Oleh. Resti Ummu Faeyza
SSCQMedia.Com-Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap jaminan makanan, minuman, obat-obatan dan segala bentuk produk konsumsi yang halal sudah sangat tinggi. Hal tersebut berhubungan juga dengan kondisi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Keberadaan status kehalalan dari suatu produk sangat dibutuhkan semua masyarakat, khususnya umat muslim. Karena hal tersebut dapat membuat mereka tenang dan tidak ragu
dalam mengonsumsi maupun menggunakan suatu produk.
Penyalahgunaan Logo Halal
Saat ini, salah satu yang menjadi indikator halal tidaknya suatu produk yaitu adanya logo halal pada kemasan, sampul maupun spanduk suatu barang atau tempat yang menjual makanan.
Namun, baru-baru ini terdapat sebuah temuan dari akun Instagram @halalcorner (16/12/2024), ada sebuah restoran yang menyediakan menu nonhalal, tetapi pada daftar menu restoran tersebut terdapat logo halal. Memang terdapat dua kemungkinan dari kasus tersebut. Pertama, bisa jadi restoran tersebut sengaja menempelkan logo halal MUI tanpa pernah mendaftarkannya dan mengeklaim kehalalan produknya berdasarkan standar mereka sendiri (self claim). Kedua, bisa jadi restoran tersebut sudah mendaftarkan menu-menu yang notabene halal, namun tidak menghapus menu-menu yang berbahan dasar nonhalal.
Adanya kasus seperti ini tentu saja membuat masyarakat muslim menjadi resah dan ragu dalam mengonsumsi makanan atau minuman di luar rumah. Sehingga akan berpengaruh juga terhadap daya jual para pedagang jujur yang sudah mendaftarkan dan mendapatkan klaim halal dari lembaga yang berwenang mengurus sertifikasi halal yaitu BPOM dan MUI.
Self Claim Halal, Tidak Menjamin Kehalalan
Berdasarkan Undang-Undang No.33 Tahun 2014, tentang Jaminan Produk Halal, semua produk yang beredar di Indonesia wajib bersertifikat halal. Self claim halal sangat tidak diperbolehkan, karena klaim halal melalui penyalahgunaan logo halal ini akan menyesatkan masyarakat terkait bahan-bahan yang dipergunakan dalam suatu produk. Apalagi permasalahan halal dan nonhalal bagi masyarakat muslim sangatlah vital. Karena ini merupakan bagian dari pelaksanaan syariat dan merupakan kewajiban yang harus dilakukan.
Selain itu, produsen yang melakukan self claim halal dapat dengan mudah menghindar dari tanggung jawab mereka atas status kehalalan produk yang mereka pasarkan. Terlebih jika yang mereka utamakan hanyalah keuntungan semata. Logo halal seolah-olah bisa dengan bebas mereka pasang tanpa melalui prosedur verifikasi standar halal oleh pihak yang berwenang. Akibatnya masyarakat wajib teliti dan berhati-hati ketika ingin mengonsumsi makanan atau minuman di luar rumah karena self claim pada dasarnya sama sekali tidak menjamin kehalalan.
Solusi Bagi Produsen dengan Self Claim Halal
Setiap produsen pada dasarnya memproduksi suatu produk tentu agar bisa mendapatkan keuntungan. Namun, memastikan dan menjamin kehalalan produk juga sangat penting. Karena hal tersebut akan berpengaruh kepada banyak pihak. Selain itu, self claim halal dan penempelan logo halal MUI secara ‘mandiri’ atau tidak berizin resmi juga sangat merugikan. Di balik itu semua, sebenarnya ada beberapa solusi yang bisa dilakukan oleh para pelaku self claim halal, di antaranya yaitu,
Pertama, mengajukan permohonan dan mengikuti semua prosedur sertifikasi halal ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) maupun lembaga lain yang berwenang dalam mengurusnya
Kedua, senantiasa melakukan pemeriksaan terhadap bahan baku, peralatan hingga proses berlangsungnya pembuatan produk hingga pengemasan
Ketiga, senantiasa bekerja sama dan menjalin komunikasi serta konsultasi dengan pihak-pihak yang memiliki wewenang dan berkompeten dalam menjamin kehalalan produk
Keempat, rutin melakukan audit dan mengevaluasi agar produk yang dihasilkan tetap berada pada standar halal yang sesuai dengan syariat Islam
Jaminan Halal, Tanggung Jawab Negara
Memang benar ketika seluruh patokan standar halal dipenuhi oleh semua pihak tanpa proses yang ilegal dan semena-mena, maka akan menghasilkan pengaruh positif bagi banyak pihak. Namun, upaya-upaya tersebut berpeluang besar dapat kembali diabaikan dan tidak menjamin secara pasti terkait status kehalalan produk-produk konsumsi di Indonesia.
Sistem ekonomi kapitalisme yang kini diemban oleh negeri dengan mayoritas muslim ini telah membuat fungsi negara sebagai raa'in (penanggung jawab atas kehidupan masyarakat) menjadi lemah dan dikalahkan oleh kepentingan segelintir orang. Termasuk dalam hal menjamin kehalalan suatu produk. Hal ini yang masih meresahkan bagi umat muslim di Indonesia.
Tatanan aturan dalam menjamin kehalalan suatu produk, sebaiknya memang dikelola sebagaimana syariat Islam mengatur, menjaga dan membatasi apa saja produk yang perlu dipastikan kehalalannya. Poin utama tentu saja pemerintahan yang ada harus memiliki fungsi sebagai pemelihara urusan rakyat dengan dilandasi akidah dan rasa takut kepada Allah Ta'ala sebagai Asy Syari' (pemilik hukum syariat). Sehingga para pemimpin akan benar-benar teliti dan berhati-hati dalam menentukan maupun memberikan logo halal pada suatu produk.
Jika sistem yang diatur oleh syariat ini dapat berlangsung secara keseluruhan. Maka masyarakat muslim tidak akan merasa resah dalam berbelanja dan mengonsumsi suatu produk karena pemberian logo halal pada setiap produk sudah melewati proses sertifikasi yang ketat dan terstandar. Selain itu, ketika standar halal dan semua proses evaluasi berjalan dengan jujur dan baik, perputaran usaha khususnya di bidang makanan, minuman maupun obat-obatan yang rawan terhadap bahan-bahan nonhalal dapat berjalan tanpa ada yang dirugikan.
Wallahualam. *[Hz]*
Baca juga:

0 Comments: