Menghilangnya LPG 3 Kg dan Dominasi Kapitalisme
Oleh. Indri Wulan Pertiwi
(Kontributor SSCQMedia.Com dan Aktivis Muslimah Semarang)
SSCQMedia.Com-Penerapan kebijakan perubahan sistem distribusi gas 3 kg menimbulkan masalah serius di tengah masyarakat. Selain para pengecer gas kecil merasakan tekanan karena harus mendaftar menjadi pangkalan resmi untuk mendapatkan pasokan gas, kelangkaan gas di pasaran juga telah menyebabkan praktik ilegal meningkat. Di sisi lain, di pangkalan resmi, masyarakat semakin kesulitan karena selain harus mengantre, mereka juga diwajibkan menunjukkan KTP dan KK ketika melakukan pembelian gas. Situasi ini menunjukkan dominasi kapitalisme yang memberikan keunggulan kepada pemilik modal besar, serta memegang kendali dalam distribusi dan akses masyarakat terhadap sumber daya alam yang seharusnya menjadi milik bersama.
Sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah potensi gas alam yang dimiliki Indonesia telah menjadikannya salah satu produsen gas terbesar di dunia. Namun ironisnya distribusi dan akses masyarakat terhadap sumber daya alam sering kali tidak merata, sehingga memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi masyarakat. Serta menguatkan dominasi kelompok-kelompok yang memiliki kekuasaan dan modal dalam kontrol distribusi sumber daya alam. Berulangnya drama kelangkaan gas ini membuat kita bertanya, di mana peran negara sesungguhnya?
Belum lama ini, PT Pertamina Patra Niaga mengimbau warga untuk membeli elpiji 3 kg di pangkalan resmi. Alasan utamanya adalah agar masyarakat mendapatkan harga yang lebih murah sesuai dengan HET yang ditetapkan pemerintah daerah. Selain itu, pembelian di pangkalan memastikan volume elpiji 3 kg yang sesuai karena di sana tersedia timbangan untuk memeriksa setiap tabung yang dibeli. Sementara itu, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, menjelaskan bahwa pengecer harus terdaftar sebagai pangkalan atau sub penyalur resmi dari Pertamina untuk menjual elpiji bersubsidi. Proses pendaftaran dapat dilakukan melalui Online Single Submission (OSS) untuk memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB). Dengan langkah ini, penjualan elpiji 3 kg melalui pengecer yang tidak terdaftar tidak akan diizinkan lagi. (megapolitan.kompas.com, 2/2/2025)
Penerapan kebijakan ini menciptakan tantangan bagi para pengecer dengan modal terbatas, karena mereka kini dihadapkan pada persaingan yang lebih ketat dengan pemilik pangkalan yang mampu menguasai pasar dengan lebih mudah dan memperoleh akses yang lebih lancar terhadap pasokan gas. Situasi ini jelas tidak hanya menghambat kelangsungan usaha para pengecer kecil tersebut, tetapi juga mengancam eksistensi mereka dalam jangka panjang.
Selain itu, kewajiban penggunaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) sebagai syarat untuk membeli gas yang notabene kebutuhan dasar masyarakat, merupakan fenomena yang menunjukkan bagaimana sistem kapitalisme turut berperan dalam pengendalian akses masyarakat terhadap sumber daya alam di negaranya sendiri. Kondisi ini juga dapat merangsang praktik ilegal, seperti penimbunan atau perdagangan gas di pasar ilegal dengan harga yang jauh melampaui harga pasar. Jika sebelumnya masyarakat dapat memperoleh gas elpiji dengan harga yang relatif stabil dari pedagang eceran di sekitar mereka. Namun, akibat penerapan kebijakan ini harga gas akan cenderung meningkat. Hal ini menjadi beban tambahan bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang memiliki pendapatan rendah.
Dengan demikian hal ini merupakan masalah serius, yang berdampak pada kehidupan sehari-hari masyarakat dan mengganggu stabilitas ekonomi rumah tangga khususnya, serta memunculkan disparitas ekonomi bagi para pelaku usaha kecil yang bergantung pada gas elpiji sebagai bahan baku utamanya. Namun, akibat kapitalisme meminimalisir peran negara, menjadikan negara tidak berdaya melindungi rakyatnya sekaligus melawan dominasi kapitalisme ini.
Oleh karena itu, penting bagi negara untuk mengembalikan perannya. Sebagaimana dalam sistem pemerintahan Islam atau Khilafah yang mengelola sumber daya alam seperti migas berdasarkan pada prinsip syariah dalam kerangka ekonomi Islam. Karena perubahan dalam distribusi LPG juga mencerminkan kecenderungan liberalisasi buah penerapan sistem ekonomi kapitalisme dalam sektor migas. Liberalisasi tersebut memberikan kesempatan bagi entitas korporasi besar untuk mengelola SDA, seperti gas, membuka peluang bagi dominasi perusahaan-perusahaan skala besar dalam mengontrol sektor migas yang seharusnya dikelola oleh negara dan dimanfaatkan untuk kepentingan publik.
Dalam prinsip ekonomi Islam, keberlanjutan sumber daya alam dan distribusi yang adil adalah tujuan utama. Hal ini memang bertentangan dengan logika kapitalisme yang lebih mementingkan keuntungan ekonomi individu atau perusahaan. Terlebih dalam perspektif Islam, sumber daya alam, seperti migas dikategorikan sebagai kepemilikan umum dan negara memiliki kewajiban untuk mengelolanya demi kesejahteraan masyarakat. Selain itu dalam konteks pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), negara bertanggung jawab mulai dari proses produksi hingga distribusi, dengan tujuan agar masyarakat dapat memanfaatkannya dengan harga murah dan terjangkau. Dan jika ada biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat, itu seharusnya hanya untuk mengganti biaya produksi semata. Sebab negara juga tidak boleh mencari keuntungan dari hasil pengelolaan harta yang menjadi kebutuhan publik. Prinsip ini menjadi sangat penting dalam menjaga kesejahteraan masyarakat dan menghindari eksploitasi atas kebutuhan dasar mereka.
Selain itu, dalam Islam selama usaha rakyat tidak melanggar ketentuan syariah, negara juga tidak boleh mempersulit masyarakat dengan syarat-syarat administratif yang rumit, sehingga negara bisa terus mendukung pertumbuhan usaha kecil dan menengah. Negara juga perlu menetapkan regulasi yang ketat dalam pengelolaan dan distribusi sumber daya alam termasuk gas. Regulasi ini harus memastikan bahwa akses masyarakat terhadap sumber daya alam dilindungi dan distribusi dilakukan secara adil. Melalui penegakan hukum yang tegas untuk mencegah praktik monopoli dan eksploitasi yang merugikan masyarakat.
Dengan demikian negara harus melepaskan diri dari cengkraman kapitalisme. Melalui penerapan sistem Islam kafah yang berpihak pada kesejahteraan rakyat, niscaya Indonesia dapat menuju arah yang lebih baik dalam pemanfaatan sumber daya alam maupun lainnya. Sebab, dengan cara ini negara juga akan mampu memberikan akses dan manfaat bagi semua pihak, serta membuka peluang usaha yang seimbang bagi pelaku usaha kecil maupun besar. Sehingga mampu mengurangi disparitas ekonomi dan menjaga kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Wallahualam. [Hz]
Baca juga:
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwn1z-qW4alS9WG0uXNYw9abBTQkUnD4yrvjMXSlrcJgxpQTXaWt6AK6R3qPfittc16UQ1NitLgdbVZFrtQDNk5Qava1x8POat9AVzf6oQN_qM3XVi1aczrmpLH4haLUwV8i8vYx3LvEamEBFUKyfZcEgpQ6WCm5K6rELPqtWHSM0t3XaRLCbeGPTcsw/s16000/SSCQMedia.com.gif)
0 Comments: