Headlines
Loading...
Miris, Liga Korupsi Buah Busuk Sistem Sekuler Kapitalis

Miris, Liga Korupsi Buah Busuk Sistem Sekuler Kapitalis

Oleh. Istiana Ayu S. R.
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Miris. Bak liga sepak bola, liga korupsi yang terjadi saat ini seolah berlomba-lomba untuk menempati posisi pertama. Kian hari masyarakat kian dibuat muak dengan berita yang silih berganti tentang korupsi yang dilakukan pejabat di bumi pertiwi.

Klasemen dalam liga korupsi saat ini sebagaimana yang dikutip dari kompas.com, 28 Februari 2025 PT Pertamina Patra Niaga menempati peringkat teratas dalam daftar badan usaha yang merugikan negara, dengan total kerugian mencapai Rp968,5 triliun. Di posisi kedua, terdapat PT Timah yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun. Sementara itu, di urutan ketiga, BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) mencatat kerugian hingga Rp138,44 triliun. Posisi keempat diisi oleh PT Duta Palma Group yang terlibat dalam kasus penyerobotan lahan, mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp78 triliun. Pada posisi kelima, PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) mencatat kerugian negara mencapai Rp37,8 triliun.

Selanjutnya, posisi keenam dipegang oleh PT Asabri dengan kerugian sebesar Rp22,7 triliun, diikuti oleh PT Jiwasraya di posisi ketujuh yang merugikan negara sebesar Rp16,8 triliun. Untuk posisi delapan, sembilan, dan sepuluh, secara berturut-turut diisi oleh sektor ekspor minyak sawit dengan kerugian mencapai Rp12 triliun, pengadaan pesawat Garuda Indonesia sebesar Rp9,37 triliun, serta proyek Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikelola oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi dengan kerugian sebesar Rp8 triliun (kompas.com, 28/2/2025).

Korupsi yang tumbuh subur bahkan mati satu tumbuh seribu adalah buah busuk dari penerapan sistem sekuler kapitalis. Bukan rahasia umum lagi bahwa sistem tersebut adalah pabriknya para koruptor. Bagaimana tidak, pertama, adanya jual beli jabatan, uang adalah syarat utama seseorang jika ingin menduduki suatu jabatan dalam sistem sekuler kapitalis. Hal ini juga berlaku bagi partai politik, seberapa banyak suara yang mereka dapatkan bergantung pada seberapa banyak uang yang mereka gelontorkan.

Kedua, sistem pendidikan dalam sistem sekuler kapitalis yang jelas memisahkan agama dari kehidupan telah gagal mencetak SDM yang amanah dan bertakwa, apalagi sekuler kapitalis memandang kebahagiaan hanya ada pada materi, maka tak heran SDM yang dihasilkan juga hanya fokus pada keuntungan materi saja

Ketiga, dalam sistem sekuler kapitalis sumber daya alam yang ada biasa dimiliki secara individu selama individu itu punya uang. Maka tak heran jika hampir seluruh SDA yang ada di negeri ini dikelola oleh asing.

Keempat, lemahnya hukuman bagi koruptor. Sebagaimana kasus korupsi yang lalu-lalu, hukuman yang diberikan kepada koruptor sama sekali tidak memberikan efek jera, sehingga menumbuhkan benih-benih koruptor baru.

Maka satu-satunya cara untuk mengatasi korupsi yang sudah menjadi tradisi ini tuntas hingga akarnya adalah dengan mengganti sistem sekuler kapitalisme yang saat ini diterapkan dengan sistem Islam.

Sistem Islam akan menutup semua celah terjadinya korupsi, bagaimana tidak, pertama, dalam proses pemilihan pemimpin maka akan dipilih berdasarkan kualitasnya dan dilakukan secara jujur, adil, tidak ada politik uang di dalamnya karena jelas dalam sistem Islam politik uang haram.

Kedua, sistem pendidikan Islam akan mencetak SDM yang bertakwa, di mana standar perbuatannya berdasarkan halal dan haram. Sehingga SDM yang tercetak akan jauh dari kemaksiatan termasuk korupsi.

Ketiga, dalam sistem Islam SDA adalah harta milik umum yang harus dikelola negara untuk kemaslahatan rakyatnya sehingga tidak akan ada penyalahgunaan.

Keempat, sanksi korupsi dalam Islam adalah takzir. Berat ringannya hukuman tergantung dari seberapa besar kejahatan yang dilakukan. Dalam sejarah politik Islam, praktik korupsi telah muncul sejak masa Rasulullah. Pada periode ini, istilah-istilah seperti ghulul (penggelapan), suht atau risywah (penyuapan), serta pemberian tidak sah kepada pejabat (hadaya al-‘ummal) mulai dikenal. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi selama masa kepemimpinan Islam.

Khalifah Umar bin Khattab (634-644 M) menerapkan kebijakan pembuktian terbalik, yang memudahkan penegakan keadilan. Di bawah kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz (661-750 M), pejabat dan penguasa yang terlibat praktik korupsi tidak ragu-ragu dipecat, dan seluruh harta masyarakat yang diambil secara zalim oleh penguasa akan dikembalikan kepada yang berhak. Situasi berbeda terjadi pada masa Daulah Abbasiyah (750-1258 M), di mana Jafar Al-Mansur mendirikan badan khusus untuk menangani isu korupsi dan suap yang melibatkan pejabat pemerintah.

Contoh-contoh di atas menunjukkan komitmen untuk memberantas korupsi di era Daulah Islamiyah. Pemberantasan korupsi bukanlah tugas individu saja, kontrol dari masyarakat dan peran negara juga sangat penting. Dalam Islam, proses ini bisa dilakukan jauh lebih mudah dan tegas, karena baik negara maupun masyarakat dibangun atas dasar ketakwaan, dengan hukum syariat sebagai pedoman tentunya. Dengan penerapan hukum Islam secara menyeluruh, umat akan terlindungi dari berbagai bentuk pelanggaran dan kemaksiatan.

Dengan seluruh mekanisme tersebut maka jelas sistem Islam akan mampu memberantas korupsi tuntas hingga akar-akarnya. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: