Drama Pagar Laut, Bukti Nyata Korporatokrasi
Oleh. Nur Fitriani
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Deretan pagar bambu yang berdiri di perairan Kabupaten Tangerang telah diketahui setidaknya sejak Juli 2024. Hal itu berdasarkan kesaksian warga dan kelompok advokasi sipil yang diwawancarai BBC News Indonesia. Namun, pagar itu dicabut oleh pemerintah setelah viral di media sosial. Setelah itu, barulah Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPR), Nusron Wahid, menjatuhkan sanksi kepada delapan pejabat Kantor Pertanahan Tangerang yang diduga terlibat dalam kasus pagar laut itu.
Kasus pagar laut ini sejatinya sudah jelas ada pelanggaran hukum, tetapi negara tidak segera menindaklanjuti dan membawanya ke dalam aspek pidana. Bahkan, beberapa pihak dijadikan kambing hitam, tetapi otaknya tidak tersentuh hukum. Para pejabat pun sibuk bersilat lidah dan berlepas tangan. Kasus ini, sebagaimana dengan kasus penjualan area pesisir laut di berbagai pulau, menunjukkan kuatnya korporasi dalam lingkaran kekuasaan atau yang disebut dengan korporatokrasi.
Praktisi hukum yang juga pengamat kebijakan publik, Yus Dharman, Jumat (31/1), mengatakan pemagaran atau pun pematokan laut merupakan kejahatan korporasi. Dia meminta, pelaku jangan berdalih pemagaran laut yang merugikan nelayan itu bagian dari Proyek Stategis Nasional (PSN) (bbc.com, 30/01/2025).
Korporat Melenggang dalam Sistem Kapitalisme
Korporatokrasi bisa berkuasa karena negeri ini menerapkan sistem kapitalisme, sistem yang berasal dari akal manusia. Sistem kapitalisme berdiri di atas prinsip kebebasan kepemilikan. Tujuannya untuk meraih kekayaan sebanyak mungkin. Karena itu penguasa dalam sistem kapitalisme sebenarnya adalah pemilik modal. Kapitalisme pun menihilkan peran negara untuk mencapai tujuan tersebut. Akibatnya, sistem ekonomi kapitalisme sangat terasa sekali liberalisasinya. Kekayaan alam yang notabenenya milik rakyat dikuasai korporat. Negara kalah dengan para korporat yang memiliki banyak uang. Bahkan, aparat atau pegawai negara yang menjadi fasilitator kejahatan terhadap rakyat. Mereka bekerja sama melanggar hukum negara sehingga membawa kemudharatan untuk rakyat dan mengancam kedaulatan negara. Kondisi inilah yang membuka peluang terjadinya korporatokrasi munculnya aturan yang berpihak pada oligarki.
Kezaliman terhadap rakyat akan terus berlangsung selama sumber hukum berasal dari akal manusia. Kezaliman hanya bisa dihentikan manakala rakyat berada dalam sebuah negara yang berfungsi sebagai pengurus dan perisai. Sebagai pengurus, negara akan memastikan semua kebijakannya akan memberikan maslahat kepada rakyatnya hingga kehidupan warga menjadi terurus dan terjamin. Sedangkan sebagai perisai, negara akan menjaga dan melindungi warganya dari segala hal yang membahayakannya. Fungsi ini merupakan syariat bagi negara dan dicontohkan langsung oleh Rasulullah saw. tatkala beliau menjadi kepala negara Islam di Madinah. Selanjutnya kepemimpinan kepala negara Islam itu dikenal sebagai sistem Khilafah.
Konsep Kepemilikan dalam Islam
Dalam menyelesaikan pagar laut negara Khilafah akan mengembalikan semuanya pada hukum syariat. Akar masalah pagar laut berkaitan dengan konsep kepemilikan. Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitabnya Nizhamul Iqthisadiy menjelaskan sistem ekonomi Islam hanya mengakui tiga jenis kepemilikan, yaitu: pertama, kepemilikan individu; kedua, kepemilikan negara; dan ketiga, kepemilikan umum.
Secara realitas laut Tanggerang termasuk kepemilikan umum. Sebab laut termasuk yang memiliki zat yang secara alami mencegah untuk dimanfaatkan hanya untuk individu secara perorangan seperti jalanan, sungai, laut, danau, masjid, sekolah-sekolah negeri dan lapangan umum.
Rasulullah saw. bersabda “ Tidak ada pagar pembatas kecuali bagi Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari, Abu Daud, Ahmad).
Adapun makna hadis ini menunjukkan bahwa tidak ada hak bagi seorang pun untuk memberikan batasan atau pagar segala sesuatu yang diperuntukkan bagi masyarakat umum. Laut juga termasuk harta yang harus digunakan secara berserikat (bersama) berdasarkan hadis, “Manusia berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang rumput dan api.” (HR Abu Daud).
Maka dari itu pengelolaan laut di Tangerang berlaku syariat terkait kepemilikan umum, yakni haram di pagari oleh pihak tertentu. Konsep ini yang diterapkan oleh negara Khilafah dalam mengatur hak guna laut. Siapa pun yang melanggar maka berlaku baginya uqubat atau sanksi dari negara Khilafah. Uqubat Islam tidak pandang bulu, semua sama di hadapan hukum Islam.
Lebih dari itu, pemberian sanksi tidak menunggu masalah viral terlebih dahulu karena negara berfungsi sebagai perisai. Negara akan melindungi hak-hak warga dari kezaliman pihak tertentu. Semua sikap itu nyata dilakukan karena prinsip kedaulatan berada di tangan syariat.
Prinsip kedaulatan di tangan syariat mampu mencegah terjadinya korporatokrasi dari awal. Prinsip ini mewajibkan negara menjalankan aturan Islam saja bukan aturan yang lain. Karena itu pengelolaan laut mengikuti konsep kepemilikan umum. Negara diharamkan menyentuh harta rakyat atau pun memfasilitasi pihak lain untuk mengambil harta milik rakyat. Demikianlah solusi tuntas masalah pagar laut dalam negara Khilafah. Inilah solusi Islam yang seharusnya disuarakan oleh umat.
Wallahu'alam bisshawab. []
Baca juga:

0 Comments: