Oleh. Indah Ershe
SSCQMedia.Com-Di balik tirai kehidupan rumah tangga yang tampak biasa, tersimpan kisah kelam nan memilukan. Sepasang suami istri, IG (39) dan KS (39), menjalani kehidupan yang berujung pada jeratan hukum karena mengatur pesta seks dan pertukaran pasangan atau swinger.
Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya Komisaris Besar (Kombes) Roberto Pasaribu mengungkapkan, pesta seks swinger yang digagas oleh pasangan itu bermula dari fantasi liar.
Tak ingin berhenti pada fantasi, IG mengambil langkah lebih jauh. Dia mendaftarkan domain dan mendesain situs untuk menjangkau orang-orang yang memiliki ketertarikan serupa. Upayanya tak sia-sia, terbukti adanya 17.732 anggota terdaftar dalam situs tersebut (Kompas.com, 11/01/2025).
Pesta sex swinger ini telah berlangsung delapan kali di Bali dan dua kali di Jakarta. Anggota situs haram, datang ke pesta tanpa dipungut bayaran. Awalnya pesta dilakukan atas dasar kesamaan fantasi terlarang. Namun, tergiur keuntungan ekonomi, akhirnya pasangan suami istri tersebut tanpa izin peserta pesta merekam aktivitas swinger kemudian dijual untuk disebarluaskan.
Konsep sex swinger ini berkembang pada era 70-an, bermula dari belahan bumi barat khususnya Amerika Serikat yang sedang mencapai iklim seksualitas liar. Pada masa itu, cukup dengan memasang iklan di beberapa majalah, maka orang-orang yang memiliki fantasi seks akan datang.
Puluhan pasangan akan berkumpul di tempat yang disepakati. Biasanya mereka memulainya dari ruangan tengah, kemudian setelah terbawa suasana masing-masing akan mencari tempat untuk melakukan aktivitasnya, seperti di kamar tidur, kamar mandi, ruang tamu, ruang makan, bahkan dapur. Minuman keras wajib selalu ada dalam setiap pesta untuk mencairkan kekakuan dan menghilangkan rasa malu.
Dalam pola pikir masyarakat sekuler, swinger bukanlah hal yang terlarang. Swing merupakan gaya hidup yang dipilih seseorang, artinya individu memiliki kebebasan dan bertanggung jawab atas pilihan hidupnya. Bahkan tidak sedikit masyarakat Barat yang menganggap swinging sebagai upaya mengatasi masalah dalam suatu hubungan pernikahan, menjadi salah satu alternatif baru dari penyaluran hasrat seksual yang tentunya disepakati dengan pasangan.
Kaum liberal, berpendapat swinging bukanlah tindak perselingkuhan. Swinging juga tidak bisa disamakan dengan open married, meski keduanya sama-sama melakukan berdasarkan consent atau persetujuan masing-masing individu.
Jika dalam kasus perselingkuhan, masing-masing pasangan tidak terbuka. Sebaliknya open married, suami dan istri memiliki kebebasan berhubungan dengan orang lain, tetapi sama sekali tidak melibatkan pasangan ketika beraktivitas seksual. Sedangkan swinging, kehadiran pasangan adalah keharusan saat keduanya ingin melakukan hubungan intim.
Pemikiran bebas dan terbuka begitu dipuja para sekuleris, akan tetapi mereka tidak dapat menyangkal akibat dari perilaku seksual menyimpang. Salah satu resikonya adalah meningkatnya penularan HIV/AIDS, gonore, herpes, dan penyakit kelamin lainnya.
British Medical Journal, telah melakukan penelitian bahwa pasangan _swinger_ menunjukkan tingkat penularan penyakit seksual yang lebih tinggi daripada praktik prostitusi. Sebab pelakunya melakukan kontak seksual secara bersamaan dengan lebih satu orang dalam satu waktu. Hal inilah yang dapat langsung menginfeksi banyak orang, terlebih saat si pembawa virus tidak menyadari kondisi diri sendiri, sebab tidak menunjukkan gejala sakit, atau belum melakukan pemeriksaan medis.
Meski demikian, dengan prinsip bertanggung jawab atas pilihan hidup sendiri, maka kaum liberalis membuat dalih dengan cara mempertimbangkan keputusan secara matang, wajib terbuka pada pasangan, dan melakukan seleksi selektif, hanya menerima orang yang sudah melakukan tes kesehatan. Melarang seseorang menjadi swinger berarti sama dengan merampas kemerdekaan individu.
Idealisme sekuler, sama sekali tidak melibatkan urusan agama dalam hubungan intim dengan yang selain pasangan pernikahan sah. Kebahagiaan individu adalah satu hal yang penting, yang menurut mereka dapat menjaga kelestarian hidup manusia, dan memelihara kedamaian di bumi. Sekalipun penelitian ilmiah telah membuktikan bahaya penyakit menular dan mematikan.
Peraturan hidup dalam ideologi sekuler, dibuat berdasar pemikiran manusia, yang tidak akan pernah sama, sehingga para penganutnya akan selalu mencari cara baru untuk menempuh puncak tujuan yaitu kebahagiaan hidup.
Hal ini jelas bertentangan dengan Islam. Kebahagiaan, kedamaian, dan perkembangan generasi yang cemerlang tidak dapat dicapai dengan menggunakan peraturan yang dibuat dari akal manusia yang terbatas. Seperti dalam kasus swinger, open married, atau perselingkuhan. Islam jelas menyatakan bahwa ketiganya haram dan termasuk zina yaitu perbuatan yang keji dan merusak.
Islam tidak membutuhkan pendapat individu dalam menetapkan hukum. Peraturan Islam jelas bersumber langsung dari Allah, yang disampaikan melalui Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasalam.
Salah satu sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam:
“Tidak akan datang hari kiamat hingga mereka melakukan zina di jalan seperti keledai.” Aku bertanya, ‘Apakah ini sungguh akan terjadi?’ Rasulullah menjawab, ‘Iya, sungguh ini akan terjadi.” (HR. Ibn Hibban, al-Bazzar dan al-Tabarani, hadith sahih).
Telah terjadi di zaman sekarang, di mana negeri bermayoritas muslim ini sebagian besar umatnya menganut pola pikir sekuler. Di mana zina bukan lagi suatu dosa besar. Rasa malu yang terlepas dan terumbarnya syahwat demi mencapai satu pembenaran pemikiran, kebahagiaan individu.
Negara yang wajib memberikan payung hukum yang jelas dalam perkara zina, justru membuka celah seluas-luasnya untuk mendukung rakyatnya bermaksiat besar. Bukti bahwa negara hendak berlepas tangan dalam mengatur perzinaan adalah meskipun larangan tukar menukar pasangan suami istri tercantum dalam hukum positif di Indonesia, perilaku zina hanya dapat menjadi tindak pidana apabila salah satu pihak keluarga melaporkan kepada aparat hukum.
Dilansir dari hukum online, pasal perzinaan baik dalam KUHP maupun UU 1/2023 termasuk rumusan delik aduan absolut, yaitu pelaku tidak dapat dituntut apabila tidak ada pengaduan dari suami/ istri atau orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat pernikahan.
Satu-satunya solusi mengatasi zina yang merebak adalah negara hendaknya menetapkan peraturan dan undang-undang berdasarkan hukum Islam. Islam jelas mengatur hukum bagi para pelaku zina, untuk yang belum menikah Allah berfirman;
“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan hukum Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang beriman.” (QS. An Nur: 2).
Sedangkan bagi pezina yang telah menikah. Dirajam sampai mati, berdasarkan sabda Rasulullah, "Dibuatkanlah lubang untuk menguburnya dan diperintahkan untuk merajamnya." (HR. Muslim).
Penerapan Islam kafah dalam sistem pergaulan akan membuat masyarakat terhindar dari pemenuhan kepuasan hasrat yang melampaui batas. Sanksi hukum yang jelas bagi pelaku zina, juga akan membuat efek jera dan gentar bagi setiap individu untuk melakukannya, sehingga kehidupan yang beradab dan sesuai dengan hukum syarak dapat terwujud demi mewujudkan terciptanya generasi penerus kejayaan Islam.
Wallahualam bissawab. [An]
0 Comments: