Paradoks Industri Halal di Negara Mayoritas Muslim
Oleh. Rut Sri Wahyuningsih
(Kontributor SSCQMedia.Com, Institut Literasi dan Peradaban)
SSCQMedia.Com—Direktur Bisnis dan Kewirausahaan Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), menggelar pertemuan strategis dengan Deputi Usaha Mikro, Kementerian UMKM. Pertemuan ini sebagai langkah konkret dalam memperkuat kolaborasi pengembangan usaha mikro, khususnya di sektor industri halal.
Sebagaimana klaim pemerintah, bahwa hari ini UMKM industri halal, merupakan pilar penting dalam perekonomian nasional. Maka, fokus utama diskusi adalah pengembangan Zona KHAS (Kuliner Halal, Aman, dan Sehat) serta berbagai program strategis ekonomi dan keuangan syariah yang melibatkan UMKM industri halal di Indonesia (republika.co.id, 27-2-2025).
Direktur Bisnis dan Kewirausahaan Syari'ah (KNEKS), Putu Rahwidhiyasa menjelaskan, fokus pengembangan prioritas zona KHAS ini, berupa pendekatan hulu-hilir dan kemitraan bersama Industri Halal. Upaya ini didukung oleh keuangan syariah, baik sosial maupun komersial, serta penguatan dari sisi infrastruktur, termasuk digitalisasi dan pengembangan SDM.
Deputi Direktur Inkubasi Bisnis Syariah KNEKS, Helma Agustiawan mengungkapkan, program prioritas Zona KHAS sudah ada di 27 lokasi dengan lebih dari 600 UMKM bersertifikasi halal serta label aman dan sehat dari Dinas Kesehatan. Zona KHAS tersebar di berbagai lokasi strategis, termasuk perguruan tinggi, masjid, perkantoran, pusat UMKM, serta destinasi wisata.
Target utama Kementerian UMKM menurut Deputi Usaha Mikro Kementerian UMKM, Riza Damanik, adalah memastikan UMKM memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dan tersertifikasi Halal. Oleh karena itu, diperlukan dukungan yang luas dari pemerintah maupun swasta, sehingga perlu mengkoordinasikan seluruh pihak yang memiliki kepedulian yang sama. Dan pada 2025, Kementrian UMKM menargetkan sebanyak 12 lokasi yang bisa segera diresmikan sebagai Zona KHAS.
Program ini terlihat baik dan sangat menginspirasi. Paling tidak, kata syariah dan halal haram, sudah tidak lagi asing di telinga para penguasa kita. Namun, sangatlah paradoks. Di negeri dengan penduduk mayoritas muslim, masihkah dibutuhkan halal haram dalam berbisnis? Mengapa seolah ada pembeda, artinya jika ada bisnis halal maka ada bisnis haram.
Terutama saat kasus susul menyusul bermunculan, seperti kasus BBM oplosan PT Pertamina Patra Niaga, proyek pendanaan investasi Danantara, Kenaikan tarif BPJS, peresmian Bank Emas, korupsi PT Antam, Korupsi PT ASDP dan lainnya, di mana semuanya merupakan badan usaha yang akad pendiriannya majhul (tidak jelas), aktivitasnya berbasis riba, asuransi yang rancu dengan praktik jaminan, bahkan hingga penguasaan kepemilikan individu atas nama pengembangan ekonomi rakyat. Semuanya bertentangan dengan syariat, lantas mengapa begitu getol mendongkrak kemampuan UMKM merambah bisnis halal?
Yang jelas terbayang adalah lips servis penguasa. Mereka telah kehilangan akal mencari cara menyejahterakan rakyatnya. Bak semut di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak. Kekayaan alam Indonesia berlimpah, namun ironinya negara hanya menyandarkan harapan pada UMKM. Pertanyaannya seberapa besar UMKM zona KHAS mampu mendongkrak keterpurukan ekonomi Indonesia sekaligus mewujudkan kesejahteraannya?
Selama sistem ekonomi yang diterapkan kapitalisme sebagaimana hari ini, maka selama itu pula praktik haram menjadi halal. Dan inilah yang disebut sekuler, pemisahan agama dari kehidupan. Kata syariat dan halal haram dijadikan pemantik munculnya bisnis semata, padahal faktanya tak beda dengan berbagai bisnis yang diampu pemerintah lainnya. Sangat naif jika syariat Islam hanya diterapkan halal pada usahanya saja, sementara hal itu bak menegakkan benang basah, karena sistem ekonomi Islam pasti berkaitan erat dengan sistem lainnya seperti pendidikan, keamanan, hingga pemerintahan.
Islam Wujudkan Suasana Berusaha yang Kondusif
Kita, sebagai rakyat semestinya tetap waspada dan terus mengiring opini perubahan yang lebih baik, yaitu dengan Islam. Sebab, membangun usaha, tidak hanya cukup dengan halal haram, tapi juga peran negara secara 100 persen. Dalam Islam, penguasa adalah apa yang Rasulullah saw. sebutkan, "Pemimpin itu adalah perisai dalam memerangi musuh rakyatnya dan melindungi mereka. Jika pemimpin itu mengajak rakyatnya kepada ketakwaan kepada Allah dan bersikap adil, pemimpin itu bermanfaat bagi rakyat, tetapi jika dia memerintahkan selain itu, pemimpin tersebut merupakan musibah bagi rakyatnya."(HR. Muslim).
Sehingga, jika penguasa masih menerapkan kapitalisme yang asasnya sekuler, maka tak pernah akan terwujud kesejahteraan. Sebaliknya, malah bencana yang beruntun, karena negara mandul dalam mengurusi urusan rakyat, sejatinya rakyat dianggap beban, subsidi dianggap tidak membuat rakyat mandiri. Dan lebih memilih melayani korporasi atau para investor, karena bisa mendatangkan devisa bagi negara berikut keuntungan lainnya. Bukan tidak mungkin, proyek ini pun sedang dalam usaha memuluskan stok holder dan berbagai vendor di balik UMKM halal yang ingin meraup untung.
Menempatkan UMKM sebagai pilar utama perekonomian, sesungguhnya bukti abainya penguasa kita. Bahkan menjadi sebuah kezaliman. Kita memiliki kekayaan alam yang luar biasa melimpah, sayang sudah ditukar dengan berbagai perjanjian MOu dengan para investor yang jika berada dalam pengaturan Islam, akan dicabut secara tegas dan dikelola oleh negara secara mandiri.
Baitulmal adalah skema keuangan yang ditetapkan syariat, terbukti menjadikan dunia Islam yang dipimpin oleh para Khalifah mampu berdiri tegak , mandiri dan menjadi pusat ketinggian peradaban. Salah satunya adalah apa yang diungkapkan Will Durant, sejarawan terkemuka di Eropa, " Islam telah mewujudkan kejayaan dan kemuliaan bagi mereka sehingga jumlah orang yang memeluknya dan berpegang teguh padanya pada saat ini (1926) sekitar 350 juta jiwa." (Will Durant, The Story of Civilization; VXIII).
Suasana berusaha yang kondusif, hanya bisa diwujudkan jika syariat Islam diterapkan secara total. Sebab, syariat Islam menjaga beberapa praktik yang bertentangan dengan syariat. Sistem hukum dan sanksi juga memegang peranan penting sebab mewujudkan keadilan. Halal haram adalah standar perbuatan, sehingga tak butuh sertifikasi hingga diversifikasi usaha ada halal dan tidak halal. Maka, tidakkah kita rindu pengaturan yang berasal dari Allah Swt. ini? Wallahualam bissawab. [US]
Baca juga:

0 Comments: