Headlines
Loading...
Danantara, Kepentingan Oligarki yang Mengatasnamakan Negara

Danantara, Kepentingan Oligarki yang Mengatasnamakan Negara

Oleh. Anik Purwo
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Saat ini media massa banyak memberitakan tentang pembentukan Badan Pengelola Investasi Danantara yang diresmikan oleh Presiden Prabowo Subianto, pada Senin 24 Februari 2025. Gambaran sekilasnya, Danantara merupakan semacam badan pengelola investasi nasional. Tentunya pemerhati kebijakan pemerintah banyak yang mempertanyakan fungsi dari badan ini, apalagi berkaitan dengan investasi.  Sementara itu, masyarakat awam tidak tahu-menahu tentang pentingnya ataupun keberadaan badan ini.

Menurut Presiden Prabowo, Danantara memiliki arti penting karena bukan sekadar mengelola investasi tetapi juga sebagai instrumen pembangun ekonomi nasional dan cara untuk mengoptimalkan pengelolaan kekayaan Indonesia. (finance.detik.com, 24-02-2025).

Danantara merupakan akronim dari  Daya Anagata Nusantara. Daya berarti energi, kekuatan. Anagata berarti masa depan, dan Nusantara adalah tanah air kita. Danantara ini berbentuk semacam badan pengelola investasi yang berperan mengkonsolidasi aset-aset pemerintah. Tujuannya agar aset-aset tersebut efisien sehingga bisa diterapkan untuk kebijakan investasi nasional. Rencananya Danantara akan menggunakan acuan konsep Temasek Holdings Limited milik Singapura yang mengatur bisnis lintas sektor di negara tersebut, mulai dari telekomunikasi hingga energi. (detik.com, 19-02-2025)

Bahkan, untuk mendukung Danantara ini, diresmikan juga undang-undang Nomor 1 tahun 2025 tentang perubahan ketiga atas undang-undang nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Selain itu juga peraturan pemerintah nomor 10 tahun 2025 tentang organisasi dan tata kelola Badan Pengelola Investasi Danantara. Dan juga Keputusan Presiden no 30/2025 tentang pengangkatan Dewan Pengawas dan Pelaksana Danantara.

Danantara ini akan menjadi super holding dari berbagai BUMN Indonesia. Gamblangnya,  BPI Danantara akan menjadi induk dari berbagai sektor industri yang dikelola negara. Rencananya, semua BUMN akan ikut masuk daftar kelolaan Dantara. Akan tetapi, akan ada 7 BUMN  yang akan di konsolidasikan lebih dahulu yaitu Bank mandiri, Bank Rakyat Indonesia, PLN, Pertamina, Mining Industri Indonesia, Telkom Indonesia dan Bank Negara Indonesia.

Kebijakan yang Ambigu

Sekilas kebijakan ini nampak menguntungkan bagi negara dengan kata lain bertujuan untuk mendapatkan keuntungan, dari berinvestasi di sektor produktif negara lain. Padahal disisi lain pemerintah Indonesia, masih banyak membutuhkan investasi untuk pembangunan nasional dan juga program- program pemerintah.

Selain itu BUMN-BUMN yang akan dikonsolidasikan diawal pembentukan juga masih memiliki permasalah internal yang  harus segera diselesaikan, yaitu kasus-kasus korupsi yang melibatkan  oknum-oknum  petinggi mereka. Dari sisi kepemilikan BUMN tersebut tidak 100 persen murni milik negara, sebagian saham BUMN  milik swasta. Dimana keuntungan dari usaha dan dividen juga tidak masuk ke dalam kas negara sepenuhnya.  Dalam artian BUMN menggunakan investasi dari pihak swasta.

Dari sisi dewan pengawas dan juga pelaksana, perlu diperhatikan bahwasanya mereka merupakan aktor lama yang memiliki sejarah cukup kontroversial dan tentunya memiliki kepentingan di balik pembentukan badan ini. Ditambah lagi adanya nama Toni Blair, mantan perdana menteri Inggris yang masuk sebagai dewan pengawas. Tampak sekali ada upaya asing untuk mengacak-acak kondisi perekenomian Indonesia, dan membuktikan bahwa Indonesia tidak independen dalam mengatur perekonomiannya.

Desain Ekonomi Kapitalisme

Desain ekonomi yang nampaknya sedang disiapkan hakikatnya merupakan konsep kapitalisme. Negara yang katanya mengusung ekonomi kerakyatan namun pada faktanya tidak melepaskan oligarki (swasta/ pengusaha swasta/asing) yang telah menjadi tim suksesnya. Maka pembentukan badan pengelola investasi Danantara merupakan langkah untuk mengoptimalisasi modal dan aset BUMN, seperti halnya negara China yang mengejar pertumbuhan ekonomi. Maka aktor yang menikmati Danantara adalah para oligarki seperti yang terlihat dari jajaran petinggi Danantara.

Di saat rakyat mengalami berbagai masalah perekonomian, seperti PHK massal, meningkatnya pengangguran dan kenaikan pajak, pemerintah justru melirik dana yang ada dimasyarakat untuk investasi. Padahal masih perlu melakukan perbaikan ekonomi dari segala sisi. Investasi ke negara lain melalui Danantara ibarat isapan jempol belaka untuk menarik dana yang terkumpul di masyarakat untuk kepentingan oligarki.

Pemerintah saat ini tidaklah bertindak sebagai pelindung rakyat, tetapi pemerintah ibarat berdagang dengan rakyatnya sendiri demi keuntungan individu pejabat dan oligarki. Alhasil rakyat lagi yang dirugikan. Maka dapat disimpulkan desain ekonomi kapitalis gagal dalam menyejahterakan rakyatnya.

Cara Islam Memandang Konsep Kepemilikan

Sistem ekonomi Islam memberikan tuntunan mengenai konsep kepemilikan, bagaimana cara untuk mengelolanya, siapa saja yang berhak mengelola, dan hasilnya untuk siapa. Kepemilikan di dalam Islam dibagi menjadi tiga yaitu, kepemilikan Individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara.

Dalam kepemilikan individu, negara wajib memberikan perlindungan penuh kepada milik individu rakyatnya. Dalam kepemilikan umum, negara menjamin pemerataan pemakaiannya. Seperti sumberdaya air dan hutan yang tidak boleh diprivatisasi individu atau kelompok. Serta dalam kepemilikan negara, negara mengelola penuh seluruh aset-asetnya yang berupa sumber daya alam yang melipah ruah. Hasil-hasil tambang dan juga dana yang terkumpul di Baitulmal dari zakat mal dan sejenisnya akan digunakan untuk kepentingan menyejahterakan rakyat bukan untuk berinvestasi.

Dengan sistem ekonomi Islam, maka kesejahteraan rakyat akan terwujud individu per individu bukan berpatokan pada pendapatan per kapita seperti saat ini. Penerapan sistem ekonomi Islam merupakan jalan yang sesuai dengan tuntunan Islam. Semua akan terwujud dalam bingkai Khilafah Islamiah. Wallahua’lam. [My]

Baca juga:

0 Comments: