Headlines
Loading...
Investasi: Antara Harapan dan Kenyataan

Investasi: Antara Harapan dan Kenyataan

Oleh. Widhy Lutfiah Marha
(Kontributor SSCQMedia.Com, Pendidik Generasi)

SSCQMedia.Com—Investasi sering dianggap sebagai solusi ajaib untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah daerah berlomba-lomba menarik investor, berharap modal yang masuk bisa membuka lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan membawa kemajuan bagi daerah. Tapi benarkah semuanya seindah itu?

Di Magetan, misalnya, investasi meningkat pesat pada tahun 2024, bahkan melampaui target yang ditetapkan. Pemerintah semakin gencar mempromosikan daerah ini sebagai surga investasi, seolah-olah ini adalah kunci utama kesejahteraan masyarakat, (radarmadiun.jawapos.com, 09/02/2025).

Namun, di balik angka-angka pertumbuhan itu, ada pertanyaan besar yang perlu kita renungkan: siapa sebenarnya yang paling diuntungkan? Apakah masyarakat lokal benar-benar merasakan dampaknya atau justru hanya segelintir pemilik modal yang menikmati hasilnya?

Pertumbuhan Ekonomi atau Eksploitasi Terselubung?

Banyak yang menganggap investasi sebagai jalan pintas menuju kemajuan. Investor datang, modal mengalir, pembangunan berjalan, dan semua masalah ekonomi seolah terselesaikan. Tapi kenyataannya, tidak sesederhana itu.

Memang benar, investasi bisa membuka lapangan kerja, tapi bagaimana dengan kualitas pekerjaannya? Apakah upah yang diberikan layak? Apakah hak-hak pekerja benar-benar dijamin? Jangan-jangan, masyarakat hanya dijadikan tenaga kerja murah, sementara keuntungan besar mengalir ke kantong segelintir orang.

Bukan hanya itu, harga lain yang harus dibayar sering kali lebih besar. Sejarah mencatat bahwa banyak investasi yang justru merusak lingkungan. Hutan habis ditebang, sungai tercemar, tanah menjadi tidak subur, dan masyarakat setempat harus menanggung dampaknya. Kalau pertumbuhan ekonomi hanya bisa dicapai dengan mengorbankan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat, apakah itu masih bisa disebut sebagai kemajuan?

Belum lagi persoalan peminggiran masyarakat lokal. Ketika investor masuk dengan kekuatan modal besar, mereka bisa mengambil alih lahan-lahan yang sebelumnya menjadi sumber penghidupan warga. Usaha kecil sulit bersaing, harga tanah melonjak, dan akhirnya masyarakat hanya jadi penonton di daerahnya sendiri.

Di era globalisasi, investasi asing semakin dominan. Banyak yang datang dengan janji manis: menciptakan lapangan kerja, meningkatkan teknologi, dan mempercepat pembangunan. Tapi di balik itu, ada risiko besar yang sering kali diabaikan.

Investor asing dengan modal besar memiliki daya tawar yang lebih tinggi. Mereka bisa menekan pemerintah untuk memberikan berbagai kemudahan, dari pajak rendah hingga perizinan yang dipermudah. Akibatnya, kepentingan masyarakat kerap dikesampingkan demi keuntungan bisnis.

Karena pemerintah tidak hati-hati, investasi bisa berubah menjadi bentuk penjajahan ekonomi yang lebih halus. Sumber daya strategis daerah bisa jatuh ke tangan asing, sementara masyarakat semakin bergantung pada korporasi besar yang menguasai pasar dan kebijakan. Alih-alih membawa kesejahteraan, investasi justru bisa memperdalam ketimpangan.

Investasi dalam Perspektif Islam

Islam sebagai agama yang sempurna memiliki pandangan yang jelas terkait investasi. Dalam Islam, negara memiliki peran utama dalam mengatur dan mengawasi aktivitas investasi. Negara berhak menentukan jenis investasi yang diperbolehkan, dari mana sumber modalnya, serta sejauh mana investasi itu bisa memengaruhi kebijakan negara.

Islam juga menetapkan batasan tegas terkait investasi asing. Investasi dari negara yang memusuhi Islam (kafir harbi) atau negara yang hanya sekadar terikat perjanjian (kafir hukmi) harus diawasi dengan ketat. Tujuannya jelas, yaitu agar investasi tersebut tidak dalam bidang yang haram, eksploitasi SDA, dan atau menyangkut layanan hajat publik dasar.  Ini karena investasi dalam tigal hal tersebut membahayakan kedaulatan negara dan bertentangan dengan syariat Islam.

Lebih dari itu, Islam menekankan pentingnya kemandirian ekonomi. Sebuah negara yang berdaulat tidak boleh bergantung sepenuhnya pada investasi asing. Ketergantungan berlebihan hanya akan membuat negara mudah dikendalikan dan kehilangan kebebasannya dalam menentukan arah kebijakan ekonomi.

"Allah tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk mengalahkan orang-orang mukmin." (An Nisa: 141). [MA]

Baca juga:

0 Comments: