Headlines
Loading...
Defisit APBN, Bermanuver di Tengah Kantong Cekak

Defisit APBN, Bermanuver di Tengah Kantong Cekak

Oleh. Rut Sri Wahyuningsih
(Kontributor SSCQMedia.Com, Institut Literasi dan Peradaban)

SSCQMedia.Com—Januari dan Februari 2025, untuk pertama kalinya dalam empat tahun terakhir, APBN defisit di awal tahun. Hal ini diketahui publik setelah  Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan, saat konferensi pers, APBN tekor sampai Rp31,2 triliun atau 0,13% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Pendapatan negara tercatat Rp316,9 triliun, sedangkan belanja negara menghabiskan anggaran Rp348,1 triliun dengan rincian, pemerintah pusat menghabiskan Rp211,5 triliun dan transfer daerah Rp136,6 triliun, dengan komponen terbesar berasal dari pajak dan bea cukai (metrotvnews.com, 14/3/2025).

Sri Mulyani membenarkan bahwa defisit APBN disebabkan adanya pendapatan negara yang lebih rendah dibandingkan kebutuhan belanja negara yang meningkat. Meski demikian, APBN didesain dengan defisit Rp616,2 triliun sehingga defisit 0,13% masih dalam target desain APBN sebesar 2,53 persen dari PDB.

Editorial Media Indonesia membahasnya dengan judul “Waspada Ngos-ngosan Anggaran Negara", dan menulis bahwa tekornya APBN di awal tahun sudah dapat diprediksi sejak jauh hari saat Presiden Prabowo Subianto mengumumkan postur kabinetnya pada Oktober 2024. Hal itu tentunya akan membuat belanja pemerintah di APBN ikut membengkak.

Disambung pada awal pemerintahannya, langsung gas pol program-program berbiaya besar di antaranya program MBG yang hingga 12 Maret 2025 sudah menghabiskan Rp710,5 miliar. Anggaran program itu pun masih akan dinaikkan pemerintah, dari Rp71 triliun menjadi Rp171 triliun di tahun ini.

Media Indonesia mengatakan, pemasukan negara masih lesu sejak awal tahun karena sama dengan tahun sebelumnya, daya beli masyarakat juga masih lesu. Pendapatan pajak dari konsumsi masyarakat, kini sulit diharapkan karena masyarakat yang strata ekonominya turun kelas terus bertambah.

Kelesuan pendapatan negara dari pajak diperparah oleh sistem administrasi perpajakan baru, Coretax, yang diluncurkan pada 1 Januari 2025. Instrumen negara dalam memungut pajak itu justru menjadi penghambat masuknya uang ke kas negara. Artinya, program ini tidak sesuai harapan. Beberapa program populis juga turut disorot Media Indonesia, karena tidak mendukung pemulihan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Harus ada evaluasi sebelum terlambat, dengan cara menghilangkan program populis agar tidak sampai menambah utang.

Sistem Ekonomi Kapitalisme Demokrasi Harus Dicabut

Konsep defisit pada APBN memang bagian tak terhindarkan dari negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme. Sejatinya, para pengusungnya menyadari kelemahan sistem ekonomi buatan manusia ini, dengan postur skema pendapatan bergantung pada pajak jelas rapuh dan tidak mandiri. Akan selalu berfluktuasi sesuai kondisi rakyat sebagai wajib pajak.

Sistem ekonomi kapitalisme sangat erat hubungannya dengan sistem politik demokrasi, sama-sama berasas sekuler yang menjunjung kebebasan, salah satunya kebebasan kepemilikan. Semua diatur berdasarkan manfaat, bukan halal haram.

Itulah mengapa, peran negara sangatlah minim dalam menguasai potensi kekayaan alam yang berlimpah. Politik balas budi lebih mendominasi, tersebab pemilihan pemimpin dalam demokrasi butuh biaya mahal. Dana pribadi tidak cukup, maka akan meminta kepada pengusaha yang pro yang kelak harus diganti dengan penyerahan kedaulatan negara atas rakyat dan kekayaan alam negeri ini.

Lagi-lagi, rakyatlah yang menjadi korban. Akan selama apalagi kita menantikan perubahan, jika keadaan makin ke sini bukannya makin baik malah makin memburuk? Berbagai kebijakan pemerintah malah membuat rakyat terombang-ambing dalam gelombang penderitaan, mulai dari PHK massal, efisiensi pemerintah yang menyiksa rakyat di sisi lain malah mengangkat stafsus hingga kabinet kian gemoy, pengunduran pengangkatan ASN dan PPPK yang menambah jumlah pengangguran kian panjang dan lainnya.

Baitulmal, Sistem Kokoh Keuangan Daulah Islam

Syekh Abdul Qadim Zallum, dalam kitabnya yang berjudul "Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah" menjelaskan Baitulmal merupakan institusi khusus yang menangani harta yang diterima negara dan mengalokasikannya bagi kaum muslim yang berhak menerimanya. Dengan kata lain, baitulmal merupakan bagian dari pendapatan negara.

Baitulmal terdiri dari dua bagian pokok yaitu, bagian pertama, berkaitan dengan harta yang masuk dan seluruh jenis harta yang menjadi sumber pemasukannya. Bagian kedua, berkaitan dengan harta yang dibelanjakan dan seluruh jenis harta yang harus dibelanjakan.

Harta kekayaan negara Khilafah yang kemudian masuk dalam baitulmal pos pendapatan ada 12 macam yaitu, anfal (ganimah, fai khusus), kharaj, jizyah, bermacam-macam harta milik umum, harta milik negara (berupa bangunan, tanah, sarana umum dan pendapatannya), usur, harta ghulul, khusus barang temuan dan barang tambang, harta kelebihan dari sisa pembagian waris, harta orang murtad, dharibah (pajak), dan harta zakat.

Dharibah atau pajak, tidak dipungut sepanjang tahun sebagaimana negara hari ini, hanya ketika seluruh kewajiban baitulmal harus terlaksana namun kas dalam keadaan kosong, maka negara Khilafah akan memberlakukan dharibah kepada muslim yang kaya saja dan hanya selama kebutuhan belum terpenuhi. Kemudian zakat, hanya dibagikan kepada delapan asnaf sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Tidak boleh selain itu.

Negara Khilafah juga menetapkan sistem mata uangnya berbasis emas dan perak, sehingga relatif stabil dari inflasi maupun deflasi. Jika hari ini ekonomi dunia mengalami kelesuan, daya beli masyarakat menurun hal itu disebabkan karena sistem ekonomi kapitalisme secara akar sudah membawa cacat, memisahkan agama. Sehingga tak mengenal halal haram, setiap usaha apa pun asal bisa menghasilkan uang maka sah dipraktikkan.

Termasuk penerapan sistem mata uang kertas tanpa jaminan emas sama sekali. Emas digunakan sebagai komoditas, negara besar penjajahlah yang menjadi aktor utama, hari ini adalah Amerika. Yang mengikat negara dunia dengan berbagai perjanjian dagang dalam komunitas antar bangsa termasuk penggunaan dolar sebagai mata uang pokok.

Sudah seharusnya, kaum muslimin lebih memperhatikan sistem ekonomi Islam, yang terbukti lebih stabil. 1.300 tahun bukan waktu yang sebentar, sebagai negara adidaya, mercusuar peradaban dunia. Dengan konsep baitulmal yang lebih berimbang, kesejahteraan bukan ilusi.

Will Durant adalah seorang sejarawan barat, dalam buku yang ia tulis bersama istrinya Ariel Durant, “Story of Civilization”, ia mengatakan: "Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapa pun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka". Wallahualam bissawab. [Ni]

Baca juga:

Related Articles

0 Comments: