Pajak, Bukti Ketidakmampuan Pemerintah Menyejahterakan Rakyat!
Oleh. Alfin Aulia Dina, S.Pd
(Pendidik, Aktivis Dakwah)
SSCQMedia.Com-Kenaikan pajak telah ditetapkan sejak 1 Januari 2025. Pemerintah telah memberitahu bahwa akan ada kenaikan pajak yang semula 11% menjadi 12℅ (pajak.go.id/id, 3-1-2025). Hal ini tentu membuat masyarakat bergejolak, sehingga mereka melakukan protes sebagai aksi nyata terhadap kenaikan pajak yang akan dilakukan pemerintah.
Seperti halnya sebelumnya, ketika banyak menuai protes dari rakyat, barulah kebijakan yang telah ditetapkan diurungkan. Namun, kenaikan pajak tidak diberlakukan pada semua barang, melainkan hanya pada barang-barang mewah saja.
Meskipun nyata tidak semua barang terkena pajak, tetapi pada faktanya yang akan merasakan imbas paling besar adalah rakyat. Dengan adanya pajak sebelumnya saja rakyat sudah menderita bahkan tercekik atas pungutan yang harus dibayar, apalagi akan dinaikkan menjadi 12%. Tentu kebijakan ini membuat rakyat akan semakin sengsara.
Pajak dalam sistem kapitalisme adalah sumber pemasukan negara. Pajak dipungut dari rakyat yang berada dalam naungan negara yang menggunakan sistem kapitalisme sebagai ideologinya. Tanpa melihat apakah rakyat itu kaya atau miskin.
Terasa wajar bila di setiap lini kehidupan dikenakan pajak, karena pajak adalah ruh dalam sistem kapitalisme. Sistem ini tidak punya solusi efektif yang mampu menyejahterakan rakyat. Yang ada, rakyatlah yang dijadikan sasaran untuk meraih untung yang sebesar besarnya oleh para pemilik modal.
Sumber daya alam yang ada dalam negeri hanya akan dikelola oleh pemilik modal (oligarki). SDA diswastanisasi sehingga rakyat seolah-olah tidak punya hak atasnya. Alhasil, negara tidak memiliki sumber pemasukan yang jelas.
Dalam Islam pajak bukanlah sumber pemasukan negara, bahkan dalam Islam pajak adalah sesuatu yang diharamkan selama tidak dalam keadaan yang sangat mendesak dan itu pun ada syarat dan ketentuannya.
Sebagaimana diriwayatkan dari Imam Ahmad, Abu Daud dan al Hakim dari ‘Uqbah bin ‘Amir, Nabi saw. bersabda: “Penarik pajak itu tidak akan masuk surga.” Hadits ini dinilai sahih oleh al Hakim.
Pemasukan dalam sistem Islam memiliki banyak sumber, termasuk zakat yang diambil dari orang yang wajib zakat. Penyaluran dana juga jelas, zakat hanya untuk delapan golongan yang telah disebutkan Allah Swt. dalam Al-Qur’an surah At-taubah ayat 60. Yaitu, fakir, miskin, riqab (hamba sahaya), gharim (orang yang berutang), mualaf, fisabilillah, Ibnu sabil, dan amil.
Adapun negara, memiliki pos pemasukan dari jizyah, fai, kharaj, khumus, dan sebagainya. Tak ada pajak yang dipungut negara dalam sistem Islam. Seluruh pengelolaan SDA oleh Islam didasarkan oleh akidah dan syariat Islam. Visi akhirat telah dimiliki oleh penguasa di sistem Islam. Yang di benaknya tertanam iman dan amanah yang dilaksanakan. Dari dasar akidah itulah akan lahir penguasa yang melayani rakyat dengan rida.
Jika ini dilaksanakan, niscaya akan terwujud pemimpin yang mencintai rakyatnya. Begitu sebaliknya, rakyat yang mencintai pemimpinnya.
Wallahu a'lam. [Rn]
0 Comments: