Gencatan Senjata Bukan Solusi Masalah Palestina
Oleh. Resti Ummu Faeyza
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com- Gegap gempita kegembiraan tengah dirasakan oleh rakyat Palestina. Setidaknya, kesepakatan atas gencatan senjata antara Isr4el dan Hamas membuat mereka bisa "beristirahat" sementara dari perang berkepanjangan ini. Suara dentuman bom dan senjata tidak akan begitu memekakkan telinga mereka, tangisan para wanita dan anak-anak bisa sedikit terobati dengan kesepakatan tersebut.
Gencatan senjata antara Isr4el dan Hamas resmi berlaku di Jalur Gaza Palestina pada Minggu (19/1) pagi waktu setempat (cnnindonesia.com, 20/1/2025). Kesepakatan tersebut dimediasi oleh tiga negara yaitu, Qatar, Mesir, dan Amerika. Sebagai negeri dengan mayoritas penduduk muslim, pemerintah Indonesia pun turut mengapresiasi adanya gencatan senjata tersebut. Dengan adanya penghentian sementara peperangan ini diharapkan akan menjadi momentum untuk terus mendorong kebebasan atas tanah Palestina serta mewujudkan kehidupan yang penuh dengan kedamaian.
Namun, apakah pemberlakuan kesepakatan gencatan senjata ini mengandung harapan atas kemerdekaan bagi rakyat Palestina?
Negara adidaya Amerika Serikat, menjadi salah satu penggagas adanya gencatan senjata di tanah Gaza, Palestina. Seperti yang kita ketahui, AS justru merupakan salah satu negara yang mendukung adanya genosida dan penjajahan di tanah mulia tersebut. Dan Isr4el adalah negeri di mana kaum Yahudi laknatullah 'alaih tinggal dan merekalah pelaku tindak kezaliman terhadap kaum muslimin, bahkan sejak masa kepemimpinan Nabi Muhammad saw..
Sejak masa kenabian, kaum Yahudi berkali-kali mengingkari perjanjian yang ia sepakati dengan kaum muslimin. Sebagai contoh yaitu peristiwa lahirnya Piagam Madinah. Dalam Piagam yang dibuat pada 622 Masehi ini berisi hak dan kewajiban kaum muslim, Yahudi, dan kelompok lain yang berada satu wilayah dengan kaum muslimin ansar dan muhajirin yaitu di Yasrib atau Madinah.
Piagam tersebut di antaranya berisi tentang wajibnya setiap kelompok penduduk di Madinah untuk menciptakan dan menjaga keamanan dan tidak saling berbuat zalim. Namun, tiga kelompok Yahudi yaitu dari Bani Qoinuqa, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah mengingkari isi dari Piagam Madinah, sehingga mereka semua akhirnya diusir oleh Nabi dari wilayah Madinah.
Belum lagi upaya-upaya yang mereka (Yahudi) lakukan demi menduduki tanah Palestina dilakukan pula pada masa kepemimpinan Sultan Abdul Hamid II. Meskipun digempur dengan berbagai tawaran dan negosiasi yang dilakukan oleh pendiri gerakan zionis Isr4el yaitu Theodore Hertzl, Sultan Abdul Hamid II tetap mempertahankan kepemilikan tanah Palestina untuk umat Islam.
Tak cukup sampai di situ, menjelang abad 20, kaum Yahudi dengan gerakan zionismenya melancarkan gerakan untuk menumbangkan Sultan. Dengan menggunakan jargon "kemerdekaan", "kebebasan", mereka berhasil menjatuhkan kepemimpinan Daulah Utsmaniyah pada tahun 1924. Yang tentu saja salah satu tujuannya yaitu untuk merebut tanah milik umat Islam di Palestina.
Berkaca dari berbagai pengkhianatan dan kezaliman tersebut, maka umat Islam hari ini sebenarnya tidak bisa menyimpan harapan tentang kedamaian dan ketenteraman di bawah kekuasaan Isr4el dan para sekutunya. Pada zaman Nabi, dengan keberadaan Nabi saja mereka bisa dengan mudah mengingkari dan menyakiti kaum muslimin, apalagi dengan kondisi umat yang hari ini tidak memiliki tameng pelindung ( junnah), yang memimpin keseluruhan kaum muslimin di bawah naungan Daulah Islamiyah.
Gencatan senjata bukanlah solusi yang tepat dan hakiki untuk kehidupan rakyat Palestina. Meskipun ada jeda waktu untuk "beristirahat", yang bisa dirasakan oleh rakyatnya dari berbagai serangan tentara Isr4el, namun hal itu sama sekali tidak membebaskan secara penuh rakyat dari kezaliman dan kesengsaraan.
Kaum muslimin seluruh dunia, saat ini tidak bisa menggantungkan harapan kepada para pemimpin negeri mana pun, bahkan kepada pemimpin muslim sekalipun. Karena saat ini dunia tengah dikuasai oleh para pemilik kepentingan, yang bebas melakukan apa saja demi memenuhi segala keinginan tanpa mempertimbangkan sisi kemanusiaan.
Rakyat Palestina dan seluruh kaum muslimin di dunia membutuhkan kepemimpinan Islam. Kepemimpinan yang mampu melawan segala kezaliman yang dilakukan musuh-musuh Allah. Kepemimpinan yang hanya berpaku pada tuntutan syariat, bukan tuntutan para pemilik kepentingan. Sebagaimana Nabi mencontohkan, dalam kepemimpinan Islam, segala bentuk kezaliman kaum Yahudi wajib ditindak tegas. Karena sesungguhnya mereka tidak memiliki hak atas kehidupan kaum muslimin.
Tentu saja, kembalinya kepemimpinan Islam ini menjadi tanggung jawab dan bahkan disebut sebagai mahkota kewajiban bagi kaum muslimin. Karena hanya dengan kepemimpinan inilah Palestina dan seluruh umat manusia bisa mendapatkan kebebasan dari berbagai tekanan orang-orang kafir dan zalim. Wallahualam. [Ni]
0 Comments: