredensial nya sejak 28 Maret 1949. Tidak hanya itu, Amerika Serikat juga telah memberikan dukungan kepada Zionis pada tahun 1973, ketika Perang Yom Kippur berlangsung. Kala itu presiden Amerika Serikat, Richard Nixon membantu Zionis dengan cara mengangkut perangkat keras militer setelah Mesir dan Suriah. 

Pada dasarnya, alasan Amerika Serikat mendukung Zionis adalah karena mereka melihat Zionis sebagai alat yang sangat berguna untuk menahan pengaruh Uni Soviet di wilayah Timur Tengah, di antara negara-negara Arab selama perang dingin berlangsung. Bahkan Joe Biden, yang kala itu menjabat sebagai presiden Amerika Serikat, memastikan dukungan Amerika Serikat terhadap Zionis.

Artinya, tidak akan ada lagi keadilan sedikit pun bagi kaum muslimin, khususnya di Palestina, selama sistem kepemimpinan kapitalisme masih bercokol dalam kancah perpolitikan internasional. Sekalipun ada wacana menyeret Benjamin Netanyahu ke Mahkamah Pengadilan Internasional, upaya itu pun tidak akan membuat Zionis merasa takut. Kecaman maupun kutukan dari penguasa negeri muslim juga tidak akan pernah dipandang sebagai tekanan politik bagi Zionis. 

Demikian pula lembaga-lembaga internasional yang melaporkan kejadian genosida di Palestina. Zionis pun tetap berdiri dengan pongah, tanpa merasa bersalah. Sebab, negara mengemban ideologi kapitalisme telah memberikan jalan pada Zionis untuk membantai Palestina, termasuk anak-anak di Gaza.

Harus Ada Penyatuan Pemikiran dan Perasaan di Antara Kaum Muslimin

Oleh karena itu, kaum muslimin harus memiliki agenda sendiri untuk menyelamatkan saudara-saudara muslim di Palestina. Harus ada upaya dakwah yang menyatukan pemikiran dan perasaan bahwa akar masalah di Palestina adalah perang ideologi antara Islam dan kapitalisme, dan solusi syar'inya hanya dengan jihad fi sabilillah, mengusir penjajah Zionis.

Penyatuan pemikiran dan perasaan yang dijelaskan oleh Islam ini akan membuat kaum muslimin sadar, dan tidak rida atas penerapan sistem kapitalisme di negeri-negeri Islam, termasuk di Palestina. Sampai akhirnya pemuda-pemuda di Timur Tengah bergerak bangkit untuk melawan rezim, bergerak membebaskan Palestina.

Aktivitas dakwah yang demikian hanya bisa dilakukan oleh partai politik Islam ideologis. Sebab, merekalah yang mengambil fikrah dan thariqah dakwah berlandaskan pada ideologi Islam, sehingga mereka pula yang akan mampu memahami dengan benar realita masalah dan solusi untuk menyelesaikannya, termasuk masalah penjajahan di Palestina. 

Mereka juga yang terus istikamah dalam membimbing dan membina umat untuk mengenali kembali perisai (junnah) dan pengurus (raa'in) umat Islam, yakni Khilafah. Hal itu dibuktikan dengan keistikamahan mereka yang senantiasa menawarkan solusi mengirimkan tentara untuk berjihad dan penyatuan kaum muslimin di bawah naungan Khilafah, untuk menyelamatkan saudara muslim di Palestina. 

Upaya sungguh-sungguh tersebut harus senantiasa dilakukan, karena sejatinya hanya dengan institusi Khilafah sajalah kaum muslimin memiliki kekuatan politik. Karena itu perjuangan para pemuda di Timur Tengah tidak sekadar membebaskan Palestina, namun menuntut tegaknya Khilafah dan mengangkat seorang khalifah untuk memimpin kaum muslimin.  

Agenda ini juga harus menjadi agenda kaum muslimin, terutama para pemudanya di mana pun mereka berada. Seluruh kaum muslimin harus memahami tuntunan Islam yang sahih dalam menyelesaikan penjajahan Palestina. Walhasil, tidak hanya anak-anak Palestina yang bisa dibebaskan dari konflik dan penjajahan di negerinya, tetapi juga anak-anak di negeri-negeri muslim lainnya, seperti Yaman, Sudan, Ukraina, Lebanon, Suriah, dan Myanmar. Inilah agenda umat yang harus diprioritaskan dan diperjuangkan oleh seluruh kaum muslimin.

Wallahualam bissawab. [An]

Baca juga:

0 Comments: