Headlines
Loading...

Oleh. Indri Wulan Pertiwi
(Kontributor SSCQMedia.Com, Aktivis Muslimah Semarang)

SSCQMedia.Com—Setelah kasus ramai mengenai BBM Pertamax yang dioplos dari RON90 alias Pertalite, kini masyarakat kembali dikecewakan oleh praktik penipuan yang dilakukan oleh mafia minyak goreng. Tak hanya soal kualitas tak asli saja yang menjadi masalah, namun juga volume minyak goreng yang dikorupsi hingga tidak sesuai dengan takaran yang seharusnya.

Satgas Pangan Polri sedang menyelidiki temuan ketidaksesuaian minyak goreng kemasan bermerek Minyakita yang dijual di pasaran. Hasil pengukuran sementara menunjukkan bahwa meskipun labelnya mencantumkan satu liter, sebenarnya hanya berisikan 700—900 mililiter. Pengukuran tersebut dilakukan terhadap tiga merek Minyakita dari tiga produsen yang berbeda, yaitu PT Artha Eka Global Asia di Depok, Jawa Barat; Koperasi Produsen UMKM Kelompok Terpadu Nusantara di Kudus, Jawa Tengah; dan PT Tunas Agro Indolestari di Tangerang, Banten (tirto.id, 9/3/2024).

Adanya minyakita oplosan hingga takaran yang tidak sesuai yang dijual di pasaran menunjukkan gagalnya negara mengatasi kecurangan para korporat yang berorientasi untung maksimal. Hal ini juga membuktikan bahwa distribusi kebutuhan pangan ada di tangan korporasi. Sementara negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator dalam sistem ekonomi ini. Tanpa adanya sanksi yang tegas terhadap perusahaan yang terlibat dalam tindakan curang, secara tidak langsung negara tengah menciptakan lingkungan di mana praktik-praktik yang merugikan terus terjadi.

Akar Masalah

Dalam konteks kapitalisme sekularisme, di mana persaingan dan penumpukan kekayaan menjadi pusat perhatian, sering kali nilai-nilai agama dan moral terpinggirkan. Ketika keuntungan dijadikan ukuran keberhasilan utama, ditambah dengan penegakan hukum yang rapuh dalam sistem ini, banyak individu tidak terhormat yang lolos dari hukuman, sehingga mereka dapat terus melakukan tindakan merugikan tanpa takut akan konsekuensinya.

Dalam sistem kapitalisme yang terfokus pada akumulasi kekayaan, sering kali aspek moral dan etika terabaikan. Hal ini bisa mengakibatkan terjadinya perilaku yang merugikan masyarakat secara keseluruhan.

Selain itu, masalah penegakan hukum yang rapuh juga menjadi isu serius dalam konteks kapitalisme sekularisme. Sebab terkadang, individu atau perusahaan dengan kekayaan dan kekuasaan yang besar dapat menggunakan sumber daya dan kekuatan mereka untuk menghindari konsekuensi hukum dari tindakan mereka. Hal ini menciptakan ketidaksetaraan dalam perlakuan di hadapan hukum dan memperkuat siklus ketidakadilan dalam masyarakat.

Untuk mengatasi tantangan ini, negara perlu melakukan reformasi hukum yang lebih ketat dan efektif dalam menindak para pelaku kecurangan dan praktik bisnis yang merugikan. Penegakan hukum yang tegas harus ditegakkan tanpa pandang bulu, tidak peduli seberapa besar kekuatan ekonomi atau politik yang dimiliki oleh pelaku tersebut. Selain itu, transparansi dalam sistem distribusi kebutuhan pokok harus dikedepankan, dengan memastikan bahwa setiap tahapan distribusi diawasi secara ketat oleh pihak berwenang.

Solusi dalam Perspektif Islam

Dalam perspektif Islam, pengaturan kebutuhan hidup masyarakat dipandang sebagai tanggung jawab negara, dikarenakan pemimpin adalah pengurus umat. Pengelolaan masyarakat didasarkan pada prinsip pelayanan, bukan semata bisnis atau tujuan mencari keuntungan semata.

Selain itu, pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan adalah tanggung jawab negara yang harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariat. Dengan melakukan pengawasan yang ketat terhadap rantai distribusi pangan dan menerapkan sanksi tegas terhadap praktik curang yang merugikan konsumen, negara dapat menjamin ketersediaan produk pangan yang aman dan berkualitas.

Dalam konteks ini, Khilafah akan menetapkan regulasi yang ketat dan efektif untuk menjaga dan memastikan ketersediaan minyak goreng berkualitas bagi warganya. Hal ini dilakukan dengan mengatur produksi dan distribusi sawit dari awal hingga akhir, dengan memeriksa kualitas, volume, dan kemasan, serta mencegah adanya penimbunan atau kecurangan. Meskipun petani swasta diizinkan menanam sawit, mereka tetap diawasi oleh negara agar tidak menguasai pasar. Keberadaan kadi _hisbah,_ yang bertugas untuk inspeksi di pasar, toko, grosir, pabrik, dan gudang untuk memastikan transparansi dalam distribusi.

Selain itu, dalam situasi di mana harga pangan menjadi tidak terjangkau bagi masyarakat, Khilafah akan menggunakan opsi operasi pasar untuk memastikan ketersediaan pangan dengan harga yang wajar. Dalam konteks harga, Khilafah tidak akan menggunakan pematokan harga seperti harga eceran tertinggi (HET) karena hal tersebut bertentangan dengan syariat Islam.

Selain mengatasi masalah harga pangan, Khilafah juga akan memberlakukan sanksi tegas terhadap pelaku kecurangan di sektor pangan. Salah satu langkah yang akan diambil adalah menutup pabrik yang terlibat dalam praktik curang serta memasukkan pemilik pabrik tersebut ke dalam daftar hitam _(blacklist)._ Melalui penerapan hukum yang adil dan sanksi tegas terhadap praktik-praktik yang merugikan masyarakat adalah salah satu kunci penyelesaian masalah ini.

Dengan penerapan Islam secara menyeluruh di bawah Khilafah, berbagai isu termasuk kecurangan korporat dan distribusi pangan bisa diselesaikan. Selain itu, moral dan etika akan lebih dihargai dalam berbagai aktivitas, salah satunya aktivitas ekonomi. Hal ini juga akan membentuk ekonomi yang lebih sehat dan adil bagi semua pihak. Dengan fokus pada keamanan dan kesejahteraan masyarakat sebagai prioritas utama.

Wallahualam. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: