Oleh. Dewi Mujiasih
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Dikutip dari detiknews, Bareskrim Polri masih mendalami praktik curang produsen Minyakita yang isi kemasannya disunat. Minyak goreng kemasan hasil praktik curang itu diketahui telah tersebar di wilayah Jabodetabek.
Belum lama negeri ini dihebohkan dengan Pertamax oplosan yang merugikan negara sampai 193,7 triliun. Kini beredar Minyakita tidak sesuai takaran. Minyakita yang tidak sesuai takaran tentu sangat merugikan rakyat. Apalagi di kala Ramadan banyak kebutuhan pokok yang meroket harganya, masih ditambah minyak yang disunat takarannya.
Sekali lagi, rakyatlah yang menjadi korban keganasan kapitalis. Sistem kapitalis yang hanya berpihak kepada para borjuis korporat. Para korporat pemegang modal yang bebas membuat kebijakan. Mereka bebas menentukan harga dan mengurangi takaran. Hal itu akan membuat nasib rakyat kecil semakin termarginalkan.
Para korporat yang hanya berorientasi mendapatkan margin sebesar-besarnya. Mereka tidak menghiraukan kerugian yang dialami pihak lain atau rakyat kecil. Walhasil, rakyatlah yang banyak menanggung kerugian. Banyak kebijakan yang hanya menguntungkan para korporat dan tidak memihak nasib rakyat kecil.
Padahal, Allah telah menjelaskan dalam Al-Qur'an bahwa mengurangi timbangan tidak diperbolehkan.
"Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu) Orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. _"Tidakkah orang-orang itu yakin bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar. (Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam."_ (QS. Al-Muthafifin: 1-6).
Dalam Islam, mengurangi timbangan merupakan perbuatan yang diharamkan oleh Allah dan termasuk dosa besar. Namun, pada kenyataannya meskipun Allah melarangnya nyatanya banyak yang berbuat kecurangan. Itu semua disebabkan oleh banyak orang muslim yang tidak paham dengan agamanya. Ini semua diakibatkan sistem sekuler kapitalisme yang bercokol pada saat ini.
Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Maka, tidak heran jika saat ini orang muslim tidak paham dengan agamanya. Pendidikan hanya mencetak generasi sekuler. Generasi yang abai pada aturan agamanya.
Dalam sistem kapitalis sekuler, korupsi menjadi ladang subur bagi para koruptor. Hal itu disebabkan karena kehidupan bebas tanpa mau diatur oleh aturan penciptanya. Menganggap bahwa manusia bebas membuat aturannya sendiri dan tidak mau diatur oleh aturan Sang Pencipta, Allah Swt.
Saat manusia membuat peraturannya sendiri dan menafikan aturan syariat, akan menimbulkan pertentangan, dan permasalahan. Hal itu karena manusia memiliki sifat terbatas, lemah, dan membutuhkan yang lain. Sifat manusia tersebut membutuhkan peraturan dari Sang Pencipta, Allah Swt.
Sistem kapitalis sekuler yang tidak mempedulikan halal dan haram. Sistem kapitalis berasaskan "manfaat" saja. Tidak peduli dengan halal atau haram, melanggar syariat atau tidak asalkan mendapat manfaat. Tidak mempedulikan korupsi, mengoplos, mengurangi takaran, atau merugikan orang lain karena tidak percaya dengan aturan Allah.
Standar kehidupan sekuler kapitalis hanya untuk mendapatkan kebahagiaan saja. Tidak mempedulikan perbuatannya merugikan orang lain karena hanya memikirkan kebahagiaannya sendiri. Wajar, jika menimbulkan individualisme. Individualisme, paham yang menekankan kemerdekaan individu dalam memperjuangkan kebebasan dan kepentingan.
Berbeda dengan Islam yang standar kehidupannya untuk mendapatkan rida Allah. Islam yang berlandaskan pada akidah. Akidah Islam akan membentuk ketakwaan individu. Orang yang bertakwa, sadar bahwa setiap perbuatannya akan dimintai pertanggungjawaban.
Rasulullah bersabda:
"Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban." (HR. Bukhari Muslim).
Kelak semua manusia akan dimintai pertanggungjawaban di Yaumulakhir. Ditimbang amal kebaikan dan keburukannya. Dan akan mendapat balasan setiap perbuatannya.
Waallahualam bissawab.
Klaten, 18 Maret 2025 [An]
Baca juga:

0 Comments: