Oleh. Rina Herlina
SSCQMedia.Com-Viral, balita berinisial AH (3) beserta ibunya, YL (28) dibunuh oleh bapak sekaligus suami, AF (31). Setelah membunuh anak dan istrinya, pelaku juga akhirnya mengakhiri hidupnya. Pinjol diduga menjadi motif sang suami melakukan pembunuhan. Pihak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) berujar, jika kasus tersebut merupakan wujud dari rapuhnya keluarga akibat persoalan ekonomi, (news.detik.com, 9-01-2025).
Pinjol sejatinya sudah banyak memakan korban. Ini bukanlah hal baru, fenomena pinjol ini persis seperti gunung es. Meski begitu, pinjol tetap diminati dan makin eksis di tengah masyarakat.
Padahal, pinjol sering kali menawarkan bunga pinjaman yang tinggi. Bahkan, melebihi batas yang ditentukan oleh Bank Indonesia. Praktik penagihan pun sering kali tidak etis. Dalam proses penagihan, pihak pinjol sering kali menggunakan metode penagihan yang agresif dan tidak manusiawi, misalnya dengan melakukan panggilan telepon berulang, pesan teks, hingga ancaman.
Tidak hanya itu, pinjol juga sering tidak menjelaskan syarat dan ketentuan pinjaman secara gamblang. Hal ini membuat para nasabahnya tidak menyadari akan adanya risiko yang dihadapi. Apalagi, ternyata banyak pinjol juga tidak memiliki izin operasi secara resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Bank Indonesia. Pertanyaannya, meski pinjol kerap kali menimbulkan masalah, mengapa masyarakat masih tergiur menggunakan jasa pinjol?
Masyarakat Terjerat Pinjol
Mungkin alasan utamanya lebih kepada permasalahan ekonomi yang membelit negeri ini. Ya, masyarakat Indonesia kini banyak yang berada di bawah garis kemiskinan. Masyarakat banyak yang kesulitan memenuhi kebutuhan mendasar keluarganya. Sehingga hal ini mendorong mereka untuk melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan uang agar bisa mencukupi kebutuhan pokoknya.
Maka, pinjol menjadi pilihan masyarakat. Apalagi akses dan persyaratan pinjol sangat mudah dan tidak ketat. Pinjol juga banyak menawarkan proses pengajuan dan pencairan dana dengan proses yang cepat. Akibat biaya hidup yang tinggi seperti saat ini, maka masyarakat pun membutuhkan dana tambahan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dan pinjol dirasa bisa menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Meskipun masyarakat sangat menyadari jika pinjol hanya bersifat solusi sementara. Namun, keadaan membuat mereka tidak memiliki pilihan lain.
Masyarakat tidak menyadari bahwasannya ada bahaya atau dampak tersembunyi di balik pinjol. Seperti kemiskinan yang semakin akut. Ini karena bunga pinjol sangat tinggi dan penagihannya juga sangat agresif. Sehingga hal ini dapat memperburuk kondisi keuangan masyarakat.
Pinjol juga dapat memicu stres dan kecemasan. Orang yang terlilit utang pinjol seringkali merasa tertekan dan cemas berlebihan. Ini terjadi karena gaya penagihan pinjol yang sering kali tidak etis. Bahkan, masyarakat yang terlibat pinjol bisa kehilangan privasi. Hal ini karena pihak pinjol sering meminta informasi pribadi yang sangat sensitif untuk kemudian membagikannya tanpa izin, jika si peminjam tidak bisa membayar cicilannya.
Pinjol Haram
Islam sebagai sebuah agama sekaligus peraturan, memiliki pandangan terkait maraknya pinjol hari ini. Kita sebagai umat Islam juga perlu meninjau masalah ini dari kacamata syariat. Ini karena hanya dengan solusi yang sesuai dengan prinsip Islam, beragam persoalan termasuk pinjol dapat diselesaikan secara tuntas.
Utang dalam pandangan Islam adalah sebuah tanggung jawab serius yang harus dipenuhi. Oleh karenanya, umat Islam sangat didorong untuk tidak berutang kecuali dalam keadaan darurat.
Sebaliknya, dalam sistem ekonomi kapitalis saat ini, rakyat justru sering didorong untuk berutang dengan cara-cara yang eksploitatif, seperti bunga pinjaman yang sangat tinggi (riba) dan ancaman saat penagihan. Padahal Islam jelas-jelas mengharamkan riba. Ini karena Allah Swt. sendiri yang mengharamkannya. Juga karena sifatnya yang zalim dan merusak keseimbangan sosial.
"... Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (QS. Al-Baqarah: 275).
Seharusnya, saat Allah sudah mengharamkan maka tidak ada cara lain bagi kita kecuali taat. Sebab, Allah yang lebih tahu kemudaratan dari pinjaman berbasis riba tersebut, jika kita tetap nekat melakukannya.
Apalagi siksa bagi pelaku riba kelak di akhirat sangatlah dahsyat. Bahkan tidak jarang di dunia pun para pelaku riba ini sudah mendapatkan kesulitan hidup yang terus membelenggunya. Namun, mereka sering kali tidak menyadarinya sehingga mereka tetap sibuk dalam urusan perekonomian yang berbasis riba. Wallahualam. [Hz]
Payakumbuh, 10 Januari 2025
Baca juga:

0 Comments: