Headlines
Loading...
Kasus Pagar Makan Lautan dalam Perspektif Islam

Kasus Pagar Makan Lautan dalam Perspektif Islam

Oleh. Indri Wulan Pertiwi
(Kontributor SSCQMedia.Com dan Aktivis Muslimah Semarang)

SSCQMedia.Com-Munculnya pagar laut misterius di pesisir Tangerang beserta banyaknya fakta dan bukti yang menyertainya, menimbulkan pertanyaan mengenai siapa yang bertanggung jawab atas pembangunan dan kepemilikan pagar laut, serta kecurigaan tentang keterlibatan pihak-pihak dalam pembangunan dan pengelolaan ruang laut. Hal tersebut menunjukkan adanya kompleksitas dalam pengelolaan sumber daya laut di Indonesia. Sekaligus memberi indikasi bahwa pemerintah selama ini hanya fokus pada pengumpulan pajak tanpa memberikan perlindungan yang cukup atau jaminan terhadap hak-hak masyarakat, termasuk para nelayan yang bergantung pada laut untuk kehidupan mereka.

Pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Tangerang telah menembus 16 desa di 6 kecamatan. DKP Banten mengetahui keberadaan pagar laut tersebut pada Agustus 2024 ketika baru terpancang sejauh 7 kilometer. Meskipun dilakukan investigasi oleh berbagai instansi, termasuk TNI AL, Polairud Polresta Tangerang, dan Satpol PP, pagar misterius terus bertambah panjang hingga mencapai 30 kilometer. Pagar laut ini mulai menarik perhatian setelah foto-fotonya menjadi viral di media sosial, namun asal-usul dan pemasangannya tetap belum diketahui. Akhirnya, Menteri Kelautan dan Perikanan menyegel pagar laut tersebut dan menyatakan bahwa pemasangannya tidak berizin.
(Kompas.com, 25/9/2025).

Pasca pengecekan di lapangan menunjukkan, bahwa pembagian pagar laut mirip dengan pembagian tanah di daratan, disertai dengan munculnya sertifikat resmi yang semakin meningkatkan kecurigaan masyarakat terhadap kemungkinan adanya pihak-pihak yang terlibat dengan potensi korupsi atau penyalahgunaan wewenang. Kementerian Agraria Tata Ruang (ATR) menjadi sasaran kecurigaan tersebut, karena kementerian ATR memang bertanggung jawab dalam menangani masalah terkait pengaturan dan pengembangan sektor agraria serta tata ruang. Terlebih kementerian ATR juga berperan dalam kebijakan pertanahan, penataan ruang, pengendalian wilayah, dan pengelolaan informasi geospasial.

Namun, mengingat tindakan memagari laut hingga jarak sepanjang itu merupakan hal yang kompleks serta memerlukan biaya besar. Maka muncul pertanyaan, mengenai sejauh mana negara mengetahui hal ini? Maka kemungkinannya, negara tidak memiliki peraturan dan mekanisme pengawasan yang efektif untuk mencegah praktik-praktik seperti itu. Atau menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem pengawasan dan regulasi yang memungkinkan kasus-kasus seperti ini bisa terjadi tanpa sepengetahuan pihak berwenang.

Kemunculan pagar laut misterius tersebut, tentu sangat berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat pesisir yang bergantung pada sumber daya laut. Hal ini menimbulkan ketidakpastian terkait mata pencaharian nelayan dan masyarakat pesisir lainnya yang bergantung pada aktivitas di laut. Kondisi ini juga berpotensi merugikan ekosistem laut yang rentan terhadap kerusakan akibat eksploitasi yang tidak terkendali, dan sejatinya hal ini merupakan bagian dari sistem kapitalisme liberal yang dianut negara saat ini.

Dalam konsep sistem ekonomi kapitalisme, berbagai aset publik seperti sumber daya alam dapat dialihkan kepada individu atau sektor swasta, alasannya demi inovasi dan efisiensi, serta mengurangi beban fiskal terkait dengan pengelolaan sumber daya alam. Dalam hal ini konsep privatisasi dan hak properti menjadi sangat penting, sehingga tindakan seperti memagari lautan dianggap sah demi melindungi investasi. Sehingga eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam termasuk laut demi mencapai keuntungan finansial pun kerap terjadi.

Dari konsep sistem ekonomi kapitalisme tersebut, terdapat risiko besar yang harus dihadapi negara, seperti hilangnya kontrol negara atas sektor tertentu yang melahirkan ketimpangan ekonomi, dan kemungkinan terjadinya monopoli. Sehingga negara dalam konteks ini menghadapi keterbatasan sumber daya dan kekuatan karena regulasi yang kurang memadai dan kepentingan politik atau ekonomi tertentu yang mendukung praktik merugikan seperti ini. Hal ini menyebabkan negara semakin kesulitan dalam melindungi sumber daya laut dan menjaga keberlanjutannya yang seharusnya menjadi aset bersama yang wajib dijaga untuk kepentingan masyarakat.

Dalam ajaran Islam atau sistem khilafah yang mengacu pada pemerintahan berdasarkan syariat Islam, konsep kepemilikan umum terhadap sumber daya alam termasuk laut sangat penting dalam menjaga kesejahteraan umat. Dalam konteks pengelolaan sumber daya laut, penentuan kebijakan pengawasan terhadap aktivitas yang dapat merugikan lingkungan laut diatur oleh negara, namun tetap dengan prinsip kepemilikan umum yang menunjukkan bahwa laut dan segala sumber dayanya dimiliki bersama oleh seluruh umat.

Manfaat dari sumber daya laut ini didistribusikan secara merata kepada seluruh lapisan masyarakat melalui pemenuhan kebutuhan dasar seperti kesehatan, layanan publik, dan pendidikan. Dengan demikian, pengelolaan sumber daya laut akan dilakukan dengan transparan dan terbuka, demi kemaslahatan rakyat secara keseluruhan.

Dengan demikian, sistem Khilafah akan melarang privatisasi sumber daya umum, termasuk laut karena dapat merugikan kepentingan umum. Artinya, kasus pemagaran laut yang terjadi saat ini merupakan praktik privatisasi sumber daya alam yang dilarang dalam Islam.

Sistem Khilafah juga menekankan pentingnya menegakkan hukum syariat terhadap mereka yang melakukan tindakan yang merugikan kepentingan umum, termasuk dalam pengelolaan sumber daya laut. Melalui hukum syariat, pelanggaran terhadap kelestarian lingkungan laut dapat diatasi secara adil dan proporsional sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga dapat menciptakan hukum yang adil dan menghormati hak-hak semua pihak.

Dalam sistem Khilafah, negara juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga kedaulatan maritim, termasuk pengawasan wilayah perairan, penyelesaian konflik dengan adil, dan perlindungan lingkungan laut dari aktivitas yang bisa merusak ekosistem. Dengan menjaga kedaulatan maritim yang kuat, negara akan benar-benar dapat melindungi sumber daya laut dan kepentingan umat secara menyeluruh.

Oleh karena itu, melalui keterlibatan negara yang mengutamakan kepentingan umat, penerapan hukum yang adil, serta kesadaran akan keberlanjutan lingkungan, sumber daya laut dapat dimanfaatkan dengan bijaksana untuk kesejahteraan bersama.

Dengan penerapan sistem Khilafah yang menawarkan pendekatan holistik dan berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya laut berdasarkan prinsip-prinsip Islam, maka pengelolaan sumber daya laut bisa dilakukan secara adil dan bebas dari eksploitasi pihak tertentu. Dengan demikian, laut sebagai karunia Allah akan memberikan manfaat yang luas bagi seluruh umat manusia.

Wallahualam bissawab. [Hz]

 

Baca juga:

0 Comments: