Headlines
Loading...

Oleh. Resti Ummu Faeyza
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Tak terasa, saat ini umat Islam seluruh dunia telah tiba kembali di bulan suci Ramadan. Bulan yang penuh berkah dengan berlipat-lipat pahala kebaikan. Di Indonesia, penetapan awal Ramadan  1446 H diputuskan melalui sidang isbath pada Jumat, 28 Februari 2025 dan telah menghasilkan bahwa 1 Ramadan jatuh pada hari sabtu tanggal 1 Maret 2025 (detik.com, 28/2/2025).

Jatuhnya awal Ramadan tahun ini berdasarkan metode rukyatul hilal ternyata juga berbarengan dengan Muhammadiyah yang menentukan 1 Ramadhan dengan metode hisab. Muhammadiyah telah lebih dulu mengumumkan bahwa 1 Ramadhan jatuh pada 1 Maret 2025. Sungguh, bersamaannya awal Ramadan tahun ini dirasakan penuh kesyukuran dan kebahagiaan umat muslim Indonesia. Setelah tahun sebelumnya, penetapan awal Ramadhan menghasilkan waktu yang berbeda.

Namun, apakah kita akan terus merasakan momen kebersamaan menyambut Ramadhan yang berbeda-beda setiap tahunnya?

Sejatinya, umat muslim seluruh dunia seharusnya bisa dipersatukan oleh sebuah kepemimpinan yang satu. Kepemimpinan global dan menyeluruh. Khilafah Islamiyah. Bahkan bukan sekedar tentang penetapan awal Ramadan saja yang bisa dipersatukan oleh sang Khalifah. Di bawah kepemimpinan pemerintahan Khilafah Islamiah, negara akan bersungguh-sungguh menjaga kondisi masyarakat dari sisi peribadahan di bulan Ramadan, hingga permasalahan yang berkaitan dengan toleransi terhadap umat lain yang tidak menjalankan ibadah puasa di bulan suci ini. Karena Ramadan bagi kaum muslimin adalah bulan yang sangat penting, baik dalam aspek spiritual, sosial, maupun ritual.

Tanpa Khilafah, umat Islam memang tetap bisa menjalankan ibadah Ramadan seperti menahan haus dan lapar, tetapi masih banyak aspek yang penting untuk diwujudkan  dengan adanya sebuah Khilafah atau pemerintahan yang menyatukan umat Islam seluruh dunia.

Salah satu yang dibutuhkan umat dengan adanya Khilafah adalah penyatuan kalender Islam, termasuk di dalamnya penetapan awal dan akhir Ramadhan. Selama ini, umat islam seluruh dunia tak jarang mengalami perbedaan penetapan awal dan akhir Ramadan, bahkan hingga memunculkan perdebatan dan pertikaian.

Penetapan awal dan akhir Ramadan sesungguhnya berkaitan erat dengan hukum halal dan haramnya aktivitas makan dan yang lainnya di siang hari (menentukan dosa atau tidaknya perbuatan tersebut ). Khilafah sebagai otoritas tertinggi dan yang memiiki kewenangan penuh secara politik, dapat mengatur hal tersebut kepada seluruh umat Islam di seluruh dunia.

Selain itu, keberadaan Khilafah juga memiliki tanggung jawab dalam mewujudkan kesejahteraan umat Islam, dalam hal ini misalnya urgensitas pendistribusian bahan pangan dan mengendalikan harga selama bulan Ramadan. Di mana dalam momen Ramadan, perputaran uang dan berbagai harta seperti untuk zakat, infak, sedekah harus tersebar merata. Hanya dengan kepemimpinan yang berlandaskan syariat, semua pengendalian bahan makanan hingga peredaran harta tidak akan mengacu pada keuntungan bagi penguasa. Penguasa yang tunduk  dan melaksanakan syariat (khalifah) akan menyadari bahwa dirinya akan dimintai pertanggungjawaban bukan hanya di dunia, tetapi juga langsung kepada Rabb-nya. Sehingga tidak akan terjadi kecurangan-kecurangan dalam merealisasikan kesejahteraan masyarakat.

Adapun dalam aspek toleransi yang sering juga menjadi salah satu isu teratas di bulan Ramadan, umat membutuhkan tameng pelindung dari penindasan atau gangguan terhadap ibadah mereka. Hal ini sangatlah penting, terutama bagi umat Islam yang menjadi minoritas di wilayah dengan mayoritas nonmuslim atau di wilayah yang rawan terjadi konflik. Adanya Khilafah, akan menjaga seluruh umat Islam di mana pun berada. Dengan adanya kekuatan politik dan militer, khalifah dapat memenuhi kewajiban untuk melindungi rakyatnya, khususnya dalam hal peribadahan yang sedang mereka jalankan di bulan suci Ramadan, agar terhindar dari penindasan dan perlakuan intoleran. Karena dalam Islam, toleransi yag berlangsung bukan berdasarkan siapa mayoritas dan siapa minoritas.

Tentu saja semuanya akan sulit ditemukan dan dirasakan oleh umat saat ini. Intoleransi terjadi di mana-mana, umat yang berpuasa justru harus menghormati yang tidak berpuasa, di negeri minoritas kaum muslimin bahkan tidak bebas melaksanakan ibadahnya. Belum lagi tradisi harga pangan yang melonjak naik setiap menyambut bulan suci ini dan lambannya penyaluran zakat fitrah setiap tahunnya. Gegap gempita bulan Ramadan tidak lagi terasa hangat dan meriah, karena hari ini paham sekularisme telah menempatkan ramadhan sebagai momen yang biasa saja.

Paham kufur ini berhasil memisahkan aturan agama dengan kehidupan sehari-hari, dan menjadikan kewajiban yang disyariatkan khusus di bulan ramadan ini hanya sebagai ritual belaka. Tidak ada lagi ruh yang mendalam tentang keistimewaan bulan ini dalam diri ummat sehingga Ramadan benar-benar terasa hampa tanpa Khilafah. [My]

Baca juga:

0 Comments: