OPINI
Pornografi Mengancam Anak, Butuh Solusi Tepat
Oleh. Ratu Ummu Yahya
SSCQMedia.Com- Pornografi merupakan masalah klasik. Apalagi warga Indonesia adalah pengakses situs pornografi terbanyak di dunia. Wajar jika industri pornografi menjadikan Indonesia sebagai pasar menguntungkan bagi mereka karena industri pornografi menjanjikan perputaran uang sangat besar.
Pornografi Mengancam Anak
Betapa bahayanya pornografi karena pornografi merusak anak-anak. Paparan pornografi pada generasi sungguh luar biasa masif. Sebagaimana yang disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Femmy Eka Kartika Putri, mengatakan pada 2022 sekitar 97% anak Indonesia telah terpapar pornografi.
Tidak hanya mengakses pornografi, anak-anak rentan menjadi korban kejahatan pornografi. KPAI menyatakan Indonesia berada pada darurat pornografi pada anak dalam kurung waktu tiga tahun terakhir.
"Pada tanggal 3 Oktober 2024 tersangka dilakukan penangkapan di Jetis, Kecamatan Grogol Kota, Sukoharjo, Jawa Tengah. Di mana tersangka adalah selaku penjual konten video pornografi yang berisikan adegan asusila anak di bawah umur melalui media sosial telegram," kata Wakil Dirtipidsiber Kombes Pol. Dani Kustoni di Mabes Polri Jakarta Selatan, Rabu (sindonews.com, 13/11/2024).
Penyebab Pornografi
Kini anak-anak semakin terancam dari semua sisi. Media massa didominasi tayangan liberal. Lebih parah lagi di media sosial banyak komunitas yang menjadi wadah tayangan pornografi di dalamnya. Bahkan anak-anak dijadikan konten pornografi. Video dan foto mereka diperjualbelikan.
Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan terdapat lebih dari 130.000 transaksi praktik prostitusi dan pornografi anak. Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, mengatakan bahwa praktik prostitusi dan pornografi telah melibatkan lebih dari 24.000 anak berusia 10-18 tahun. Frekuensi transaksi mencapai 130 ribu kali dengan nilai lebih dari Rp127 miliar.
Miris, pemerintah seakan tidak serius menyelesaikan pornografi ini. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menjadikan pemblokiran domain situs sebagai strategi utama. Padahal, jelas pornografi tidak hanya berseliweran di situs-situs saja. Pornografi bisa dengan sangat mudah diakses dari aplikasi-aplikasi. Bahkan, yang lebih parah video porno kini disebarkan melalui aplikasi sosial media seperti Youtube, Facebook, X, Telegram, dan WhatsApp.
Fenomena kerusakan generasi akibat maraknya pornografi adalah buah dari penerapan sistem pendidikan kita yang sekuler. Pendidikan kita hari ini tidak ditujukan untuk mencetak generasi bertakwa, tetapi demi tujuan materialistis. Akibatnya, lahirlah generasi yang rendah, mereka berperilaku bebas dan serba boleh. Mereka bahkan berani melakukan kejahatan demi memenuhi keinginan yang menyesatkan.
Butuh Solusi Tepat
Berharap pornografi bisa terselesaikan di sistem saat ini seperti mimpi di siang bolong. Sebab, sistem saat ini adalah sistem kapitalisme yang asasnya adalah sekulerisme yang menganut prinsip kebebasan dalam segala hal. Salah satunya adalah kebebasan bertingkah laku. Walhasil, lahirlah masyarakat yang bebas melakukan segala sesuatu termasuk bebas mengakses pornografi bahkan menjualbelikan konten tersebut sebagai keuntungan yang bisa mendatangkan materi.
Tentu berbeda dengan sistem Islam. Khalifah sebagai kepala negara akan menjadi junnah (perisai) yang akan melindungi masyarakatnya dari semua sisi. Setidaknya ada dua hal yang bisa dilakukan oleh negara Islam dalam mencegah generasinya dari pornografi.
Pertama, negara akan menerapkan syariat yang melindungi sistem tata sosial.
Kedua, negara akan menerapkan politik media yang akan melindungi masyarakat dari paparan informasi yang tidak bermutu.
Di samping itu juga dalam negara islam, sistem pergaulan (ijtima’i) diatur dengan seperangkat syariat mengenai interaksi antara manusia. Islam mengatur laki-laki dan perempuan untuk menjaga auratnya. Begitu juga dengan interaksi di antara keduanya, Islam memberikan aturan untuk menjaga interaksi, tidak berdua-duaan, tidak bercampur baur kecuali pada perkara-perkara yang diperbolehkan oleh syara’ seperti pada perkara muamalah, pendidikan, dan kesehatan. Itu semua dilakukan untuk menjaga kemuliaan dan kehormatan di antara keduanya dalam rangka mewujudkan tata sosial yang sehat.
Negara juga berperan melindungi masyarakat dari informasi dan visualisasi media yang akan mengacaukan sistem sosial masyarakat. Negara tidak akan berkompromi dengan industri pornografi dengan alasan kebebasan atau apapun.
Dalam Islam, perdebatan terkait dengan definisi pornografi juga tidak akan ditemukan. Jelas di dalam Islam bahwa antara laki-laki dan perempuan ada batasan aurat yang gamblang. Dan negara bertugas menyaring semua konten yang hadir di media.
Yang tidak kalah penting dari semua itu adalah sistem sanksi yang diterapkan oleh negara harus memberikan efek jera agar tidak ada kasus serupa yang akan terulang lagi. Dalam kasus pornografi, terkategori takzir dalam syariat Islam sehingga jenis hukumannya bisa dalam bentuk pemenjaraan.
Pada kasus pornografi yang di sana berkaitan dengan perzinahan, maka akan ditetapkan sebagai hak zina sebagai sanksi bagi pelaku. Bagi ghairu muhsan (belum menikah) dengan 100 kali cambukan. Sedangkan muhsan (sudah menikah) dengan hukuman rajam. Sehingga syariat Islam sebagai jawabir (penebus siksa akhirat) dan jawazir (pencegah) bisa diraih.
Inilah gambaran mekanisme Islam dalam sistem sosial yang sehat. Ini sekaligus merupakan langkah strategis negara dalam melindungi masyarakat, baik sebagai korban maupun mencegah mereka yang berpotensi menjadi pelaku. Sangat jelas sekali dalam menyelesaikan pornografi ini perlu dengan menelaah realita dan komparasi sistemis. Dan ini sekaligus menunjukkan kepada kita bahwa sistem sekuler hari ini telah gagal menyelesaikan masalah ini–karena memisahkan agama dari kehidupan–dalam melindungi masyarakat. Dan hanya Islam yang memiliki seperangkat aturan yang dapat menyelesaikan pornografi serta memotong mata rantai pornografi anak.
Wallahualam bissawab. [An]
0 Comments: