Headlines
Loading...
Danantara, Mampukah Menyejahterakan?

Danantara, Mampukah Menyejahterakan?

Oleh. Novia Darwati
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.ComTepat pada tanggal 4 Februari 2025, perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah disahkan dalam rapat paripurna DPR RI. Bagai artis pendatang baru yang sedang naik daun, kemunculan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) menjadi hal yang paling menarik perhatian publik.

Di website resminya, yakni danantara.id, disebutkan bahwa Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia) adalah badan pengelola investasi strategis yang mengonsolidasikan dan mengoptimalkan investasi pemerintah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk namanya sendiri, yakni Danantara, merupakan singkatan dari  Daya Anagata Nusantara yang bermakna "Daya" berarti energi, "Anagata" berarti masa depan, dan "Nusantara" merujuk pada Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang secara keseluruhan mencerminkan kekuatan dan potensi masa depan Indonesia.

Disebutkan pula dalam website resminya bahwa untuk mencapai tujuan strategisnya, Danantara Indonesia berkomitmen mendorong transformasi ekonomi dengan pendekatan profesional dan menerapkan good governance. Danantara Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan efisiensi aset, menarik investasi global, dan memperkuat daya saing Indonesia di sektor strategis, sehingga menciptakan kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia.

Konsep awal yang disuguhkan oleh Sumitro Djojohadikusumo yang menjadi akar ide Danantara ini muncul adalah jika BUMN memberikan 1-5 persen labanya untuk dikelola oleh suatu badan investasi yang akan membeli saham perusahaan swasta, maka keuntungan saham berupa deviden maupun keuntungan penjualan saham akan digunakan untuk membantu ekonomi masyarakat. (Kompas.com, 18/02/2025). 

Presiden Prabowo menggunakan deviden BUMN yang seharusnya disetor ke kas negara sebagai PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dialihkan menjadi investasi pemerintah di Danantara. (Kompas.com, 18/02/2025).

Tak cukup sampai di situ, dana hasil efisiensi APBN (tahap 1 yang saat ini kita jalani diperkirakan dana yang ada sekitar 306 triliun) juga akan diinvestasikan oleh pemerintah untuk Danantara. Besaran dana yang dirancang untuk dimiliki oleh Danantara memanglah luar biasa banyak. Selain dari dana efisiensi APBN yang telah disebutkan di atas, dalam pidatonya di KLB Partai Gerindra, Presiden Prabowo menyatakan dana kelolaan Danantara ditarget mencapai 900 miliar dollar AS atau setara sekitar Rp14.000 triliun. (Kompas.com, 18/02/2025).

Selain itu, bagaikan anak emas, Danantara akan mendapatkan penempatan dana pertama kali dari deviden BUMN sebesar Rp100 triliun yang tidak disetorkan ke kas negara. Perusahaan yang masuk dalam naungan Danantara, diantaranya PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), PT PLN, PT Pertamina, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), PT Telkom Indonesia Tbk, dan PT Mineral Industri Indonesia (Mind ID)

Pro Kontra Danantara

Sudah bisa ditebak bahwa konsep Danantara ini akan menuai pro kontra. Terdapat beberapa faktor yang mendorong terjadinya pro kontra di tengah masyarakat dalam menyikapi kemunculan Danantara, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, dana yang besar. Besaran dana yang dikelola oleh Danantara mencapai angka yang fantastis. Dana tersebut merupakan dana yang berasal dari pengorbanan rakyat, yakni dari diterapkannya efisiensi APBN yang berimbas pada berkurangnya kualitas kinerja pelayanan publik. Namun, ternyata pemotongan anggaran tersebut larinya ke investasi Danantara. Selain itu, Danantara juga mengambil sebagian keuntungan BUMN juga dengan dalih sebagai modal investasi. 

Kedua, rawan korupsi. Saat ini pemerintah Indonesia sedang mengalami problem penurunan "trust" (kepercayaan) dari masyarakat. Hal ini terlihat jelas dengan viralnya #IndonesiaGelap. Sengkarut kasus pertamax oplosan, dugaan korupsi dana progam MBG (Makan Bergizi Gratis), sulitnya akses pembelian gas LPG 3 kg, dan seabrek perkara lainnya membuat pemerintahan Prabowo-Gibran mengalami penurunan kepercayaan publik. Maka saat tersiar kabar kemunculan Danantara ini, masyarakat banyak yang tidak yakin badan ini akan bebas dari korupsi. Apalagi yang ditunjuk menjadi ketua Tim Pakar dan Inisiator BPI Danantara adalah Burhanuddin Abdullah yang notebene pernah menjadi tersangka kasus dugaan korupsi sebesar Rp100 miliar dengan vonis lima tahun penjara. Bahkan Rosan Roeslani yang menjabat sebagai kepala badan pelaksana juga tidak benar-benar "bersih". Bapak Rosan Roeslani pernah diindikasi kuat melakukan penyalahgunaan keuangan PT Berau Coal serta tersandung kasus dugaan penggelapan dan pencucian uang dalam pembelian saham BEKS-PT Bank Pembangunan Daerah Banten, Tbk senilai Rp129,6 Miliar.

Ketiga, belum tentu untung. Sebagaimana permainan saham pada umumnya, bermain saham belum tentu untung. Jika modal besar, dan berhasil mendapat untung, maka keuntungan yang dicapai juga besar. Namun sebaliknya, jika merugi, maka kerugian juga sangat besar, sedangkan yang dipakai untuk bermain modal tersebut adalah uang rakyat.

Dengan melihat tata kelola dan berbagai macam pro-kontra terhadap Danantara, maka bisa diambil kesimpulan bahwa, tidak ada jaminan Danantara akan bisa menyejahterakan rakyat. Di satu sisi karena belum tentu untung, di sisi lain, banyak celah korupsi yang bisa terjadi.

Danantara dalam Sudut Pandang Islam

Terdapat beberapa hal yang perlu disoroti jika hendak menilai Danantara dalam perspektif hukum Islam. Pertama, terkait saham. Di dalam Islam, bermain saham hukumnya haram. Dalam kitab Sistem Ekonomi Islam karangan Syekh Taqiyuddin An Nabhani pada poin "Perseroan dalam Sistem Kapitalis" disebutkan bahwa saham dalam perseroan saham adalah sekuritas yang memuat alat pembayaran yang bercampur antara modal yang halal dan bunga yang haram, dalam sebuah transaksi dan muamalah yang batil, tanpa bisa dipilah-pilah lagi antara modal murni dan bunganya. Kertas-kertas berharga yang berbentuk saham adalah harta haram yang tidak boleh diperjualbelikan serta tidak boleh digunakan dalam transaksi apa pun.

Oleh karena itu, andaipun Danantara berhasil mendapatkan keuntungan besar dari bermain saham di pasar global, tetap saja harta tersebut dalam sudut pandang Islam adalah harta haram. Sedangkan harta haram tidak akan bisa memunculkan keberkahan.

Kedua, terkait BUMN. BUMN adalah badan usaha yang dimiliki oleh negara. Di dalam Islam, kepemilikan ada 3 jenis. Kepemilikan individu, umum, dan negara. PT PLN, PT Pertamina, dan PT Mineral Industri, misalnya, ketiganya mengelola barang yang merupakan kepemilikan umum. Maka seharusnya barang-barang yang dikelolanya diperuntukkan untuk umum (masyarakat), bukan untuk dibisniskan dan dicari keuntungan di dalamnya. Islam menekankan pemerintah dan para pejabatnya untuk bekerja fokus pada tujuan menyejahterakan rakyat dan menumbuhkan keimanan yang tinggi pada masyarakat agar mereka selamat dunia-akhirat.

SDA yang dimiliki dikelola dan langsung disalurkan pada masyarakat, tidak perlu berputar-putar untuk dibisniskan terlebih dahulu dengan dalih untuk menambah keuangan negara agar bisa menyejahterakan rakyat. Kekhilafahan memiliki cukup banyak pos seperti zakat, fai', kharaj, dan jizyah yang bisa menjadi sumber dana untuk kesejahteraan rakyat. Tidak perlu bersibuk diri untuk berbisnis.
Wallahualam. [Hz]

Baca juga:

0 Comments: