Headlines
Loading...

Oleh. Lia Marliawati

SSCQMedia.Com-Awal tahun baru 2025 kemarin, kebijakan pajak di Indonesia telah menjadi sorotan publik. Beberapa kebijakan pajak yang diterapkan pemerintah, dinilai memberatkan rakyat. Terutama kelompok ekonomi menengah ke bawah. Kebijakan ini, memperburuk beban hidup masyarakat. Khususnya di tengah kondisi inflasi tinggi dan lonjakan harga barang kebutuhan pokok.


Salah satu kebijakan yang menuai kritik adalah pemberlakuan kembali Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pada barang kebutuhan pokok dan layanan dasar yang sebelumnya dikecualikan, seperti sembako, bahan bakar dan obat-obatan. Kebijakan ini, memicu kenaikan harga yang signifikan pada berbagai jenis barang. Menurut laporan Bali Express (3 Januari 2025), harga sembako di pasar tradisional meningkat tajam setelah pemberlakuan kebijakan ini. Hal ini membuat masyarakat makin kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.


Selain memukul daya beli masyarakat, kebijakan pajak ini turut berdampak pada sektor usaha kecil dan menengah (UKM). Banyak pelaku UKM kesulitan bertahan, karena peningkatan biaya produksi dan harga jual barang yang semakin tidak terjangkau oleh konsumen. Akibatnya, tidak sedikit pengusaha kecil yang terpaksa merumahkan pekerja atau bahkan menutup usahanya.


Pemimpin dalam Islam, Tidak Membebani Rakyat 

Kebijakan pajak yang dianggap memberatkan rakyat ini, dinilai tidak selaras dengan prinsip keadilan dan perlindungan terhadap masyarakat yang ekonominya rentan. Pemerintah seharusnya lebih bijak dalam merumuskan kebijakan agar tidak semakin membebani rakyat. Selain itu, pendidikan tentang pajak perlu diperkuat agar masyarakat dapat memahami dan menerima kebijakan tersebut tanpa merasa tertekan atau dirugikan.


Seorang pemimpin, baik dalam lingkup perusahaan, masyarakat, keluarga maupun negara, adalah pelayan bagi rakyatnya. Hal ini sesuai dengan ungkapan "Pemimpin suatu kaum adalah pelayan bagi kaumnya". Oleh karena itu, kebijakan yang diambil harus mengutamakan kepentingan rakyat, bukan sebaliknya.


Dalam pandangan Islam, pemimpin bertanggung jawab memastikan keadilan dalam sistem ekonomi, termasuk dalam hal pajak. Rasulullah saw, mencontohkan pengelolaan zakat dan pajak yang dilakukan secara adil, tanpa membebani rakyat. Hal ini selaras dengan firman Allah Swt, dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 267: "Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usaha yang baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan untuk kalian dari bumi."


Islam mengajarkan, bahwa kebijakan pajak harus berlandaskan prinsip keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat. Negara wajib mempertimbangkan daya beli masyarakat serta memastikan bahwa kebijakan yang diambil memberikan dampak positif terhadap perekonomian. Di sisi lain, zakat dan infak dapat menjadi instrumen yang efektif untuk meringankan beban ekonomi masyarakat, terutama mereka yang terdampak kebijakan pajak.


Dengan menerapkan prinsip keadilan sebagaimana diajarkan dalam Islam, negara dapat menciptakan kebijakan pajak yang tidak hanya adil, tetapi juga menjamin kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Dalam Islam, pemimpin memiliki tanggung jawab sebagai ra'in (pemelihara) dan junnah (pelindung) bagi rakyatnya. Oleh karena itu, kebijakan berbasis syariat Islam dapat menjadi solusi untuk menciptakan kesejahteraan yang merata di bawah pemerintahan yang adil dan berorientasi pada kepentingan rakyat.


Pemerintah perlu segera merevisi kebijakan pajak agar lebih adil dan tidak semakin membebani rakyat kecil. Dengan pendekatan yang berpihak pada keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat, beban hidup rakyat dapat dikurangi dan roda perekonomian nasional akan lebih stabil. [US]

Baca juga:

0 Comments: