Challenge Ramadan Terakhir
Maksimalkan Detik Ramadan Saat Ini
Oleh. Lilik Yani
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Berdoa ingin bertemu Ramadan, apa yang terjadi ketika bersama Ramadan? Seberapa maksimal menyambut dan membersamai Ramadan?
Nikmat Bersama Ramadan
Allahku, terima kasih tak terkira ketika doa hamba sejak Rajab untuk bertemu Ramadan, Engkau kabulkan.
"Allahumma baarik lanaa fii Rajaba wa Sya'baana wa ballighnaa Ramadhaan."
"Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Syaban, dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadan".
Allahku, terima kasih ketika hilal Ramadan itu betul-betul di hadapan mata. Marhaban ya Ramadan. Lalu aku berdoa mohon bisa menjaga semangat dan rasa cinta pada bulan penuh berkah ini, dengan doa sepenuh hati.
"Ya Allah, bulan Ramadan sudah membayangi dan datang. Maka, sampaikanlah Ramadan kepadaku, dan sampaikanlah aku (dengan selamat) ke dalamnya, dan terimalah (amal-amal)ku (di bulan) Ramadan. Ya Allah, karuniailah aku kesabaran dan (niat tulus) mengharap (pahala dan rida-Mu) atas puasa (Ramadan)ku dan (qiyamul lail) ku.
Ya Allah, karuniailah aku dalam bulan Ramadan kesungguhan hati, ketekunan, kekuatan, dan vitalitas. Ya Allah, lindungilah aku dalam bulan Ramadan dari kebosanan, lemah lesu, kemalasan, dan lemas, atau banyaknya kantuk.
”Ya Allah, sukseskanlah aku dalam (mendapatkan) _lailatul qadar_ di (bulan) Ramadan ini, dan jadikanlah (pahala atau kebaikan)nya lebih baik dari seribu bulan.” (Imam Abul Qasim Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrani, Kitâb al-Du’â’, 2007, hlm. 312).
Allahku, terima kasih atas nikmatnya bertemu bulan penuh rahmat ini. Ingin rasanya bisa setiap saat membersamai Ramadan. Sejumlah agenda sudah dirancang untuk bisa mengisi setiap detik Ramadan. Seolah tak mau berpisah, ingin senantiasa berjalan bersama Ramadan.
Sudah Berapa kali Bertemu Ramadan?
Sudah 54 kali Ramadan aku lalui. Jejak kebaikan sebanyak apa yang sudah aku torehkan? Akankah bangga dengan banyaknya amalan, yakinkah jika semua amalan diterima?
Apa syarat suatu amalan diterima Allah?
1. Dikerjakan dengan ikhlas karena Allah
2. Sesuai contoh yang diberikan Rasulullah saw..
Berapa banyak amal yang dulu dikerjakan tanpa landasan ilmu? Hanya ikut arus belaka. Berapa banyak amal yang dilakukan karena terselip unsur ria, ujub, pujian, iming-iming hadiah, atau lainnya hingga belum ikhlas lillah?
Ramadan, maafkan aku, berkali-kali bilang rindu. Senantiasa menyiapkan sejumlah agenda ibadah ingin diwujudkan. Fakta? Ketika engkau datang tak bisa membersamaimu setiap waktu. Tugas kerja menggoda, justru kurikulumnya dibuat padat melanda. Kapitalis betul-betul kejam, mengalihkan ibadah Ramadan dengan berbagai tugas padat merayap justru saat Ramadan datang.
Marah? Kepada siapa?
Allahku, Engkau uji keimanan hamba. Apakah tetap eksis dengan agenda yang sudah dibuat, atau fokus tugas kerja?
Allahku, dengan terus melibatkan Engkau, aku berjuang untuk memanajeri waktu semaksimal bisa. Agenda kerja jalan, ngaji dan dakwah jalan, ibadah pribadi juga upaya dikerjakan. Aku takut, andai ini Ramadan terakhirku. Aku yakin, miliki Ramadan saat ini. Bukan Ramadan yang sudah berlalu, bukan Ramadan esok hari.
Sepuluh hari Ramadan pertama, Alhamdulillah sepenuh tenaga dimaksimalkan. Aku upayakan seolah dengan lari maraton, meski tak kencang tetapi upaya istikamah.
Masuk sepuluh hari kedua, satu per satu keluarga diuji sakit. Badan yang semula perkasa mulai limbung juga. Dipaksa berdiri gagah, akhirnya jatuh juga. Badan menuntut haknya. Aku harus mengurangi laju, bukan berhenti. Terus berjuang mencari celah, agar ketika raga lelah masih ada jariah.
Allahku, terima kasih Engkau mudahkan investasi akhirat ke banyak jalan. Hampir tak ada yang ditolak ketika Engkau hadapkan diri ini pada sebuah pilihan. Terima kasih Engkau bimbing hamba mencari jalur alternatif ketika raga tak bisa berlari kencang.
Sepuluh Hari Terakhir, Mencicil Sedih
Ramadan, engkau berlari begitu kencang. Terasa cepat sekali. Terus terang ada sisi hati yang hilang, kok Ramadan sebentar lagi pulang? Akankah bisa bertemu lagi Ramadan tahun depan?
Milikku hanya sekarang. Saat ini, bukan nanti. Milikku Ramadan saat ini. Inilah karunia Allah untukku. Akan aku apakan Ramadan saat ini, yang tersisa?
Ramadan yang sudah lewat, aku ambil hikmah, evaluasi, muhasabah. Apa yang baik aku lanjutkan. Apa yang kurang aku tambah. Aku yang jelek, aku minta ampun pada Rabb-ku Al Ghafur.
Betapa baiknya Allah, meski hamba-Nya banyak dosa masih terus diizinkan menikmati indahnya dunia tempat ujian ini. Allah ingin hamba-Nya menyadari kesalahan, lalu bertobat minta ampun. Allah berikan Ramadan bulan ampunan, agar hamba-Nya berserah diri mohon pengampunan.
Allahku, bagaimana aku tak semakin cinta pada-Mu. Maafkan hamba yang tak tahu diri ini, terus meminta Ramadan tetapi belum maksimal mengisi setiap detiknya. Ramadan demi Ramadan berlalu, seolah tak ada puasnya. Ingin sekali mengulang dan mengulang momentum indah ketika bersama Ramadan.
Harumnya masjid Al Falah, selalu rindu untuk dikunjungi. Apalagi jika bisa bersujud di masjid Nabawi dan rumah suci-Mu Baitullah? Sebuah kerinduan yang sangat berharap Allah kabulkan suatu saat nanti.
Tersungkur Sujud di Karpet Hijau Masjid Al Falah
Kamis siang bekerja di kampus, tampak dari kaca angin kencang dan hujan deras sekali pukul 13.30-an. Padahal pukul 14.30 harus sudah sampai di rumah Ustazah untuk halakah pekanan. Ya Allah, Ramadan biasanya halakah pukul 05.05 pagi, pekan ini diganti siang, mengikuti irama kerjaku. Kalau sampai hujan lebat tak berhenti, harus bilang apa sama kelompok?
Sampai pukul 14.00 hujan belum reda, aku izin teman untuk pulang duluan karena mau mengaji. "Masih hujan gitu lho, Mbak, kok nekat berangkat? Mbak kan sakit, bisa izin alasan sakit," saran temanku.
Aku jelaskan sambil memakai jas hujan biru yang akan menemani perjalanan. Masyaallah, Allah menguji semangatku. Semakin menuju rumah Ustazah, semakin terang. Bahkan di sana tidak hujan. Allah, hanya kebaikan yang Engkau inginkan. Engkau kuatkan aku untuk tetap hadir halakah meski hujan, dan badan demam.
"Langit biru sekali, masyaallah. Apakah nanti malam lailatul qadar?" celetuk teman halakah hingga semua kelompok menoleh ke luar tanpa dikomando.
"Wallahualam. Yuk, lanjut materi!" ajak Ustazahku untuk kembali melanjutkan halakah siang itu.
***
Usai tarawih di masjid dekat rumah, aku izin suami rehat sebentar. Kondisi badan sakit paling nikmat jika direbahkan, mata terpejam. Maunya tidur hingga sahur. Tapi aku merasa sangat sayang jika hanya untuk tidur. Aku takut jika ini Ramadan terakhirku. Jadi tekat kuat untuk itikaf di masjid Al Falah terus ditancapkan.
Jam 22.00 malam aku diantar suami ke masjid Al Falah. Banyak sekali masjid di Surabaya. Tahun lalu aku safari Ramadan dari masjid ke masjid. Ternyata aku tetap jatuh cinta pada masjid tengah kota itu.
Membuka pintu masjid sedikit saja, sudah disambut aroma harum yang selalu aku rindukan. Tampak sudah ada ratusan muslimah lain dengan kekhusyukan masing-masing. Aku pun menyusul mencari tempat di sela-sela jamaah yang sudah penuh di masjid.
Itikaf Ramadan, apa saja yang bisa dilakukan? Banyak muslimah sedang tilawah Al-Quran. Ada yang membaca keras, lembut, ada yang hampir tak terdengar. Ada yang tempo cepat, lambat, ada yang terbata-bata.
Sebagian banyak yang melakukan salat sunah. Banyak macam salat sunah bisa dipilih untuk ditunaikan mandiri, sesuai kebutuhan. Ada juga yang berdoa, wirid, zikir, dan lainnya. Hampir semua fokus dengan kekhusyukan masing-masing.
Selain semua itu, aku lebih memperbanyak doa yang dipilih oleh Rasulullah saw.. Pada 10 hari terakhir Ramadan, Rasulullah saw. menganjurkan untuk memperbanyak doa. Salah satu doa yang sangat dianjurkan adalah sebagai berikut,
"Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul 'afwa fa'fu 'anni."
"Ya Allah, Engkau Maha Pengampun, menyukai ampunan, maka ampunilah aku." (HR. Tirmidzi)
Di sela doa, aku banyak merenung membayangkan betapa baiknya Allah. Aku juga banyak muhasabah di sela ibadah salat dan tadabur ayat.
"Allahku, jika aku harus jujur. Betapa nikmat-Mu tak terhitung. Salah satunya nikmat menutup aib dan dosa. Allahku, mana mungkin aku berani menampakkan diri jika Engkau buka aib-aib dan dosa-dosaku. Allahku, betapa baiknya Engkau, masih terus Engkau berikan.”
Menyesalkah Ditinggal Ramadan?
Kini masuk 22 Ramadan. Sekarang malam 23 Ramadan, semakin dekat saja menunggu finis Ramadan. Ramadan harus kembali menuju peraduan. Hilal Syawal yang akan menggantikan. Apa yang dirasakan?
Menyesalkah ditinggal Ramadan? Tepatnya bukan ditinggal karena tahun depan Ramadan akan kembali datang. Masalahnya, apakah Allah masih izinkan Ramadan menemuiku? Allahku, ampuni hamba-Mu yang banyak dosa ini. Ampuni hamba yang belum maksimal beribadah. Ampuni hamba yang masih suka menunda kebaikan.
Allahku, izinkan hamba mengajak umat kembali ke jalan-Mu. Izinkan hamba jadi penolong agama-Mu, menyebarkan indahnya Islam ke semesta alam. Allahku, mohon berikan kesempatan hamba menjadi hamba yang tunduk taat hanya kepada-Mu.
Allahku, mohon rida-Mu izinkan bertemu Ramadan tahun berikutnya dalam kondisi lebih baik. Izinkan hamba bisa menunaikan amanah menjadi pejuang Islam tangguh, penolong agama-Mu.
Allahku, jika tugas hamba sudah tunai, saatnya harus kembali kepada-Mu. Semoga Engkau berkenan memanggil hamba dengan sapaan mesra-Mu.
"Ya ayyatuhan nafsul muthmainnah, irji'i ila rabbiki radhiyatan mardhiyah. Fadhulii fi 'ibadi wadhuli jannati.”
"Kembalilah kepada Tuhanmu dengan rida dan diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.”
Duhai Rabb-ku, izinkan hamba husnul khatimah, tutupi semua aib dan dosaku. Izinkan bisa menatap indahnya wajah mulia-Mu, dan bisa bertemu Rasulullah di janah-Mu.
Allahku ... Allahku ...
Hanya rida-Mu hamba nantikan di setiap helaan nafasku. Hanya rida-Mu ya Rabb-ku. Hanya rida-Mu ya Rabb-ku. Aamiin ya Rabbal 'aalamiin.”[Ni]
Surabaya, malam 23 Ramadan 1446
Baca juga:

0 Comments: