Headlines
Loading...
Fungsional  Ormas Terganjal Proposal

Fungsional Ormas Terganjal Proposal

Oleh. Rut Sri Wahyuningsih
(Kontributor SSCQMedia.Com, Institut Literasi dan Peradaban)

SSCQMedia.Com—Maraknya PHK massal industri di negeri ini mengundang keprihatinan mendalam, betapa sulitnya memiliki usaha di negeri ini. Nyatanya memang demikian, industri dalam negeri tak hanya menghadapi gempuran produk asing akibat pemerintah menjalin kerjasama regional maupun internasional untuk perdagangan bebas, harga bahan baku mahal sementara daya beli masyarakat lemah karena inflasi, juga menghadapi dampak berbagai peraturan perundang-undangan yang disahkan pemerintah lebih sering berpihak pada investor kelas kakap.

Selain kendala-kendala di atas, ternyata perusahaan di Indonesia juga mengalami "gangguan kecil" namun cukup nyelekit sebagaimana yang disampaikan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan (Noel), yaitu ada keharusan mengurus "perizinan" ilegal dari organisasi kemasyarakatan dadakan .

Fakta ini ia sampaikan saat peresmian pabrik sepatu di Garut, Jawa Barat. Ormas tersebut mengajukan proposal permintaan uang kepada pabrik setiap momen jelang hari raya, maulid Nabi, lomba karang taruna, perayaan kemerdekaan, tahun baru, ulang tahun ormas dan lainnya. Ditambah dengan persoalan preman-preman yang meminta "jatah" dengan alasan keamanan dan kebersihan (detiknews.com, 3-3-2025).

Padahal Ebenezer mengatakan, berdirinya pabrik atau industri bisa menyerap tenaga kerja, mengurangi pengangguran, meminimalkan angka kemiskinan hingga mampu menanggulangi gelombang PHK, seperti PT Ultimate Noble Indonesia (PT UNI) yang memproduksi sepatu New Balance berencana menyerap 10 ribu tenaga kerja secara bertahap.

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi juga mengatakan hal yang sama. Menurutnya banyak orang menganggap pabrik adalah sumber uang, tapi anggapan tersebut salah. Sebab belum tentu ada dalam daftar belanja industri.

Baik Deddy maupun Ebenezer mengatakan pabrik tidak perlu memberikan uang kepada masyarakat lantaran telah membayar pajak. Pabrik juga tidak memiliki kewajiban memenuhi kebutuhan warga dan yang harus memenuhi adalah pemerintah.

Apa mau dikata, ormas atau komunitas apa pun di negeri ini memang sudah jadi rahasia umum mendapatkan dana operasional dari cara-cara mengajukan proposal atau minta sumbangan. Jangankan yang level kecamatan, kabupaten, di level nasional pun sudah jamak.

Faktanya, aktivis partai, pejabat pemerintahan maupun anggota parlemen menjadi alat untuk mengajukan proposal guna menghidupi partai atau ormas, ormas keagamaan dan komunitas lainnya. Istilah TST ( Tahu Sama Tahu) sudah membudaya, mana ada makan siang gratis? Mana ada kerja tak dibayar, meski kerjanya juga tak jelas?

Dan ini pula yang menjadi salah satu alasan pemerintah pada era Presiden Joko Widodo memberikan izin pengelolaan tambang kepada ormas keagamaan, koperasi, UMKM, Perguruan Tinggi dan lainnya. Khusus ormas  keagamaan tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang ditetapkan pada 30 Mei 2024.

Kebijakan itu disebutkan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, memberikan kesempatan yang sama dan keadilan dalam pengelolaan kekayaan alam juga mendorong pemberdayaan (empowering) ormas keagamaan.

Pertimbangan lainnya, menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya bahwa setiap ormas mempunyai sayap organisasi yang menjalankan bisnis sebagaimana parpol dan organisasi kemasyarakatan, dengan perizinan itu harapannya mereka bisa tetap profesional mengelola bisnis dan dakwah, daripada setiap hari mengajukan proposal (detikNews.com, 3-6-2024).

Kapitalisasi Marak dalam Sistem Politik Demokrasi

Sebetulnya, budaya mengajukan proposal (meminta jatah uang dengan nominal tertentu) adalah bukti nyata adanya kapitalisasi dalam pengaturan kehidupan masyarakat dan negara ini. Bertambah subur karena sistem politik kita demokrasi yang masyhur dengan biaya politik mahal, politik balas budi atau mahar politik. Di mana setiap yang ingin mencalonkan diri menjadi pemimpin maka harus siap dana yang jumlahnya fantastis.

Tak mungkin dipenuhi dari kantong pribadi, maka butuh asupan dana segar yaitu dari para pengusaha. Pendiri pabrik, eksekutor eksploitasi SDA negeri ini hingga penentu kebijakan negara tingkat dewa (di atas parlemen dan presiden).

Praktik ini tentulah membawa konsekuensi, yang paling parah adalah memandulkan fungsional penguasa dan ormas itu sendiri. Mereka berubah menjadi kacung oligarki, penguasa yang buta mata buta hati ketika melihat penderitaan rakyat sehingga terus saja mengesahkan kebijakan zalim, sementara ormas atau ormas keagamaan yang semestinya berada di garda terdepan menjaga pemikiran dan perasaan umat menjadi kelu lidah. Mengiyakan saja apa kata penguasa. Hilang sudah kebenaran hakiki, berganti dengan pembenaran .

Kapitalisasi ini mengerikan, sudah meliputi segala lini, korbannya tentulah rakyat. Amar makruf nahi mungkar mati tersebab rakyat menjadi bodoh, para ulama yang disanjung Rasul dan Allah bak bintang berpijar di langit yang gelap tak lagi ada di tempatnya. Dakwah mereka bukan mengarusutamakan perubahan, tapi lebih kepada pembodohan.

Berbagai penderitaan terus mendera rakyat. Kaya miskin, susah senang adalah fitrah, namun tak mungkin seburuk ini, ada negara namun tak meriayah, ada ulama tapi tak mengajak muhasabah lil hukam. Adakah jalan keluarnya?

Islam Sistem Sempurna

Jelas ada, yaitu Islam. Sebagai mabda atau ideologi, Islam tak hanya mengatur masalah ibadah seorang hamba dalam ranah individu tapi juga keluarga, masyarakat dan negara. Islam adalah solusi bagi setiap permasalah hidup di masing-masih tanah.

Dalam hal penciptaan kondisi bisnis dan usaha, syariat Islam membagi kepemilikan harta dalam tiga pengaturan, yaitu individu, umum dan negara. Sehingga industri yang masuk katagori mengelola kepemilikan umum dan negara akan diurusi negara 100 persen tanpa campur tangan asing atau swasta.

Industri individu diperbolehkan asal tidak menabrak batas kepemilikan umum dan negara. Dalam hal ini, hasil pengelolaan negara akan dikumpulkan di Baitulmal dan dibelanjakan sesuai dengan pendapat Khalifah, asasnya adalah prioritas maslahat.

Sedangkan untuk partai, ormas keagamaan dan lainnya sama sekali tak diberi izin untuk mengelola tambang yang menjadi kepemilikan umum dan negara. Fungsi mereka juga bukan badan keuangan, tapi mereka adalah madhar siyasi atau perwujudan pemikiran politik yang hadir untuk kepentingan umat dalam memahami agama dan politik sahih.

Sebab, dalam Islam ada tiga pilar yang harus terus bersinergi yaitu pilar pertama kedaulatan di tangan syara, pilar kedua kekuasaan di tangan rakyat, pilar ketiga wajibnya mengangkat satu pemimpin (Khalifah) dan pilar keempat adalah  tabani (legislasi) hukum ada pada Khalifah. Pada pilar kedualah muncul kewajiban amar makruf nahi mungkar dan muhasabah lil hukam (mengkritik dan evaluasi terhadap kebijakan Khalifah), jika fungsi ini tidak berjalan normal disebabkan ulamanya terbeli kepentingan maka bencanalah yang akan terjadi sebagaimana hari ini. Wallahualam bissawab. [Hz]

Baca juga:

0 Comments: