Headlines
Loading...
Oleh. Rina Herlina 

SSCQMedia.Com- Di penghujung tahun 2024 ini, aku terpaku merenungi semua perjalanan hidup yang sudah kulewati. Terkenang kembali saat-saat kecil dulu, hidup susah di sebuah kampung kecil jauh dari hiruk pikuk perkotaan. 

Bersama mamah yang super kuat, hidupku dan kedua adikku selalu terlihat baik-baik saja. Mamah tampil perkasa membantu bapak dalam mencari nafkah. Sampai-sampai aku merasa jika mamah tidak memiliki banyak waktu untuk menemani tumbuh kembang kami anak-anaknya. Sejak pagi buta, mamah sudah disibukkan dengan berbagai pekerjaan, dari mulai menyiapkan gorengan yang akan dibawa keliling kampung, mengurus rumah, menyiapkan sarapan pagi sampai menyiapkan air hangat untuk seluruh penghuni rumah. Mamah begitu cekatan mengerjakan seluruh pekerjaan. Setiap hari begitu ritmenya. Sampai-sampai aku berpikir, apakah mamah tidak bosan melakukan rutinitas yang sama setiap hari tanpa kenal lelah dan tanpa pernah mengeluh. Bahkan sampai saat ini pun mamah masih setia dengan pekerjaannya tersebut. Hanya saja, kini mamah sudah tidak lagi keliling kampung untuk menjual gorengan. Pekerjaan itu sudah lama ditinggalkan, persis setelah mamah punya warung sendiri. Maka sejak saat itu, mamah sudah tidak perlu lagi berkeliling kampung demi berharap adanya sedikit rezeki dari para tetangga yang berbaik hati kepada mamah dan mau membeli gorengannya.

Mamah memang sudah tidak lagi berkeliling kampung untuk menjual gorengan, tapi mamah tetap membuat gorengan. Sekarang gorengannya dijajakan di warung. Jadilah setiap pagi, meski warung belum buka, orang-orang yang pulang dari masjid setelah melaksanakan salat subuh, sudah mengetuk-ngetuk pintu hanya untuk membeli gorengan buatan mamah. Ya, gorengan buatan mamah memang masih jadi favorit hingga saat ini.  Alhamdulillah masih banyak peminatnya. Dan selalu membuat orang-orang sekitar yang pergi merantau ke kota besar rindu dengan gorengan buatan mamah.

Tidak dapat dimungkiri, saat ini usia mamah sudah tidak muda lagi. Kekuatan mamah juga sudah terbatas. Namun, mamah masih belum bisa  pensiun dari berjualan. Ya mau bagaimana lagi, kehidupan keluarga kami memang sampai saat ini termasuk di bawah garis kemiskinan. Apalagi kondisi ekonomi saat ini memang sulit, jadilah mamah tetap setia dengan pekerjaannya yaitu membuat gorengan.

Apalagi bapak lebih sering sakit-sakitan. Fisiknya ringkih dan tidak sekuat mamah. Maka, sampai saat ini mamahlah yang lebih banyak menopang perekonomian keluarga.

Ah, Mah. Jika mengingat kenyataan itu, aku merasa hanya menjadi anak yang tidak berguna. Aku tidak bisa berbuat banyak untuk membantu kondisi keuangan keluarga kita. Kehidupan yang saat ini kujalani pun tidak jauh berbeda dengan kehidupan kalian di kampung. Maafkan aku ya, Mah. Maafkan, karena belum bisa berbuat banyak untuk membahagiakanmu.

Aku selalu berdoa dan meminta kepada-Nya, agar selalu menjagamu. Agar mamah senantiasa diberi kesehatan yang paripurna. Agar kita bisa berkumpul lagi seperti dulu. Agar Allah masih terus memberiku kesempatan untuk berbakti kepada kalian. Aku ingin kelak bisa menemani kalian di masa tua. Aku ingin berada di samping kalian, menemani kalian mengobrol tentang banyak hal. Ah, semoga Allah berkenan mengabulkan.

Mah, meski sejak kecil aku merasa mamah terlalu sibuk dan tidak memiliki banyak waktu untukku. Tapi aku tetap bersyukur karena memilikimu dalam hidupku. Aku tahu hari-hari yang mamah lalui begitu berat. Aku tidak menyalahkanmu, karena saat itu bahkan, mamah tidak bisa menemaniku mengerjakan PR dari guruku di sekolah. Aku memaklumi semuanya mah, mamah sudah sangat lelah dengan banyaknya pekerjaan, sehingga tenagamu sudah terkuras habis saat itu.

Aku memaafkanmu yang sering kali tidak bisa menemaniku mengambil rapor. Bahkan saat kenaikan kelas, saat semua teman-temanku ditemani kedua orang tuanya, hanya aku sendiri yang tidak ditemani orang tua. Aku sudah memaafkannya, meski saat itu, tentu saja aku kecewa. Betapa tidak, padahal saat itu aku ingin sekali mendapat apresiasi atas keberhasilanku bisa juara kelas meski hanya nomor dua terbaik. Lagi-lagi aku harus menelan kekecewaan, karena saat itu, di antara kalian berdua tidak ada yang bisa datang. Saat itu aku sedih, Mah. Aku kecewa, aku merasa tidak dicintai. Namun sekali lagi kukatakan, aku sudah memaafkan, Mah. Aku tahu kalau saat itu mamah sedang berjuang mencari nafkah agar kehidupan kami tetap baik-baik saja.

Begitulah pengorbananmu sejak dahulu, Mah. Rela berlelah-lelah demi bisa memberikan kehidupan yang layak untuk anak-anakmu. Rela tidak kumpul-kumpul dengan ibu-ibu yang lain. Padahal hal tersebut mungkin sesekali kamu butuhkan. Tapi mamah lebih memilih fokus berjuang memperbaiki perekonomian keluarga. Mamah tidak memiliki banyak waktu untuk sekadar duduk-duduk berbincang dengan para tetangga. Waktu mamah habis untuk mengembangkan warung.

Kini setelah aku berkeluarga dan mempunyai anak, baru kusadari betapa krusialnya peran kita dalam sebuah keluarga. Seorang ibu adalah jantungnya rumah tangga. Seorang ibu adalah madrasah pertama untuk buah hatinya. Seorang ibu akan melakukan apapun demi keluarga terutama anaknya. Maka, aku pun banyak belajar dari kisah masa kecilku mah. Tentu aku tidak ingin terlalu sibuk dengan urusan duniaku tanpa mempedulikan tumbuh kembang buah hati. Aku ingin selalu hadir untuk anak-anakku. Aku ingin selalu ada di saat mereka membutuhkan. Aku ingin di samping mereka dalam keadaan suka maupun duka.

Aku tidak ingin anak-anakku mengalami hal yang kualami. Meski begitu, aku sudah memaafkan segala hal terjadi di masa lalu. Aku memakluminya, Mah. Mamah tetap ibu terbaik yang kumiliki. Aku tetap bersyukur karena terlahir sebagai anakmu. Aku tetap yakin jika surga masih tetap berada di telapak kakimu. Maafkan aku atas segala sikap burukku di masa lalu. Aku menyesal dan berharap mamah tetap berkenan mendoakanku di setiap sujudmu. Karena doa seorang ibu untuk anaknya “makbul”, tanpa hijab, dan mampu menembus langit. Wallahualam. []

Payakumbuh, 31 Desember 2024

Baca juga:

0 Comments: