Headlines
Loading...
Gencatan Senjata, Solusi Hipokrit Mengakhiri Penjajahan di Palestina?

Gencatan Senjata, Solusi Hipokrit Mengakhiri Penjajahan di Palestina?



Oleh. Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Umat)

SSCQMedia.Com-"They came with their tanks and their planes
With ravaging fiery flames
And nothing remains
Just a voice rising up in the smoky haze
We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight"

Lirik lagu Micheal Heart adalah gambaran konkret Gaza, Palestina. Bahkan, serangan brutal dan membabi buta terus bertandang ke Palestina. Palestina masih membara karena ulah penjajah laknatullah, Zionis Yahudi. Berbagai kecaman dan ancaman dari dunia tak mengurungkan kezaliman Zionis atas kaum muslim di tanah suci yang diberkahi, Palestina.

Kerap Zionis Yahudi mengumumkan gencatan senjata, tetapi sifat licik dan dusta mereka bertindak sebaliknya. Sebagaimana gencatan senjata yang diumumkan beberapa waktu lalu, penjajah Zionis Yahudi, Israel melakukan serangan selang beberapa jam pengumuman terkait kesepakatan gencatan senjata. Kondisi di Gaza makin memprihatinkan setelah serangan baru Zionis Yahudi yang menewaskan sedikitnya 82 orang dalam beberapa jam terakhir (Viva.co.id, 16/1/2025).

Nahas, gencatan senjata tak lagi dipatuhi. Seperti yang sudah-sudah, para penjajah itu mengikrarkan gencatan senjata, saat kaum muslim bersuka cita, serangan dikobarkan seketika. Penderitaan penduduk Palestina takkan usai dengan gencatan senjata ataupun solusi dua negara.


Hipokrisi Solusi Gencatan Senjata oleh Zionis atas Penjajahan di Palestina

Gencatan senjata di pertengahan Januari 2025 kembali karam dengan adanya serangan brutal Zionis Yahudi. Bukan hanya kesepakatan setengah hati, Zionis Yahudi memiliki tabiat ingkar janji. Sehingga, gencatan senjata sama sekali bukan kabar baik bagi kaum muslim di tanah suci yang diberkahi. Maka dari itu, gencatan senjata tak akan pernah memberikan kebahagiaan dan kemerdekaan bagi Palestina.

Gencatan senjata hanyalah hipokrisi atas solusi tragedi di Palestina. Adanya kelompok militan, Hamas, hanya secuil sandungan bagi Zionis Yahudi melakukan serangan. Tujuan hakiki Zionis Yahudi adalah menjadikan Palestina sebagai milik mereka, penguasaan atas seluruh penduduknya. Lebih dari itu, keberadaan Zionis Yahudi hanyalah wayang yang didalangi oleh negara-negara Barat pengemban ideologi kapitalisme, wabil khusus didalangi oleh negara adidaya saat ini, Amerika Serikat.

Flashback pada sejarah tentang konstelasi politik internasional yang menunjukkan bahwa negara-negara kapitalis adalah trouble maker sejati. Merekalah yang sejak awal berambisi menguasai negeri-negeri muslim. Mereka pula yang membidani dan memelihara entitas Zionis hingga terus berkembang dan pada akhirnya  menguasai Palestina dan mengaku sebagai pemiliknya.

Negara-negara Barat, terutama adidaya yang menjadi dalang penjajahannya. Mereka menancapkan Zionis di jantung dunia Islam untuk memunculkan konflik, bahkan krisis abadi. Keberadaan Zionis Yahudi di sana hanyalah sebagai peliharaan Barat untuk menguatkan hegemoninya di wilayah Timur Tengah khususnya. Oleh karena itu, gencatan senjata hanyalah hipokrisi solusi untuk mengakhiri penjajahan atas Palestina.


Dampak Penjajahan yang Berkepanjangan

Tragedi di Palestina bukanlah konflik antara Hamas dan Zionis Yahudi yang mendirikan negara, tetapi tragedi di Palestina adalah penjajahan yang nyata. Tiga per empat abad lebih, Palestina dalam cengkeraman penjajah Zionis Yahudi. Hal ini tentu memberikan dampak buruk bagi penduduk Palestina. Di antara dampak tersebut adalah;

Pertama, wilayah geografis Palestina dikuasai oleh Zionis Yahudi. Luas wilayah Palestina kian menyempit. Pada 19 November 2023, suara.com memberitakannya. Dirilis dari Al-Jazeera, luas wilayah Palestina awalnya adalah sekitar 26,323 kilometer persegi, atau lebih dari 4 kali lipat luas wilayahnya sekarang. Namun sejak Zionis Yahudi menjajah pada 1948 lalu, luas negara Palestina terus berkurang.

Kedua, korban jiwa akan terus meningkat. Sudah sangat jelas keganasan Zionis Yahudi merenggut banyak nyawa, baik laki-laki maupun perempuan, orang tua ataupun anak-anak. Dalam kurun waktu setahun lebih saja, sudah berapa ribu nyawa yang meninggal. Para peneliti menggunakan metode statistik yang dikenal sebagai analisis tangkap-tangkap kembali (capture-recapture analysis) untuk memperkirakan jumlah korban tewas akibat operasi udara dan darat Israel di Gaza antara Oktober 2023 dan akhir Juni 2024.

Mereka memperkirakan adanya 64.260 kematian akibat cedera traumatis selama periode ini, sekitar 41 persen lebih tinggi dari hitungan resmi Kementerian Kesehatan Palestina. Studi tersebut mengatakan 59,1 persen korban tewas adalah perempuan, anak-anak, dan orang-orang berusia di atas 65 tahun. Studi tersebut tidak memberikan perkiraan jumlah kombatan Palestina di antara korban tewas. Menurut pejabat kesehatan Palestina, lebih dari 46.000 orang tewas dalam perang Gaza, dari total populasi sekitar 2,3 juta jiwa sebelum perang (VOAIndonesia.com, 11/1/2025).

Ketiga, infrastruktur akan makin banyak yang hancur. Dengan sengaja, penjajah Zionis Yahudi menyerang dan menghancurkan pemukiman penduduk, fasilitas umum seperti rumah sakit dan sekolah. Infrastruktur jalan tentu tak luput dari kebiadaban Zionis.

Apabila penjajahan terus berlangsung di Palestina, bukan hanya masjid Al-Aqsho yang dijarah, Zionis Yahudi akan menguasai seluruh wilayah Palestina. Ruang hidup kian terancam. Masa depan muslim di sana akan makin tertekan.


Solusi Hakiki untuk Mengakhiri Penjajahan di Palestina

Dan katakanlah, ‘Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.’ Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (QS. Al-Isra: 81)

Sungguh, ayat di atas menjadi sebuah lecutan keras bagi kaum muslim bahwa tatkala aturan yang benar dari Zat Yang Maha Benar akan melenyapkan kebatilan. Apa yang terjadi di dunia ini bukan suatu kebetulan, semua sudah tertulis di Lauhil Mahfudz. Hanya saja kaum muslim harus memahami betul permasalahannya dan bagaimana penyelesaiannya.

Dalam kondisi seperti ini, muncul rasa rindu yang menyeruak pada sosok Sholahuddin Al-Ayyubi, sang pembebas Baitul Maqdis. Sholahuddin adalah salah satu pemimpin yang berhasil membebaskan Palestina (Al-Quds). Sholahuddin hidup di masa kejayaan sistem Islam. Beliau tidak pernah gentar menghadapi musuh, sekalipun jumlahnya besar dan persenjataannya lebih lengkap. Dorongan keimanan membuat para pemimpin muslim, termasuk Sholahuddin saat itu, kuat dan mengundang kemenangan atas musuh-musuhnya. Musuhlah yang gentar dengan pasukan muslim.

Kala syariat Islam diterapkan dalam bingkai negara, tak sejengkal tanah kaum muslim pun yang boleh dirampas oleh orang kafir. Sebagaimana Sultan Abdul Hamid II yang sangat mempertahankan Palestina dan seluruh wilayah Khilafah Utsmani saat itu. Kaum muslim butuh kepemimpinan Islam untuk melenyapkan penjajahan dengan dakwah dan jihad.

Oleh karena itu, untuk mewujudkan kepemimpinan Islam, dibutuhkan perjuangan kaum muslim. Perjuangan untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam dalam naungan institusi negara yang mengadopsi yakni sistem pemerintahan Islam. Kaum muslim harus berjuang dengan sungguh-sungguh melalui aktivitas dakwah pemikiran dan politik.

Dakwah ini memang bukan dakwah yang populer seperti halnya seruan pada ubudiyah, tetapi dakwah pemikiran dan politik ini sangat ditakuti negara-negara Barat dan juga adidaya. Pasalnya, dakwah ini mampu membangkitkan pemikiran kaum muslim, mampu membongkar kebobrokan pemikiran dan berbagai strategi penjajahan Barat di dunia Islam, lebih-lebih di Palestina.

Di waktu yang sama, dakwah ini mampu mengembalikan ingatan kaum muslim akan kehebatan pemikiran dan peradaban Islam. Selain itu,  dakwah pemikiran dan politik akan membangkitkan kesadaran kaum muslim untuk bergerak mewujudkan kembali sistem pemerintahan Islam karena dorongan keimanan. Walhasil, gerakan perjuangan dakwah seperti ini menjadi sebuah ancaman besar bagi penjajahan. Hanya penerapan syariat Islam kaffah dalam bingkai Khilafah solusi hakiki atasi penjajahan di Palestina dan di seluruh dunia. Hanya saja, perjuangan terwujudnya kepemimpinan Islam ini tidak akan berhasil jika kaum muslim berdiam diri saja, apalagi sampai tidak memikirkan saudara-saudara muslim lainnya.

Sungguh, Zionis Yahudi hanyalah segelintir parasit yang sangat lemah, andaikan negeri-negeri muslim di Timur Tengah saja mengirim militernya, niscaya Zionis Yahudi
hancur sehancur-hancurnya. Sayang berjuta sayang, alih-alih mengirimkan militer, justru para penguasa muslim di Timur Tengah hanya sibuk mengecam dan bahkan menutup mata. Sebut saja Mesir, tetangga terdekat Palestina. Di saat ada serangan brutal, kaum muslim Palestina tak bisa mencari suaka ke sana. Tembok berlapis dibangun begitu kokoh menegaskan keengganan untuk membantu Palestina.

Adapun Turki, presidennya dikenal galak dan sering blak-blakan dalam mengecam entitas Zionis demi membela Palestina dalam pidato-pidato manisnya. Begitu pun dengan pemimpin Iran. Mereka kerap melontarkan ancaman akan menggempur habis-habisan entitas Zionis demi menghentikan penjajahan. Namun hingga detik ini, masyarakat dunia masih harus bersabar menunggu tentara kedua negara tersebut benar-benar diterjunkan ke Palestina untuk memberangus tentara Zionis hingga ke akar-akarnya.

Di balik itu semua, tidak banyak yang tahu bahwa ketegasan presiden Turki di panggung politik ternyata tak sejalan dengan kebijakan politik dan ekonominya menyangkut entitas Zionis. Baru beberapa bulan ini saja, Turki menyatakan menangguhkan dan membatasi ekspor beberapa barang ke wilayah Palestina yang dikuasai entitas Zionis.

Iran, sikap kerasnya terhadap entitas Zionis di Palestina ternyata lebih didorong oleh kepentingan nasionalnya sendiri. Hal ini tampak pada peristiwa serangan Iran terhadap entitas Zionis di tanah Palestina pada 13 April 2024 lalu yang disambut gembira oleh para pembela bangsa Palestina. Namun, kemudian terkonfirmasi bahwa tindakan keras Iran itu hanya merupakan serangan balasan atas penyerangan konsulat jenderal Iran di Damaskus yang dilakukan oleh tentara Zionis sebelumnya (1/4/2024), bukan dalam rangka menolong rakyat Palestina, apalagi berniat membebaskannya.

Berbagai organisasi dunia bahkan OKI saja belum mampu menemukan titik terang solusi tuntas itu. Aroma nasionalisme dan intervensi asing terhadap neegri-negeri muslim begitu kuat. Sungguh, berharap pada negeri-negeri muslim tetangga Palestina di Timur Tengah bagai pungguk merindukan bulan. Sementara menyusun langkah mewujudkan kepemimpinan Islam secara global dalam naungan Khilafah seakan masih jauh. Namun, menjadi sunnatullah bahwa perjuangan yang tak mudah ini akan menjumpai batu kerikil dan sandungan. Pertolongan Allah sangatlah dekat bagi hamba-Nya yang yakin. Allah tak akan pernah menyalahi janji-Nya untuk menolong siapa pun yang menolong agama-Nya, Allah akan mempermudah urusan siapa pun yang mempermudah urusan saudaranya.


Kesimpulan

Solusi yang tepat dan benar untuk mengakhiri tragedi Palestina hanya dengan kembali pada aturan Zat Yang Maha Benar, yakni dengan kepemimpinan Islam. Kepemimpinan Islam akan menghapus penderitaan muslim Palestinda dan seluruh muslim di dunia dengan melenyapkan penjajahan. Dakwah dan jihad akan ditegakkan oleh pemimpin guna melindungi kaum muslim dan seluruh tempat tinggalnya. Wallahualam. []

Baca juga:

0 Comments: