surat pembaca
Pemimpin yang Masih Salat, Wajibkah Ditaati?
Oleh. Teti Rostika
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Menaati pemimpin adalah kewajiban. Bahkan terdapat dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 59, Allah berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.”
Tentu kewajiban taat pada pemimpin ini ada batasnya. Selama kebijakan pemimpin sesuai dengan aturan Islam, maka wajib ditaati. Tetapi jika kebijakan pemimpin bertentangan dengan aturan yang Allah berikan, maka wajib untuk disampaikan nasihat dakwah kepada. Karena dakwah harus disampaikan pada seluruh manusia, tidak terkecuali pemimpin. Wajib bermuhasabah mengoreksi kebijakan pemimpin.
Tetapi saat ini, kadang ada yang berkomentar, tidak boleh mengoreksi atau melawan kebijakan negara selama pemimpin negara masih melaksanakan salat. Nah pertanyaan ini dijawab oleh KH M. Taufik. NT Pengasuh MT Darul Hikmah.
Kiai menyampaikan terlebih dahulu hadisnya.
Dari Ummu Salamah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda:
سَتَكُونُ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ فَمَنْ عَرَفَ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِىَ وَتَابَعَ
Artinya: ”Suatu saat akan datang para pemimpin. Mereka melakukan kebajikan dan kemungkaran. Siapa yang benci akan kemungkaran yang dilakukan oleh pemimpin, maka ia sudah bebas dari dosa dan hukuman. Barang siapa mengingkarinya maka dia selamat. Sedangkan dosa dan hukuman adalah bagi yang rida dan mengikutinya.”
Kemudian para sahabat berkata, “Apakah kami boleh memerangi mereka?” Rasulullah saw. menjawab:
لاَ مَا صَلَّوْا
”Jangan selama mereka mengerjakan salat.”
Makna salat di sini adalah menurut perkataan Mula Ali Al-Qori seorang ulama besar abad ke-15, menyatakan aku katakan yang dzahir bahwasanya yang dimaksud dengan salat di sini adalah addin (agama), selama mereka masih menegakkan agama. Dan sesungguhnya diungkapkan dengan salat, selama mereka masih salat itu adalah karena salat itu tiangnya agama, yang menopang agama. Laksana sebagian padahal untuk keseluruhan, dimaksud salat padahal itu adalah agama. Dan karena salat itu adalah ibu dari ibadah.
Kiai juga menyampai pandangan ulama dari Al-'Alamah Ibnu Ashur di dalam tafsir At-Tahrir At-Tanwir, yaitu jika orang-orang yang kami teguhkan kekuahhsaannya di bumi, mereka tegakkan salat, itu bukan berarti salat maknanya salat saja, bukan. Maka sesungguhnya kalimat menegakkan salat itu menunjukkan menegakkan agama.
Kiai juga menyampaikan pandangan Imam Al-Qurthubi di dalam Al-Muhim,
"Kemudian jika kemaksiatan itu berupa kekufuran maka wajib dipecat itu. Kaum muslim wajib untuk melengserkan penguasa tadi, kalau kufur. Begitu juga kalau dia meninggalkan menegakkan dasar-dasar agama. Seperti menegakkan salat, meninggalkan puasa Ramadan, hudud, menegakkan hukum-hukum Allah Ta’ala dalam hal pidana, begitu juga jika penguasa membolehkan minum khamar dan tidak mencegah itu."
Dari sini Kiai menyimpulkan tidak ada yang beda pendapat di kalangan ulama, umat itu wajib melengserkannya.
Demikian catatan kajianku hari ini di bulan Ramadan. Menyimak kajian ini tanggal 5/3/2025, walau secara online tetapi luar biasa menambah ilmu banyak. Bisa mengenal nama ulama baru, langsung saya searching, Semoga berkah dan berbuah pahala. Ya Allah, balaslah kebaikan guru-guru kami yang sudah menunjukkan pada jalan agama. [Ni]
Bandung, 8 Maret 2025
Baca juga:

0 Comments: