Headlines
Loading...
Oleh. Rina Herlina 

SSCQMedia.Com- Sejak Dzuhur tadi, kuota internet habis. Karena sedang malas keluar rumah, jadinya dibiarkan saja tanpa data internet. Setelah Ashar barulah minta tolong suami mengisi pulsa, takutnya ada informasi penting kalau lama tidak buka ponsel. Maklum, ponsel saya banyak berisi grup WhatsApp.

Setelah diisi pulsa, langsung aku daftarkan paket internet. Saat sudah aktif, langsung buka aplikasi hijau. Ternyata sudah ada sekitar 11 panggilan tak terjawab dari nomor bapak. Wah, sedikit panik, karena tak biasanya. Saat aku mau mencoba menelpon balik, ternyata nomor bapak memanggil kembali. Langsung kuangkat dengan tidak lupa mengucapkan salam. Ternyata panggilan video call, terpampanglah wajah mamah yang semakin menua. Dengan nada khawatir mamah, bertanya, 

"Dari tadi Mamah hubungi, kenapa gak aktif" tuturnya dengan wajah khawatir.

"Ada apa, Mah? kuota habis tadi, ini baru diisi, ada apa?" Cecarku tidak kalah khawatir.

Ternyata usut punya usut, mamah sedang mengkhawatirkan cucunya. Ya, anakku yang bujang memang tinggal bersama kakek neneknya di kampung, Tasikmalaya. Jadi, kata mamah, anakku sejak hari Sabtu izin pergi ke Pangandaran bersama temannya, tapi sampai Minggu sore belum juga pulang. Terus terang akupun diliputi rasa khawatir. Lalu aku izin untuk segera menutup telepon karena mau mencoba menelpon anak sulungku. Mamah berpesan agar memberikan kabar jika cucunya bisa dihubungi.

Tampak sekali kekhawatiran mamah. Mamah memang bukan tipikal yang suka menunjukkan kasih sayangnya. Dulu, aku juga menganggap mamah itu tidak sayang kepadaku. Karena ya itu tadi, mamah hampir tidak pernah menunjukkannya. Padahal, jauh di lubuk hatinya, mamah menyayangiku dan tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk terhadapku. Apalagi kalau aku sudah beradu mulut dengan bapak, mamah selalu berusaha melerai ku dan menyuruh untuk tidak melawan bapak. Mamah sangat khawatir jika aku sampai dipukul bapak, karena bapak memang agak sedikit ringan tangan.

Begitulah mamah, meski terkesan cuek, tapi aku tahu cintanya sebenarnya begitu besar. Ya, seperti ke cucunya, meski terkesan setiap hari cerewet dan suka marah-marah, tapi saat cucunya tak pulang-pulang dan tak bisa dihubungi, rasa khawatirnya begitu kentara. 

"Terima kasih karena sudah khawatir terhadap cucumu Mah."

Hmm, saat melihat wajahnya yang makin menua, ada rasa khawatir menyelinap dalam dada. Ada rasa rindu yang membuncah. Teringat kembali saat masa-masa sulit dulu, harus keliling kampung menjajakan gorengan ke para tetangga. Mamah tanpa lelah menggendong adikku dan menggandeng tangan mungilku menyusuri jalan kampung, berharap ada sedikit rezeki yang bisa didapat hari itu. Ah, kalau mengenang masa-masa itu, rasanya sesak di dada. Betapa tangguhnya mamah, betapa kuat fisiknya.

Sampai saat ini, fisik mamah memang masih kuat dan sehat dibanding bapak. Bapak justru badannya ringkih, segala macam penyakit menggerogoti tubuhnya. Bapak sama mamah memang sangat bertolakbelakang dari segi kesehatan. Jika mamah cenderung jarang sakit dan sangat benci dengan obat-obatan kimia, bapak justru mudah sakit dan sangat bergantung dengan obat-obatan. Dikit-dikit minum obat. Jadilah ketergantungan, segala macam obat kimia sudah dicoba. Sampai-sampai bapak mengalami gangguan pendengaran. Menurut analisa, hal itu bisa jadi disebabkan karena efek dari obat-obatan yang diminum. Bisa jadi karena memang dosis setiap obatnya cukup tinggi.

Setiap menelpon, saat kutanyakan kabar bapak, selalu dijawabnya sedang sakit kakilah, pingganglah, asam urat, reumatik, bahkan pernah sampai kolaps gara-gara kencing batu. Saat itu bapak sampai dibawa ke rumah sakit (RS). Dilakukan tindakan operasi untuk mengeluarkan batu yang menyumbat saluran pembuangan air kecilnya. Kami semua khawatir tentu saja, beruntung bapak bisa melewati masa-masa itu. Akhirnya bapak dibolehkan pulang.

Berbanding terbalik dengan mamah. Fisik mamah alhamdulillah begitu kuat, jarang sakit. Sakit mamah bisa dihitung dengan jari. Mamah sangat benci obat-obatan. Kalau mamah sakit, jangan harap mamah akan mau diajak berobat, apalagi minum obat. Mamah lebih suka tiduran sepanjang hari bahkan bisa berhari-hari. Paling kami buatkan saja air gula merah hangat biar mamah ada tenaga. Kalau mamah sakit kami jauh lebih khawatir. Karena ya itu tadi, mamah hanya tiduran saja.

Selama aku merantau di tanah Minang ini, sudah masuk tahun kesepuluh, sekali saja aku pernah dikabari mamah sakit lumayan parah. Sampai berhari-hari mamah tak bangun dari tempat tidurnya. Akhirnya aku bujuk mamah untuk mau berobat. Aku bilang pada mamah, kalau mamah tak mau berobat, takutnya tambah lama sakitnya. Sementara rumah butuh sentuhan mamah. Bapak benar-benar sangat bergantung pada mamah. Kalau mamah sakit semuanya berantakan, karena semua pekerjaan rumah mamah yang handel. Kalau mamah sakit, bisa dipastikan rumah sudah seperti kapal pecah. Cucian piring dan baju numpuk, rumah kotor karena tak ada yang nyapu dan ngepel. Ah, pokoknya kalau mamah sakit, semuanya terbengkalai.

Mamah, terima kasih karena sudah selalu kuat demi kami. Terima kasih karena memilih bertahan dalam berbagai kesulitan meski aku tahu mamah bisa saja pergi dan hengkang dari kehidupan bapak. Tapi, mamah tetap memilih bertahan dengan segala konsekuensinya. 

Benarlah, jika perempuan adalah ras terkuat di bumi. Karena aku sudah melihat kekuatan itu pada sosok mamah. Kuat dalam menjalani kehidupan yang sulit, anak-anak yang sangat menguji, terutama aku. Mamah juga kuat menghadapi sifat bapak yang terkadang mudah marah dan temperamen.

Bersyukur karena memilikimu Mah, bersyukur karena terlahir dari rahimmu. Kami bersyukur memiliki mamah dalam kehidupan kami. Semoga kebahagiaan selalu menyelimutimu, Mah. Semoga aku dan adik-adikku bisa membahagiakanmu di sisa usiamu. Berbahagialah, Mah, semoga mamah selalu sehat dan dalam lindungan Allah Swt. Amin. []

Payakumbuh, 29 Desember 2024

Baca juga:

0 Comments: