Headlines
Loading...

Oleh. Neni Arini
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Bulan Ramadan bulan mulia, bulan penuh keberkahan dan bulan turunnya Al-Qur'an. Beruntungnya kita sebagai seorang muslim, umat Rasulullah, diberikannya buku petunjuk kehidupan agar kita selamat dalam meniti jalan hidup yang kita jalani.

Apa bentuk syukur kita sebagai umat Rasulullah? Apa yang kita lakukan untuk berucap bahwa betapa beruntungnya diri terlahir sebagai seorang muslim? Kalau kita mengakui bahwa tiada Tuhan yang patut disembah terkecuali Allah, dan Nabiyullah adalah Rasulullah saw., sudah seharusnya kita mencintai terhadap apa yang disampaikan dan diembannya, yaitu Al-Qur'an.

Mencintai Al-Qur’an merupakan bukti dari cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan sangat penting bagi kita menumbuhkan rasa cinta pada Al-Qur’an, karena Al-Qur’an merupakan surat cinta dari Allah. 

Untuk itu implementasi dari rasa cinta kita kepada Al-Qur'an yaitu dengan membacanya, memahaminya, serta mengamalkannya. Dijadikannya  Al-Qur’an sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari sehingga berharap hidayah dan rahmat Allah Swt.

Mencintai Al-Qur'an berarti mengikuti seluruh petunjuk  yang Allah sampaikan. Dengan mengikuti petunjuk-Nya maka kita akan berada di jalan yang benar dan mendapatkan kebaikan, serta petunjuk dari Allah Swt.

Al-Qur’an adalah kalamullah, perkataan Allah yang berisi perintah dan larangan yang harus ditaati dengan ikhlas dan menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa, yaitu orang-orang yang melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. 

Allah berfirman: “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan di dalamnya; (ia merupakan) petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa” (Q.S. Al-Baqarah: 2)

Ketika kita mengatakan cinta, tentunya tidak hanya mencukupkan dengan sekadar membacanya. Tetapi menjadi sebuah keharusan bahwa kita harus bisa membacanya dengan baik, benar dan tartil. Bahkan bagi yang mengajarkannya dikatakan sebagai sebaik-baik manusia.

Tetapi tentu saja kita sebagai orang yang mencintai Al-Qur'an, pasti ingin lebih dekat dengannya. Dengan cara memahaminya sehingga kandungan ayat-ayat yang Allah sampaikan  meresap ke dalam jiwa. Kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari yang menjelma dalam setiap ucapan dan perbuatan kita. Semoga dengan ikhtiar yang kita lakukan kelak diharapkan Al-Qur’an akan menjadi syafaat di yaumul qiyamah.

Dengan seringnya kita berinteraksi dengan Al-Qur'an akan lebih menancap ke dalam jiwa. Al-Qur’an akan menyentuh relung hati kita yang terdalam, kita pun akan dibuatnya menangis. Hati serasa bergetar, tersentuh, dan terharu.

Menjadi sebuah pengalaman diri ketika kalam-kalam Illahi diperdengarkan. Pekikan takbir saja sudah membuat bulu kuduk merinding, dada bergetar, air mata pun tumpah. Alhamdulillah sering mendapatkan amanah tilawah dan membaca terjemah di sebuah acara. Tak jarang ketika membacanya bibir ini bergetar, dada ini berdegup kencang saking indahnya setiap ayat yang dibaca. Air mata pun tumpah ruah ketika bibir ini membaca setiap barisan terjemah-Nya. 

Ya Allah, ya Rabbi, sering hamba tersendat dan harus menarik nafas panjang ketika kata demi kata hamba ucapkan. Terlebih jika ayat yang sedang hamba baca sesuai dengan apa yang sedang hamba alami.

Begitu banyak ayat Al-Qur'an yang sudah menemani diriku dalam proses berhijrah. Surat An Nur ayat 31 dan Al Ahzab  ayat 59 menjadi sebuah ayat pertarungan jiwa ketika mengawali perintah menutup aurat. Mencoba menepisnya dengan keyakinan diri bahwa nanti saja jika hati sudah merasa siap. Semakin menepisnya semakin meyakini bahwa itu perintah yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Bahkan Engkau menunjukkan kebesaran-Mu dengan mewujudkan penawaranku pada-Mu. Pernah mengatakan pada-Mu, bahwa aku akan menutupi aurat secara sempurna ketika Engkau titipkan jabang bayi di rahimku. Dan tidak membutuhkan waktu lama untuk menjawab semua itu. Engkau hadirkan semua yang aku tawarkan. Seketika aku takut kemudian beristigfar, memohon ampunan atas tawar menawar yang kulakukan. Maafkan aku, ya Rabb, atas kelemahan diri ini. Maha Baik-Nya Engkau, telah memberikan kesempatan untuk aku menjalankan salah satu perintah-Mu.

Peristiwa itu menjadi awal proses hijrahnya diri. Berusaha menata hidup sesuai dengan apa yang Engkau mau. Untuk itu ketika membaca perintah riba pun, tidak perlu menunggu lama untuk berniat menyelesaikannya. Berpasrah pada-Mu, meminta pertolongan pada-Mu, dengan sangat yakin Engkau pasti akan memberikan solusi terbaik. Kau tunjukkan kun fayakun-Mu kembali. Engkau datangkan orang baik untuk membantu persoalan ribaku. Masyaallah. Maka nikmat mana lagi yang aku dustakan.

Ya Allah ya Rabb, terimakasih Engkau selalu menolong diri di saat ku terjatuh dan terpuruk. Selalu hadir untuk memberi kekuatan. Seolah-olah mengatakan, bahwa semua ujian yang kuhadapi akan membuatku baik-baik saja. Sehingga Engkau berikan ketenangan hati dan jiwa dalam menjalani semua ini. Apalah dayaku, jika Engkau tak ada ya Rabb. Apa jadinya diriku, ya Allah,  jika  Engkau tidak bekali dengan Al-Qur'an. Aku bersujud di tengah kecilku sebagai hamba yang Engkau ciptakan, ya Rabbi

Segala terpaan hidup yang telah kulewati sehingga menjadikan diri lebih bisa berpikir bijak dalam menghadapi persoalan hidup. Bersyukur atas hidup yang kugenggam. Berlapang dada atas garis hidup yang Engkau takdirkan.

Ya Allah, jangan pernah Engkau meninggalkanku. Bantu aku untuk selalu istikamah berada di jalan dakwah sebagai wujud cinta pada-Mu. Aku ingin berjuang untuk menegakkan kalimat-kalimat-Mu, menerapkan semua aturan dari-Mu di semua lini kehidupan. Aku sekarang sudah bergabung di sebuah kelompok jemaah ideologis, berjuang bersama untuk menerapkan Al-Qur'an. Aku ingin menjadi bagian dari orang-orang yang menolong agama-Mu. 

Seperti yang Engkau sampaikan di dalam surat Muhammad ayat 7: "Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu."

Walau dakwah itu akan banyak jalan yang merintangi, tetapi tidak menjadi sebuah pilihan untuk mundur dari jalan ini. Menyadari bahwa akan ada yang menolaknya, menentang, bahkan menganggapnya sebagai bahaya bagi dirinya. Tetapi azam menjadi pengemban dakwah tetap menyala di dalam jiwa. Dan lebih bisa memahami  bahwa ketika ada penolakan mungkin disebabkan ketidaktahuannya saja.

Karena bagi seorang pengemban dakwah, dadanya telah tertanam ketidakrelaan bila orang tuanya saudaranya, temannya, tetangganya, atau siapa saja mendapatkan kenestapaan hakiki di akhirat kelak. Padahal, di sana setiap jiwa tidak akan dapat menolong siapa pun. Saat itu setiap orang akan lari dari saudaranya, ibunya, ayahnya, istri, bahkan anak-anaknya. Satu-satunya cara menolong saat di dunia ini adalah melalui jalan dakwah.

Jadi jelaslah bahwa dakwah merupakan wujud kasih sayang kita kepada sesamanya, dan sebagai wujud cinta kita kepada Allah Swt. dan Rasulullah saw. untuk senantiasa berada dalam ketaatan. 

Wallahu'alam bisshawab. [MA]

Baca juga:

0 Comments: