Islam Kafah, Solusi untuk Liberalisasi Pergaulan
Oleh. Indri Wulan Pertiwi
(Aktivis Muslimah Semarang)
SSCQMedia.Com-Perubahan sosial dan budaya saat ini membawa penyebaran perilaku seks bebas yang dipicu oleh liberalisasi pergaulan di masyarakat. Fenomena ini tidak hanya merugikan moral individu tetapi juga memiliki konsekuensi serius dalam kehidupan bersama. Sekularisme yang makin meningkat memainkan peran utama dengan memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari, membuat masyarakat rentan terhadap godaan karena kurangnya pemahaman akan ajaran agama sebagai pedoman berperilaku.
Yang tak kalah berpengaruh adalah peran media dalam membentuk pola pikir dan perilaku masyarakat. Konten yang tidak pantas yang disajikan secara terbuka di media massa dapat secara tidak langsung merangsang masyarakat untuk mengikuti tren perilaku negatif tersebut. Ditambah lagi dengan kurikulum pendidikan yang belum menekankan nilai-nilai keagamaan dengan cukup kuat, hal ini makin memperparah keadaan.
Peningkatan kasus pelanggaran moral dalam masyarakat, seperti hubungan terlarang antara guru dan murid, serta pesta swinger di Bali, mencerminkan kompleksitas realitas sosial yang terjadi akibat sistem kapitalisme dan liberalisasi pergaulan. Contoh nyata adalah meningkatnya permohonan dispensasi nikah oleh remaja di Kabupaten Sleman mencapai 98 kasus. Dan menurut pengadilan agama Kabupaten Sleman, faktor kehamilan di luar nikah menjadi dominan. Meskipun jumlah permohonan dispensasi karena kehamilan di luar nikah mengalami penurunan pada tahun 2024, Pengadilan Agama Kabupaten Sleman dan instansi terkait terus melakukan sosialisasi untuk mencegah pernikahan dini. (kompas.com, 10/1/ 2025).
Sistem ekonomi kapitalisme telah memberikan dampak yang signifikan dalam membentuk arus informasi dan hiburan di masyarakat modern. Ekspansi konten porno di berbagai platform digital adalah salah satu contoh dampak sistem kapitalisme yang mendorong profitabilitas melalui persaingan. Sementara liberalisasi pergaulan kian memperkuat praktik seks bebas di masyarakat. Alhasil munculnya berbagai kasus tersebut adalah konsekuensi nyata dari liberalisasi pergaulan yang dipengaruhi oleh kapitalisme.
Negara yang berpegang pada sistem kapitalisme cenderung memberikan kebijakan yang tak kalah sekuler dalam menangani perilaku seks bebas ini, sebagaimana pendidikan seks ala Barat. Negara lebih fokus terhadap kampanye pendidikan seks atau bahkan pendistribusian alat kontrasepsi di sekolah-sekolah. Oleh karena itu, solusi sekuler yang tidak memasukkan nilai agama dalam kehidupan tidak pernah mampu menyelesaikan masalah ini secara menyeluruh.
Untuk menghadapi kerusakan moral seperti ini, tentunya selain mencari akar masalah utama, solusi yang diterapkan juga harus menyeluruh, seperti mengembalikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan. Terlebih dalam bidang pendidikan, pendidikan berbasis Islam jauh berbeda dengan pendidikan sekuler saat ini, yang sering kali fokus pada nilai akademik karena adanya tekanan untuk mencapai hasil yang baik dalam ujian dan evaluasi akademik untuk kebutuhan kerja. Namun kurang memberikan perhatian yang cukup pada pengembangan karakter dan nilai-nilai moral. Pendidikan dalam Islam mampu melahirkan individu yang tidak hanya cerdas dalam akademik, tetapi juga bertakwa dan berkepribadian Islam, sehingga menciptakan masyarakat yang kokoh secara akidah dan moral.
Untuk mengatasi kerusakan moral, perlunya penerapan solusi menyeluruh dengan mengembalikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan, khususnya melalui pendidikan berbasis Islam. Pendidikan Islam mengutamakan pengembangan karakter dan nilai-nilai moral selain fokus pada aspek akademik, berbeda dengan pendidikan sekuler yang cenderung menekankan pencapaian akademik semata. Pendidikan berbasis Islam mampu menciptakan individu yang tidak hanya pintar secara akademik, tetapi juga taat pada nilai-nilai agama dan memiliki kepribadian Islam, yang pada akhirnya dapat memperkuat fondasi akidah dan moral dalam masyarakat.
Selain itu, Islam juga memberikan pedoman yang jelas terkait pergaulan antara laki-laki dan perempuan dengan memisahkan kehidupan komunitas laki-laki dan perempuan, dan adanya larangan khalwat, larangan ikhtilat, serta aturan mengenai berbusana sesuai syariat. Dalam konteks kerja sama antara laki-laki dan perempuan, penting untuk memperhatikan prinsip udzur syar'i yang menegaskan bahwa kolaborasi atau interaksi antara laki-laki dan perempuan harus dilakukan dengan alasan syar'i yang jelas atau kebutuhan yang mendesak. Hal ini adalah bagian dari upaya untuk menjaga batasan-batasan yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam. Tujuannya adalah untuk mengendalikan perilaku yang dapat mengarah kepada pergaulan bebas yang tanpa batas. Sehingga menciptakan lingkungan sosial yang sehat dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemurnian, kesucian, serta penghormatan antara sesama individu.
Oleh karena itu, solusi yang diusulkan dalam menghadapi maraknya seks bebas bukanlah semata-mata tentang mengecam dan melarang, atau sebatas mengedukasi, tetapi harus mengembalikan konsep Islam secara menyeluruh ke dalam kehidupan sehari-hari. Sistem pendidikan dan pergaulan yang berakidah Islam menjadi kunci utama dalam membangun masyarakat yang kokoh dalam nilai-nilai agama.
Selain itu, negara juga perlu turut berperan aktif dalam menjaga akidah umat, melakukan pengawasan dan menutup celah bagi konten-konten negatif yang dapat merusak moral masyarakat. Penegakan hukum yang tegas dan implementasi yang konsisten dari pihak negara sangat diperlukan untuk memastikan bahwa kehidupan masyarakat dapat tetap dijaga dengan baik di tengah arus globalisasi yang tak terelakkan.
Dengan demikian, Islam dapat memberikan solusi nyata terhadap bahaya seks bebas dengan menerapkan syariat Islam secara kafah, yang didasarkan pada aturan-aturan untuk menjaga kemuliaan generasi dan peradaban. Sebab sangatlah penting bagi masyarakat khususnya generasi muda untuk memahami aturan pergaulan Islam ini agar mampu melakukan self-control dan menjauhi seks bebas. Dan dengan menerapkan hukum Islam secara menyeluruh, niscaya akan lahir generasi muda yang berkualitas dan terlindungi dari ancaman negatif. Namun, implementasi aturan tersebut akan dapat lebih optimal dengan adanya institusi negara yang menerapkan syariat Islam secara kafah, seperti dalam naungan Daulah Khilafah.
Wallahu'alam. []
Baca juga:

0 Comments: