Kisah Inspiratif
Ibu, Sekolah Kehidupan
Oleh. Sri Suratni
SSCQMedia.Com- Ada banyak cerita tentang ibu yang setiap kita bisa mengulasnya dengan apik. Baik cerita suka maupun duka, bahagia dan derita, perjuangan, pengorbanan, pengasuhan, pendidikan, penjagaan, dan banyak lagi hal lain yang bersumber dari seorang ibu.
Ibu, semua hal tentangmu, kini bisa aku rasakan. Aku lebih banyak berempati padamu, setelah aku menjadi seorang istri bagi suamiku dan ibu bagi anak-anakku.
Ibu ..., maafkan aku jika dulu suka membantah dan tidak mengindahkan omonganmu. Terkadang engkau memanggilku untuk suatu keperluan, namun aku lambat meresponnya. Tapi engkau tidak pernah marah. Bahkan engkau sering memberiku nasihat, namun aku suka cuek dan terkadang abai akan nasihatmu.
Ibu …, kini aku menyesali semua perlakuan burukku terhadapmu. Aku sadari betapa aku telah membuatmu kesal dan sakit hati. Namun, semua itu tidak pernah engkau tunjukkan dan ungkapkan dalam bentuk luapan kemarahan apalagi sumpah serapah seperti kebanyakan ibu di luaran sana. Di saat kebanyakan ibu yang dengan mudah mengatai anak-anaknya dengan perkataan yang tidak baik, engkau justru sebaliknya, merespon kenakalan kami dengan ucapan doa. Aku ingat dulu Ibu kesal karena aku sering berkelahi dengan adik. Aku tidak mau mengalah kepada adik. Ibu yang selalu melerai di saat kami bertengkar. Ibu hanya bilang, "Anak Ibu yang pintar, sayangi adiknya ya, adik masih kecil, ajak dia main bersama jangan kelahi." Sambil merangkulku, Ibu memberikan nasihatnya.
Sementara, di dalam hatiku waktu itu berkata, "Ibu, aku tidak terima Ibu sering membela adik dan menyalahkan aku." Itulah pemikiran dan penilaianku dulu kepada Ibu. Ternyata persepsiku terhadap Ibu salah. Ibu tidak pernah membedakan perlakuannya terhadap anak-anaknya. Ibu tidak pernah pilih kasih. Semua anak mendapatkan perhatian dan kasih sayang penuh dari Ibu.
Dan sekarang, bagiku Ibu adalah segala hal indah dan sumber kebahagian sejati. Betapa tidak, dari semenjak janin, rahim seorang ibu adalah tempat teristimewa, tempat terhangat dan ternyaman yang pernah kita tempati. Kita dielusnya, diajak berbicara dan diberikan bimbingan dan tuntunan untuk mendekat kepada Sang Khalik. Kita merekam itu semua, terlebih hal-hal baik yang diteladankan oleh ibu.
Ketika ibu di saat kehamilannya lebih mendekatkan diri kepada Allah karena kesadaran akan hubungannya dengan Allah dan ungkapan rasa syukur atas semua karunia yang Allah berikan. Ibu menjalankan semua ibadah yang difardukan dan ditambah dengan ibadah nafilah (Tahajud, Duha, bersedekah, tilawah, menjaga lisan dan perbuatannya dari hal-hal yang tidak baik).
Selain dikerjakan karena mengharapkan rida Allah, juga dimaksudkan agar anak di dalam kandungan terbiasa dengan yang makruf sebagaimana yang dicontohkan oleh Ibu. Jadi semenjak kita dalam kandungan, Ibu sudah mulai berupaya memberikan perhatian, kasih sayang dan pendidikan terbaik versi ibu kita masing-masing.
Dan bagi seorang ibu yang di masa hamilnya menjalankan ibadah salat dengan baik, maka Allah memberikan keutamaan padanya. Salatnya seorang ibu yang sedang hamil lebih utama dibanding dengan 80 rakaat salat wanita yang tidak hamil. Hal ini disebutkan dari riwayat Muslim yang berbunyi:
"Bahwa dua rakaat salat ibu hamil menjadi lebih baik dibandingkan dengan 80 rakaat salat yang dilakukan perempuan tidak hamil." (HR Muslim).
Dan masyaallah, segala bentuk perhatian, limpahan kasih sayang, dan pendidikan terbaik itu tidak hanya dilakukan ibu sebatas saat kita di dalam kandungan saja, tetapi berlanjut sepanjang kehidupan kita ke depannya. Sangat menarik sebuah kutipan yang berasal dari bahasa Arab:
"Al Ummu madrasatul ula, iza adadtaha adadta syaban thayyibal araq."
Artinya: "Ibu adalah madrasah (sekolah) pertama bagi anaknya. Jika engkau persiapkan ia dengan baik, maka sama halnya engkau persiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya."
Ibu… benarlah bahwa engkaulah pendidik pertama dan utama kepada anak-anakmu. Bahkan ketika kita masih bayi, Ibu tidak pernah bosan mengajak kita berbicara meski respon si bayi hanya senyum, tertawa atau menangis.
"Anak Ibu sayang, Ibu berdoa semoga engkau tumbuh sehat, cerdas, dan kelak jadi anak saleha kebanggaan ibu dan ayah."
"Cepat besar dan pintar ya, sayang Ibu."
Begitu kurang lebih gumam seorang ibu seraya mendoakan anaknya. Disambut dengan senyum manis sang buah hati.
"Masyaallah, anak Ibu sudah bangun saja, iih, gemasnya."
"Kamu haus, sayang?"
Seraya menyusui sang bayi. Setelah bayi selesai disusui, si ibu menepuk-nepuk lembut punggung bayi agar bayi bersendawa dan tidak gumoh. Kemudian dengan perlahan sang bayi diletakkan di tempat tidurnya. Ibu beranjak ke dapur mempersiapkan air hangat untuk mandi bayinya.
"Ayo, anak Ibu mandi sekarang ya, Ibu sudah siapkan air hangat dan peralatan mandinya." Ibu seraya mengangkat dan melepaskan pakaian si bayi mungil kesayangannya.
Begitulah rutinitas seorang ibu setiap hari bersama bayinya. Ibu senantiasa membersamai bayinya dan senantiasa ada buat si bayi. Ibu selalu melibatkan si bayi di setiap aktivitasnya bahkan senantiasa berinteraksi dengan bayinya, mengajaknya mengobrol, membelai, mengelus, dan berdendang (memperdengarkan lagu-lagu selawat atau kasidah).
Kebiasaan seperti itu juga yang dilakukan oleh Ibuku. Anak-anak Ibuku, sewaktu masih bayi hingga menjelang usia setahun atau dua tahun, selalu ditidurkan dalam buaian dan diperdengarkan lagu-lagu Islami oleh Ibuku. Bahkan ketika aku menginjak usia balita, ada beberapa lagu yang bisa kunyanyikan sendiri, kata Ibuku. Sampai sekarang aku masih ingat lagu-lagu favorit yang sering didendangkan Ibu sewaktu kami kecil. Ada lagu dengan judul mengenal 25 Nabi dan Rasul, lagu tentang syahadat, lagu beduk subuh, lagu dodoi, dll.
Sewaktu aku mulai belajar makan, Ibulah yang pertama kali menyiapkan makanan dan menyuapiku makan. Ibu memasak sendiri makanan untuk bayinya. Nasi putih lunak yang diuleni dicampur dengan sayur hijau. Kadang Ibu membuat variasi makanan untuk bayinya. Labu kuning yang direbus, pisang masak yang dihaluskan dengan sendok atau makanan bayi bergizi lainnya. Begitu menurut yang diceritakan oleh Ibuku. Semua makanan yang masuk ke dalam tubuh anaknya selalu diperhatikan kebersihan, kehalalan, dan ketayibannya.
Setiap hari Ibu selalu mengajakku berbicara, mengajariku agar aku bisa mengoceh. Menurut Ibu, perkataan pertama yang beliau ajarkan adalah menyebut kata ibu, ayah, nenek, adik, dll yang mudah dikuti oleh kebanyakan bayi yang baru belajar berbicara. Dengan sabar dan telaten Ibu mengajariku setiap saat agar pandai berbicara.
"Anak Ibu yang cantik, coba ikuti Ibu, ya...?"
"Ibu, i-bu, i-bu. Nah pintar. Coba lagi, i-bu, i-bu."
Begitulah seterusnya sampai akhirnya aku bisa berbicara dan menyebutkan banyak hal seperti yang diajarkan oleh Ibu. Ibu mengenalkan banyak nama benda dan peralatan kepadaku. Tidak terasa kosakata yang kuhapalkan semakin banyak. Aku sudah bisa menyusun beberapa kata menjadi kalimat pendek seperti: "Ibu, aku mau minum!"
"Ibu, Ayah pergi kemana?"
Mungkin ketika itu usiaku masih batita.
Berbarengan dengan mengajariku berbicara secara inten, Ibu juga mengajariku agar pandai berjalan. Menurut cerita Ibuku, setiap pagi dan sore hari aku ditatah belajar berjalan di atas rerumputan. Dengan sabar, Ibu mengajariku mengangkat kaki untuk melangkah. Kalau bahasa Ibuku, "ditatah" dengan dipegangi kedua sisi ketiak anak dan melangkahkan kakinya satu-satu dengan perlahan. Begitu seterusnya, sampai akhirnya aku pandai berjalan bahkan pandai berlari. Semua itu tidak terlepas dari kesabaran dan keuletan seorang ibu yang mengajarkan kita pandai berjalan.
Ibu pula yang mengajariku pandai berhitung. Kata Ibu, pandai berhitung itu penting. Bagaimanapun perjalanan kehidupan kita, semua tidak terlepas dari hitung menghitung. Jadi, dari semenjak kecil, anak-anak Ibu mesti cakap dalam berhitung.
Ibu juga tidak lupa mengajariku mengenal Allah Swt. dan Rasulullah saw. Ibu adalah orang pertama yang mengajari aku mengenal huruf hijaiyah dan membaca Al-Quran. Kemudian Ibu mengantarkanku kepada guru mengaji agar aku lebih konsisten dan semangat lagi mengaji Al-Quran.
Aku hafal surah Al-Fatihah dan ayat pendek lainnya, pertama kali juga karena diajarkan oleh Ibu. Bahkan aku pandai salat dan melaksanakan puasa Ramadan juga karena Ibu yang mengajarkannya padaku dan melatihku agar istikamah dalam pelaksanaannya. Ibu, betapa besar jasa dan perjuangan tanpa lelahmu untukku.
Bahkan di saat aku menginjak usia prasekolah, aku sudah mengerti bagaimana memperlakukan orang yang lebih muda dariku dan memperlakukan orang yang lebih tua dariku. Ibu mengajariku akhlak dan adab terhadap kedua orang tua dan kepada orang lain.
"Nak, jika Ibu, Ayahmu, dan orang yang dewasa sedang duduk di lantai, maka jangan pernah engkau duduk lebih tinggi dari mereka."
"Nak, jika engkau ingin melewati sekumpulan orang yang sedang duduk-duduk, jangan lupa ucapkan permisi dan bungkukkan badanmu."
Ibu menasihati seraya mencontohkan bagaimana sikap ketika ingin lewat di hadapan orang banyak.
Ibu, semua nasihat dan didikan darimu terekam indah di benakku. Aku akan selalu berupaya menjalankan semua hal baik yang telah engkau ajarkan.
Sampai akhirnya, ketika aku sudah dewasa dan berumah tangga, ilmu tentang arti dan hakikat kehidupan yang kudapatkan darimu mampu menjadikanku seorang muslimah dan ibu yang tangguh bagi anak-anakku dan keluarga kecilku. Kesabaran, kasih sayang, cinta yang tulus, kesetiaan, dan pengabdian kepada keluarga, aku peroleh dari keteladananmu.
Ibu, sungguh banyak pengajaran, pengorbanan, perjuangan sucimu yang tidak bisa kusebutkan satu-persatu. Semua cukup bisa kuresapi, kurasakan dan kujalankan sesuai yang engkau inginkan. Betapa aku tidak bisa membalas segala jerih payahmu, jasa, dan pengorbananmu untukku.
Yang bisa aku lakukan sepanjang hayatku adalah menjadi anak yang saleha buatmu dan mendoakanmu di setiap embusan napasku. Firman Allah berikut, menjadi pedoman bagiku untuk selalu berbuat baik, berbakti, dan mendoakanmu di setiap keadaan.
Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-Ahqaf ayat 15:
Artinya: "Kami wasiatkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah serta melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandung sampai menyapihnya itu selama tiga puluh bulan. Sehingga, apabila telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun, dia (anak itu) berkata, "Wahai Tuhanku, berilah petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dapat beramal saleh yang Engkau ridai, dan berikanlah kesalehan kepadaku hingga kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada-Mu dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim."
Allah Swt. berfirman dalam QS An-Naml: 19, yang artinya:
“Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh."
Surah Al-Isra ayat 23-24, yang memerintahkan untuk berbakti kepada orang tua dengan penuh kasih sayang dan mengucapkan doa, "Wahai, Rabbku, kasihilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil."
"Allahummaghfirlii waliwaalidayya warhamhumaa kamaa rabbayaanii shagiiraa" yang artinya, "Tuhanku, ampunilah dosaku dan (dosa) kedua orang tuaku. Sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu aku kecil."
Wahai Rabb sekalian alam, Rabb yang jiwa Nabi Muhammad ada dalam genggaman-Nya…
Rabb yang memegang hidup dan matiku ada di tangan-Nya....
Berikanlah kebahagiaan di dunia dan di akhirat kepada kedua orang tuaku, berilah keduanya umur panjang yang berkah, limpahilah kehidupan mereka dengan rahmat dan karunia-Mu, bimbing, dan tunjukilah mereka ke jalan yang lurus, jalan yang Engkau ridai dan kelak wafatkan mereka dalam husnul khatimah.
Aamiin ya rabbalalamiin.
Wallahualam bissawab.
Pekanbaru, 30 Desember 2024 [An]
0 Comments: