Headlines
Loading...
Sekularisme Lahirkan Generasi Sadis

Sekularisme Lahirkan Generasi Sadis

Oleh. Umi Hafizha
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com-Sungguh miris. Kasus pembunuhan di kalangan pelajar kembali terjadi. Kali ini, kasus pembunuhan terjadi akibat sakit hati, karena cinta pelaku ditolak korban. Seorang pelajar berinisial FPR (16), dibunuh oleh teman dekatnya berinisial Al (16).

Pembunuhan ini terungkap, setelah polisi menyelidiki penemuan jasad membusuk di sebuah bangunan bekas warung kopi, di depan Perumahan Made Great Residence, Desa Made, Kecamatan Lamongan, pada Rabu, 15 Januari 2025. Polres Lamongan mengungkapkan, bahwa pelaku membunuh korban dengan cara menjerat leher korban menggunakan kerudung milik korban.

Selain itu, pelaku juga memukul korban berulang kali di bagian perut dan mata kanan, lalu membenturkan kepala korban hingga mengakibatkan pendarahan. Setelah pelaku mengetahui korban sudah meninggal, ia membiarkan mayatnya begitu saja di TKP sekitar warkop. (detikjatim.com, 17-1-2025)

Pembunuhan di kalangan pelajar, bukan pertama kali terjadi. Kejadian serupa sudah sering terjadi, dengan motif berbeda-beda, sehingga menjadi fenomena yang perlu dicari jalan keluarnya. Jika dikaji secara mendalam, kita akan menemukan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan pelajar tega melakukan aksi pembunuhan terhadap temannya sendiri, di antaranya, yaitu dari aspek pembentukan kepribadian generasi dalam pendidikan.

Hari ini, generasi remaja begitu lemah dalam mengontrol emosi. Ini adalah akibat minimnya pendidikan moral kepribadian yang mulia dalam dirinya. Generasi yang tidak memahami jati dirinya, berujung pada ketidakpahaman dalam menyelesaikan persoalan-persoalan mereka. Mereka pun rentan dengan penyakit mental yang merugikan diri sendiri, bahkan orang lain.

Selain itu, tidak adanya lingkungan sosial yang suportif, yang membentuk kepribadian mereka. Masyarakat hari ini, tidak memiliki standar baku terkait benar-salah dan terpuji-tercela dalam menilai sebuah perbuatan. Standar itu, dikembalikan kepada akal manusia, yang akhirnya menciptakan standar semu. Tindakan pembunuhan dikecam, tetapi aktivitas pacaran dan khalwat atau berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahram dianggap biasa.

Begitu juga dengan media sosial hari ini, telah menjadi guru bagi generasi yang rendah literasi. Tak jarang kita menemukan konten-konten yang justru mengajarkan generasi untuk melakukan tindak kekerasan, sebagai cara meluapkan emosi. Tidak adanya kontrol dari orang tua, bahkan negara menjadikan generasi remaja menyerap pemikiran apa pun dari media.


Akar Masalah 

Berbagai kondisi yang melengkapi ini adalah buah dari kehidupan yang diatur dengan sistem sekularisme-kapitalisme. Sekularisme adalah paham yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Agama Islam hanya dipandang sebagai agama ritual, yang tidak memiliki peran dalam mengatur aspek kehidupan lain, selain urusan privat dan ibadah. Akibatnya, sistem pendidikan yang diberlakukan berasas sekuler, yang mengabaikan pembentukan kepribadian Islam pada generasi. Masyarakatnya sekuler, jauh dari budaya amar ma'ruf nahi mungkar, dengan standar halal-haram. Dan medianya sekuler, karena hanya bertujuan mencari cuan, sehingga membebaskan konten apa pun berseliweran.

Sungguh, kapitalisme telah membuat ukuran kebahagiaan manusia berpusat pada materi atau terpenuhi keinginan seseorang, sehingga muncul perilaku liberal, yang melahirkan prinsip tujuan dapat menghalalkan segala cara. Alhasil, emosi pun dilampiaskan sesuai hawa nafsu.


Butuh Sistem yang Solutif 

Berbagai persoalan generasi, jelas sangat membutuhkan sistem yang memberikan solusi komprehensif atas berbagai persoalan yang mereka hadapi. Sistem yang dimaksud adalah sistem Islam. Sistem yang diterapkan di bawah institusi Khilafah Islamiah dan menjadikan negara sebagai penanggung jawab segala urusan umat, termasuk membentuk kepribadian mulia generasi.

Rasulullah saw. bersabda, "Imam atau Khalifah adalah raa'in (pengurus umat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari).

Islam menjadikan pendidikan tidak hanya fokus pada aspek akademis, tetapi juga membentuk akhlak mulia, pengendalian diri dan pemahaman yang benar terhadap hubungan antar manusia atau membentuk kepribadian Islam. Generasi akan memahami jati dirinya sebagai hamba Allah yang selalu berusaha untuk taat kepada Allah kapan pun dan di manapun. Mereka akan takut menyakiti orang lain apalagi menghilangkan nyawa sesamanya. Hidupnya akan diisi dengan hal-hal yang bermanfaat dengan mengkaji ilmu, berdakwah, memberikan kontribusi terbaik untuk peradaban Islam. 

Selain itu, negara juga akan menerapkan sistem sosial dalam Islam. Islam memiliki aturan yang jelas terkait pergaulan laki-laki dan perempuan untuk mencegah timbulnya fitnah dan perilaku yang melampaui batas. Sistem sosial Islam akan menjaga pergaulan sesuai tuntunan syarak. Dengan diterapkan aturan ini, hubungan remaja laki-laki dan perempuan diarahkan agar tetap dalam batas yang wajar, mencegah terjadinya hubungan yang merusak moral atau memicu konflik emosional.

Dengan dukungan penerapan syariat Islam dalam berbagai bidang secara menyeluruh, kasus tragis seperti yang dilakukan pelajar di Lamongan di atas dapat dicegah.

Selain itu, untuk menciptakan suasana ketakwaan rakyatnya, negara akan mengontrol media. Karena media merupakan sarana edukasi bagi generasi dan mampu memberikan informasi bagi para penontonnya. Maka, negara harus menjaga agar informasi yang diterima adalah kebenaran atau tidak bertentangan dengan Islam. Negara melarang masuknya pemikiran sekuler, liberal, hedonis dan pemikiran lain yang bertentangan dengan Islam melalui media. Konten-konten sadis, seperti kekerasan dan pembunuhan tidak akan diizinkan tayang.

Negara memiliki digitalisasi yang kuat yang mampu mengatasi hal ini. Media dalam Islam, hanya digunakan untuk dakwah semata. Demikianlah, penjagaan negara terhadap generasi yang menjauhkan dari segala bentuk kemaksiatan dan membentuknya menjadi generasi pembangun peradaban mulia.
Wallahualam bissawab. [US]

Baca juga:

0 Comments: